Kebebasan, Tanggung Jawab dan Hati Nurani
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBEBASAN
Kebebasan adalah tidak dalam keadaan diam, tetapi dapat melakukan apa
saja yang dinginkan selama masih dalam norma-norma atau peraturan-peraturan
yang telah ada dalam kehidupan pribadi, keluarga , masyarakat, dan Negara.
Dalam arti luas kebebasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
menyangkut semua urusan mulai dari sekecil-kecilnya sampai sebesar-besarnya
sesuai keinginan, baik individu maupun kelompok namun tidak bertentangan dengan
norma-norma, aturan-aturan, dan perundang-undanganyang berlaku.
Ada dua kelompok ahli teologi yang
mengungkapkan tentang masalah kebebasan atau kemerdekaan menyalurkan kehendak. Pertama kelompok yang berpendapat bahwa
manusia memiliki kehendak bebas dan merdeka untuk melakukan perbuatannya
menurut kemauannya sendiri. Kedua kelompok yang berpendapat bahwa
manusia tidak memiliki kebebasan untuk melaksanakan perbuatannya. Mereka
dibatasi dan ditentukan oleh Tuhan. Dalam pandangan yang kedua ini manusia
tidak ubahnya seperti wayang yang mengikuti sepenuhnya kemauan dalang.[1]
Sebagian ahli filsafat seperti Spinoza,
Hucs dan Malebrache berpendapat bahwa manusia melakukan sesuatu karena
terpaksa. Semantara sebagian ahli fisafat lainnya berpendapat bahwa manusia
memiliki kekebasan untuk menetapkan perbuatannya.[2]
Kebebasan sebagiamana dikemukakan Ahmad
Charris Zubair adalah terjadi apabila kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak
tidak dibatasi oleh suatu paksaan dari keterikatan kepada orang lain. Seseorang
disebut bebas apabila:
(1) Dapat
menentukan sendiri tujuan-tujuannya dan apa yang akan dilakukannya.
(2) Dapat
memilih antara kemungkinan-kemungkinan yang tersedia baginya.
(3) Tidak
dipaksa atau terikat untuk membuat sesuatu yang tidak akan dipilihnya sendiri
ataupun dicegah dari berbuat apa yang dipilihnya sendiri, oleh kehendak orang
lain, Negara atau kekuasaan apapun.[3]
Dilihat dari segi sifatnya, kebebasan dibagi menjadi tiga, yaitu:
Pertama kebebasan
jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan mempergunakan anggota badan
yang kita miliki.
Kedua kebebasan
kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk menghendaki sesuatu. Jangkauan
kebebasan kehendak adalah sejauh jangkauan kemungkinan untuk berpikir.
Ketiga kebebasan
moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya macam-macam ancaman, tekanan,
larangan dan desakan yang tidak sampai dengan paksaan fisik.
Islam mengajarkan kebebasan yang
bertanggung jawab yang bertanggung jawab dan memerhatikan norma-norma yang
berlaku. Dengan kata lain, setiap orang memiliki kebebasan, ia bebas melakukan
apa saja yang dikehendaki selagi ia bisa mempertanggung jawabkan dan tidak
melanggar norma-norma yang ada.
Norma adalah peraturan berupa perintah
dan larangan yang mengatur pergaulan kehidupan manusia. Norma ada empat jenis,
yaitu:
1. Norma
agama, yaitu peraturan hidup yang diterima sebagai perintah-perintah,
larangan-larangan, dan anjuran-anjuran yang diyakini oleh pemeluknya berasal
dari Tuhan.
2. Norma
kesusilaan, yaitu peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari
manusia. Peraturan hidup itu berupa bisikan kalbu atau suara batin yang
diinsafi oleh setiap orang sebagai pedoman.
3. Norma
kesopanan, yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia,
diikuti dan ditaaati sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia
terhadap manusia lain.
4. Norma
hukum, yaitu peraturan yang dibuat oleh penguasa Negara, isinya mengikat setiap
orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dan dipaksakan oleh alat Negara.
Dengan memperhatikan norma-norma diatas
dapat juga dikatakan bahwa kebebasan itu adalah kepatuhan dan tunduk pada
hukum. Kebebasan juga dapat diartikan sebagai kemerdekaaan seseorang tanpa ada
kekangan dari pihak mana pun yang dapat menghalangi seseorang untuk melakukan
suatu perbuatan. Ada faktor eksternal yang dapat menghilangkan kebebasan.
Faktor tersebut datang dari pihak asing yang menjajah dan merampas kebebasan
dengan paksa. Contohnya:
1. Kerja
paksa yang banyak diperlakukan pada zaman penjajahan seperti romusa dan kerja
rodi;
2. Amerika
Serikat yang mengekang kebebasan Negara-negara lain karena ia memiliki kekuatan
dalam ekonomi;
3. Tenaga-tenaga
kerja wanita yang sudah hampir disamakan dengan budak;
4. Di
Prancis kebebasan wanita muslim dirampas, tidak dibenarkan memakai jilbab.
Kebebasan diikat oleh peraturan dan norma
yang berlaku. Kebebasan mengandung pengertian bahwa perbuatan yang bebas
dibenarkan secara hukum sepanjang tidak merugikan orang lain, tidak
bertentangan dengan adat istiadat dan norma yang berlaku.
Kebebasan Dalam Islam
Rumusan pasal 18 deklarasi tentang
hak-hak asasi manusia menyebutkan bahwa setiap orang berhak memiliki hak atas
kebebasan berpikir, keinsafan batin dan beragama. Rumusan itu sejalan dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam
Al-qur’an. Namun dengan pengecualian bahwa islam tiddak membolehkan seorang
manusia dengan dalih apa pun ( dengan mempergunakan kebebasannya) lalu
mengganti agamanya dari islam ke agama lain. Karena perbuatan ini digolongkan
sebagai riddah( murtad) dengan sanksi yang sangat berat.
Dalam ajaran islam, kebebasan yang
diberikan kepada manusia adalah kebebasan yang dipimpin oleh wahyu. Manusia
bebas untuk berperilaku berlandaskan norma-norma seperti yang di gariskan dalam
Al-quran. Salah satu kebebasan yang dapat disebutkan disini adalah kebebasan
untuk menyatukan pendapat, namun harus dilandasi pikiran yang sehat.
Kebebasan menyatakan pendapat
disalahartikan, yaitu dengan demonstrasi atau unjuk rasa. Demonstrasi adalah
salah satu cara untuk menyampaikan keinginan atau aspirasi dengan sopan dan
sesuai dengan cara-cara mengemukakan pendapat dalam islam. Demosntrasi
merupakan suatu bentuk tekanan atau pengendalian sosial yang efektif.
Untuk mendapatkan kebebasan, diperlukan
pengorbanan yang tidak sedikit. Misalnya saja:
1. Untuk
bisa lepas dan bebas dari penjajahan dan hidup merdeka, harus berkorban harta,
tenaga, pikiran, bahkan nyawa untuk melawan penjajah:
2. Untuk
bisa memakai jilbab di sekolah umum, para siswa telah berjuang sampai ke
pengadilan;
3. Pada
zaman orde baru untuk mengemukakan pendapat telah diatur dalam pasal 28 UUD 1945
Didalam kebebasan yang dibenarkan adalah
kebebasan yang tidak melanggar norma dan ajaran islam. Apabila seseorang hidup
tanpa adanya peraturan tentu hidupnya kacau. Menurut Hobbes, arti kebebasan
bagi setiap orang harus berdasarkan prinsip kebaikan bersama diatas oleh hak
setiap orang pada umumnya, bahwa hak saya dan dalam melindungi hak dan dalam
melindungi hak saya pemerintah menjaminnya.
B. TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab secara sempit yaitu
suatu usaha seseorang yang diamanahkan, harus dilakukan. Istilah dalam Islam
tanggung jawab merupakan amanah. Secara luas tanggung jawab diartikan sebagai
usaha manusia untuk melakukan amanah secara cermat, teliti, memikirkan akibat
baik dan buruknya, untung rugi dan segala hal yang berhubungan dengan hal
tersebut secara transparan menyebabkan orang percaya dan yakin, sehingga
perbuatan tersebut mendapat imbalan baik maupun pujian dari orang lain.
Tanggung jawab merupakan sifat yang
amat baik bagi manusia. Tidak bertanggung jawab adalah sifat yang buruk.
Seseorang tidak perlu bertanggung jawab terhadap hal yang tidak mengandung
kemerdekaan di dalamnya. Seperti tidak meminta pertanggungjawaban pada sebatang
pohon yang tiba-tiba tumbang saat seseorang melintas dan menimpa orang
tersebut.
Dalam GBHN (Tap MPR No. IV/MPR/1978)
disebutkan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam
lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Tanggung jawab dapat diartikan sebagai
konsekuensi atas apa yang telah dilakukan walau apapun resikonya. Berdasarkan
GBHN tahun 1998, tanggung jawab pendidikan oleh kedua orang tua terhadap anak
adalah antara lain sebagai berikut:
a. Memelihara
dan membesarkannya. Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk
dilaksanakan, karena anak memerlukan makan dan minum, dan perawatan agar ia
dapat hidup secara berkelanjutan.
b. Melindungi
dan menjamin kesehatannya,baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai
gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
c. Mendidiknya
dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya,
sehingga apabila ia telah dewasa ia mampu berdiri sendiri dan membantu orang
lain (hablum minannas) serta melaksanakan kekhalifahannya.
d. Membahagiakan
anak untuk dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai dengan
ketentuan Allah SWT sebagai tujuan akhir hidup muslim. Tanggung jawab ini
dikatagorikan juga sebagai tanggung jawab kepada Allah SWT.
Manusia hidup sebagai makhluk sosial tidak bisa bebas dan harus
bertanggung jawab. Persoalan tanggung jawab Allah berfirman:
“Apakah
manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa tanggung jawab)?” (QS.
Al-Qiyamah (75):36)
Allah menciptakan manusia menpunyai tujuan, yaitu sebagai khalifah di
muka bumi ini. Manusia dan jin harus beribadah kepada Allah. Allah berfirman:
“Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka (beribadah)
menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat (51): 56)
Setiap manusia akan dimintakan pertanggungjawabannya di dunia dan di
akhirat. Allah berfirman:
Tanyakanlah kepada mereka:” Siapakah di antara
mereka yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil itu. (QS.
Al-Qalam (68): 40)
Pertanggungjawaban manusia tertuju kepada segala perbuatan, tindakan,
sikap hidup sebagai pribadi, anggota keluarga, rumah tangga, masyarakat dan
Negara. Manusia mempunyai tanggung jawab terhadap Allah dan sesame manusia,
meliputi semua aspek kehidupan.
Tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa tindakannya
itu baik. Dalam kerngka tanggung jawab ini, kebebasan mengandung arti:
(1) Kemampuan
untuk menentukan dirinya sendiri.
(2) Kemampuan
untuk bertanggung jawab.
(3) Kedewasaan
manusia.
(4) Keseluruhan
kondisi yang memungkinkan manusia melakukan tujuan hidupnya.
Tanggung jawab juga erat hubungannya dengan hati nurani atau intuisi
yang ada dalam diri manusia yang selalu menyuarakan kebenaran. Seseorang baru
dapat disebut bertanggung jawab apabila secara intuisi perbuatannya itu dapat
dipertanggungjawabkan pada hati nurani dan kepada masyarakat pada umumnya.
C. HATI NURANI
Hati
nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh saluran
ilham dari Tuhan. Hati nurani diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan
tidak suka kepada keburukan. Atas dasar inilah munculah aliran intisisme, yaitu paham
yang mengatakan bahwa perbuatan yang baik sesuai dengan kata hati, sedangkan
perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan kata hati atau
hati nurani.
Karena sifatnya yang demikian itu,
maka hati nurani harus menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam melaksanakan
kebebasan yang ada dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang tidak menyalahi
atau membelenggu hati nuraninya, karena kebebasan yang demikian itu pada
hakikatnya adalah kebebasan yang merugikan secara moral.
Dari pemahaman kebebasan yang demikian
itu, maka timbulah tanggung jawab yaitu bahwa kebebasan yang diperbuat itu
secara hati nurani dan moral harus dapat dipertanggunjawabkan. Disitulah letak
hubungan antara kebebasan tanggung jawab dan hati nurani.
Ciri-ciri
hati nurani adalah sebagai berikut:
1. Apabila
kekuatan mengiringi sesuatu perbuatan, dapat memberi petunjuk dan membimbing
dari kemaksiatan.
2. Apabila
kekuatan mengiringi sesuatu
perbuatan, dapat mendorongnya untuk menyempurnakan perbuatan yang baik dan
menahan perbuatan yang buruk.
3. Apabila
kekuatan menyusul setelah perbuatan, dapat merasa gembira dan senang. Jika
perbuatan kesalahan dia merasa sakit dan pilu, karena kesalahan itu.
Hati nurani timbul dari hati yang paling dalam. Perintah kepada
seseorang supaya melakukan kewajiban dan jangan sampai menyalahinya. Contonya,
melihat seseorang jatuh di jalan, saat itu tidak ada orang, maka hati nurani
berkata, biarlah saya tolong. Ia timbul seketika itu. Hati nurani mempunyai
tingkatan, yaitu sebagai berikut:
1. Perasaan
melakukan kewajiban karena ibadah kepada Allah.
2. Perasaan
mengharuskan mengikutinya apa yang telah diperintahkan.
3. Perasaan
yang seharusnya mengikuti apa yang dipandang dirinya benar.
4. Perasaan
melakukan kewajban karena takut kepada Allah bukan pada manusia atau lainnya.
Hati nurani setiap orang berbeda-beda. Hal ini disebabkan berbagai
faktor. Faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor
masa lampau.
Berabad-abad yang lalu perbudakan itu adalah hal yang biasa dan
perempuan diperlakukan sebagai pemuas nafsu adalah hal yang lumrah. Namun
sekarang, di manapun di dunia ini mencela dan mengecamnya. Ini menunjukkan
bahwa hati nurani orang dahulu tidaklah sebaik hati nurani orang zaman
sekarang. Pada zaman itu hati nurani mereka tidak peka, tidak tanggap dan
menyalahi fitrah manusia.
2. Faktor
perbedaan waktu
Terkadang ia menyaksikan sesuatu yang baik di dalam suatu waktu sehingga
bila meningkat dikiranya ia melihatnya buruk dan begitu sebaliknya. Misalnya,
seseorang selalu berselisih dengan tetangganya. Ada saja yang diperdebatkan,
sebenarnya bisa diselesaikan dengan damai. Namun, setahun berikutnya mereka
jarang berkelahi. Mereka telah menyadari bahwa perselisihan itu tidak baik.
Sebuah contoh nyata tentang hati nurani adalah seorang presiden belum
tentu lebih mempergunakan hati nuraninya bila dibandingkan dengan seseorang
rakyat jelata. Seperti halnya, Presiden Amerika Serikat J.W. Bush atau Tony Blair
yang tampak tidak punya hati nurani. Mereka mengobrak-abrik Irak dan negara
Islam dengan berbagai alasan yang dibuat-buat. Amerika Serikat boleh memiliki
kecerdasan, kekayaan, kekuasaan namun tidak ada hebatnya tanpa hati nurani.
Para Yahudi Israel yang selalu mengusik dan memusuhi umat Islam dan
mereka melakukan pembantaian, penganiayaan di berbagai negara Islam, dengan
dalih teroris. Padahal kenyataannya justru mereka itulah sebagai teroris dunia
yang nyata. Mereka adalah contoh manusia yang tidak mempergunakan hati
nuraninya. Allah SWT berfirman:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu
mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya
petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti
kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi
menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al-Baqarah (2): 120)
Hati nurani mendorong pada kebaikan dan setiap manusia memilikinya.
Timbul pertanyaan mengapa masih ada juga orang-orang jahat seperti
pembunuh, penjahat, pezina dan lainnya. Alasannya karena tidak semua orang
menyadari keberadaan hati nurani dan saat mereka menyadarinya mereka enggan
untuk mengikutinya. Setelah terjadi hal buruk barulah mereka menyesal.
Penyesalan tidak datang sebelum terjadi.
Sebagai seorang muslim yang beriman dan bertaqwa, wajib mempergunakan
pikiran hati nurani. Seorang muslim harus mampu membedakan mana yang merupakan
hati nurani dan mana yang merupakan bisikan setan yang terkutuk. Untuk bisa
membedakannya, harus disadari keberadaannya di dalam diri dan mempergunakannya.
D. HUBUNGAN KEBEBASAN, TANGGUNG JAWAB DAN
HATI NURANI DENGAN AKHLAK
Suatu perbuatan baru dapat
dikatagorikan sebagai perbuatan akhlak atau perbuatan yang dapat dinilai
berakhlak, apabila perbuatan tersebut dilakukan atas kemauan sendiri, bukan
paksaan dan bukan pula di buat-buat dan dilakukan dengan tulus ikhlas. Untuk
mewujudkan perbuatan akhlak yang ciri-cirinya demikian baru bias terjadi
apabila orang yang melakukannya memiliki
kebebasan atau kehendak yang timbul dalam dirinya sendiri. Dengan demikian
perbuatan yang berakhlak itu adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
secara bebas. Disinilah letak antara
kebebasan dan perbuatan akhlak.
Selanjutnya perbuatan akhlak juga
harus dilakukan atas kemauan sendiri bukan paksaan. Perbuatan yang seperti
inilah yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya dari orang yang
melakukannya. Dinilah letak hubungan antara tanggung jawab dengan akhlak.
Dalam hal itu perbuatan akhlak
juga harus muncul dari keikhlasan hati yang melakukannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada hati sanubari, maka hubungan akhlak dengan kata
hati menjadi demikian penting.
Dengan demikian, masalah kebebasan,
tanggung jawab dan hati nurani adalah merupakan faktor dominan yang menetukan
suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki. Disinilah letak
hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan
akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak dapat meninggalkan
pembahasan mengenai kebebasa, tanggung jawab dan hati nurani.
BAB III
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Dari uraian yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahwa kebebasan
adalah tidak dalam keadaan diam, tetapi dapat melakukan apa saja yang dinginkan
selama masih dalam norma-norma atau peraturan-peraturan yang telah ada dalam
kehidupan pribadi, keluarga , masyarakat, dan Negara.
Tanggung jawab diartikan sebagai usaha manusia untuk melakukan amanah
secara cermat, teliti, memikirkan akibat baik dan buruknya, untung rugi dan
segala hal yang berhubungan dengan hal tersebut secara transparan menyebabkan
orang percaya dan yakin, sehingga perbuatan tersebut mendapat imbalan baik
maupun pujian dari orang lain.
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat
memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani diyakini selalu cenderung
kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan.
Kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani adalah merupakan faktor
dominan yang menetukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan
akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab
dan hati nurani dengan akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak
dapat meninggalkan pembahasan mengenai kebebasa, tanggung jawab dan hati
nurani.
2. Saran
1. Sebaiknya
mahasiswa hendaknya memiliki rasa kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani
dalam cerminan perilaku yang di lakukan setiap harinya.
2. Sebaiknya
mahasiswa memperkuat akhlak yang diiringi dengan keikhlasan hati.
[2] Ahmad Amin, Ilmu Akhlak, (terj.) Farid Ma’ruf, dari judul asli
al-Akhlaq, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), cet.I, hlm.53.
0 komentar: