Makalah Tafsir Ayat Ekonomi I

BAB II
PEMBAHASAN


A.              Ayat-Ayat yang terkait

1.            QS Al-Baqarah (2):155
Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# Ä§àÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ÌÏe±o0ur šúïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ
Artinya: “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

a.        Tafsir Mufradat
Menurut tafsir Teungku Muhammad Hasbi Ash Shieddieqy dalam bukunya menjelaskan bahwa kata šúïÎŽÉ9»¢Á9$# artinya sabar. Orang-orang yang sabar akan senantiasa diuji oleh Allah SWT. Dan ujian itu ditunjukkan agar kesabaran manusia bertambah. Sekaligus menguji keimanan seseorang serta agar menjadikan kita untuk selalu ingat dan bersyukur atas berbagai bencana dan musibah tersebut.[1]
Tafsir menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi úïÎŽÉ9»¢Á9$#  memiliki arti  yakni menekankan diri dalam hal yang tidak disukai. Maksudnya adalah Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar meminta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat. Sebab, dengan kesabaran ini berarti telah mendidik diri sediri agar selalu ikhlas dalam menghadapi berbagai cobaan yang diberikan oleh Allah SWT.[2]
Syaikh Abdur-rahman As-Sa’di dalam tafsirnya mengemukakan kata šúïÎŽÉ9»¢Á9$#  mengandung arti bahwa kesabaran yang tiada terukur. Maksudnya yaitu Allah SWT. pasti akan menguji para hambanya dengan bencana-bencana. Agar menjadi jelas siap diantara hamba itu yang sejati dan pendusta, yang sabar dan berkeluh-kesah. Barangsiapa bersabar, niscaya akan memperoleh pahala. Akan tetapi, pahala ini tidak dapat dicapai, kecuali dengan kesabaran pada saat pertama kali mengalami kegoncangan (karena tertimpa musibah).
Menurut Imam Ibnu Katsir rahimahullah úïÎŽÉ9»¢Á9$# mengandung arti bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwa Dia menguji dan menempa para hamba-Nya. Terkadang (mengujinya) dengan kebahagiaan, dan suatu waktu dengan kesulitan, seperti rasa takut dan kelaparan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui diantaranya hamba-hambanya yang senantiasa sabar.
Sedangkan menurut menurut Ahlul kitab úïÎŽÉ9»¢Á9$#  memiliki artian bahwasannya Allah SWT memerintahkan hambanya untuk meminta pertolongan dengan bersabar dan sholat. Kesabaran akan mendidik jiwa untuk tabah menerima kesulitan, betapapun beratnya karena Allah akan memberikan pertolongan yang menakjubkan. Maka kita dituntut untuk senantiasa selalu sabar dalam menghadapi cobaan tersebut.
Jadi dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa kesabaran dalam menghadapi ujian itu sangat penting. Sabar dalam menghadapi segala aspek kehidupan maupun problematika ekonomi.

b.        Kandungan Ayat
Ujian yang diberikan kepada manusia adalah untuk melatih kesabaran manusia itu sendiri. Kesabaran dalam menghadapi kegagalan dalam usaha, kekurangan makanan, dan problem lain dalam kegiatan ekonomi. Orang yang mengerti tentang akidah islam, tentu akan bersabar dengan sebenar-benarnya, dan yakin bahwa itu semua adalah takdir Allah yang bertujuan untuk menguji kekuatan iman seseorang. Mereka akan tatap berujang di jalan Allah, dan tidak pernah putus asa. Karena mereka yakin jika mereka sabar dalam menghadapi ujian-ujian itu, mereka akan mendapat kebahagiaan yang sejati.
Ayat ini menunjukan bahwa kesabaran merupakan pintu hidayah bagi hati. Dan seorang mukmin membutuhkan kesabaran dalam segala keadaan. Yang lebih penting lagi, saat dilanda berbagai musibah, maka kesabaran benar-benar dituntut untuk selalu dikuatkan keberadaannya. Tidak bisa tidak, karena musibah-musibah yang terjadi tidak lepas dari ketentuan Allah. Sehingga ketidak sabaran, justru akan menggoreskan cacat pada aqidah seseorang dalam menjalani berbagai aspek kehidupan.


2.            QS Al-Baqarah (2):177
* }§øŠ©9 §ŽÉ9ø9$# br& (#q—9uqè? öNä3ydqã_ãr Ÿ@t6Ï% É-ÎŽô³yJø9$# É>̍øóyJø9$#ur £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# ô`tB z`tB#uä «!$$Î/ ÏQöqu‹ø9$#ur ÌÅzFy$# Ïpx6Í´¯»n=yJø9$#ur É=»tGÅ3ø9$#ur z`¿Íh‹Î;¨Z9$#ur ’tA#uäur tA$yJø9$# 4’n?tã ¾ÏmÎm6ãm “ÍrsŒ 4†n1öà)ø9$# 4’yJ»tGuŠø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@‹Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur ’Îûur ÅU$s%Ìh9$# uQ$s%r&ur no4qn=¢Á9$# ’tA#uäur no4qŸ2¨“9$# šcqèùqßJø9$#ur öNÏdωôgyèÎ/ #sŒÎ) (#r߉yg»tã ( tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur ’Îû Ïä!$y™ù't7ø9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏnur Ä¨ù't7ø9$# 3 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y‰|¹ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)­GßJø9$# ÇÊÐÐÈ
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.”


a.       Tafsir Mufradat
Menurut Mustafa Al-Maraghi kata tA$yJø9$#t’tA#uäur memiliki arti dan memberikan harta yang dicintainya. Maksudnya yaitu memberikan harta yang dicintai ke jalan Allah dengan sikap ikhlas serta niat yang baik, karena seseorang tidak bisa menjadi mukmin yang benar jika belum ikhlas memberikan sebagian harta yang dicintainya kepada orang-orang yang membutuhkan.[3]
Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash Shieddieqy dalam tafsir An-Nuur   menyatakan bahwa kata  tbqà)­GßJø9$# $Nèd7Í´¯»s9'ré&ur ( y#qè%y‰|¹  Artinya orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Yang dimaksud dengan taqwa disini yaitu orang yang telah menjadikan adanya perlindungan antara dirinya dengan kemurkaan Allah, dengan cara menjalankan apa yang telah Allah perintahkan dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat atau apa yang telah dilarang_Nya.[4]
Menyetujui pendapat diatas, taqwa dalam surat ini yaitu menjauhi segala perbuatan yang dilarang Allah, dan melaksanakan semua Perintah-Nya. Memilih jalan yang Allah sukai. Slalu mengingat Allah dalam segala aspek kehidupan termasuk pula dalam aktifitas ekonominya yang merupakan suatu hal yang penting bagi kelangsungan hidup manusia.

b.    Kandungan ayat
Dalam ayat ini, telah dijelaskan bahwa orang yang bertaqwa itu bukan dilihat dari menghadap mana ia shalat, tapi dilihat dari perbuatan mereka. Orang yang bertaqwa akan selalu mengerjakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangannya. Akan selalu mengimplementasikan keimanannya dengan baik. Jika dilihat dari aspek ekonomi, orang yang bertaqwa akan memilih jalan ekonomi yang sesuai dengan koridor islam dan berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari kegiatan ekonomi yang dlarang oleh Allah SWT. yakni tidak lupa infak dan membayar zakat serta memanfaatkan hartanya sesuai ketentua Allah.
Dan juga dalam ayat ini menganjurkan bagi umat Muslim untuk beramal shaleh yang mana sangat erat kaitannya denagn iman. Sebaliknya, amal saleh bila tidak didasari dengan iman (bukan karena Allah), maka dosa itu tidak bisa ditebus dengan amal saleh sebesar apapun sehingga perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan tidak akan bernilai (pahala) dan sia-sia serta menjalankan semua ibadah yang telah dianjurkan oleh Allah dengan penuh keikhlasan.


3.             Surat Azd-Dzariyaat (51):  56
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbr߉ç7÷èu‹Ï9 ÇÎÏÈ
Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

a.    Tafsir mufradat
Menurut M. Quraish Shihab dalam buku tafsirnya, kata  Èbr߉ç7÷èu‹Ï9  berarti ibadah, ibadah disini adalah menyembah Allah. Mengerjakan semua yang Allah perintahkan, dan tidak menyembah yang lain kecuali Allah.
Menurut tafsir Teungku Muhammad Hasbi Ash Shieddieqy dalam bukunya menjelaskan bahwa kata br߉ç7÷èu‹Ï9  memiliki makna yakni kita sebagai makhluk ciptaan Allah diperintahkan untuk menyembah-Nya. Oleh karena itu Allah telah memerintahkan kebanyakan manusia dan jin untuk beribadah kepada_Nya sesuai dengan tujuan mereka diciptakan.[5]
Menurut tafsir Al Imam Ibnu Qoyyim Al Jauziyah kata br߉ç7÷èu‹Ï9  yakni beribadah kepada Allah. Yang dimaksud dengan beribadah kepada Allah yakni senantiasa mengenal Allah, menyembah­_Nya, mentauhidkan_Nya, menjadikan semua peribadatan mereka hanya kepada Allah sehingga dapat memberikan keta’atannya kepada Allah dan berdo’a hanya kepadaNya.
Menurut para ahli tafsir yang lainnya menjelaskan bahwa kata br߉ç7÷èu‹Ï9  memiliki makna bahwa Allah tidak menjadikan jin dan manusia melainkan agar mereka tunduk dan merendahkan diri kepada Allah SWT. serta menyuruh mereka untuk mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Menaggapi pendapat diatas, kita dapat memahami bahwa sebagai makhluk Allah kita harus beribadah kepadanya, karna itulah tujuan Allah menciptakan manusia dan juga makhluk lainnya.

b.         Kandungan Ayat
Ayat  di atas sebenarnya memiliki makna yang luas. Namun kita coba mencari kandungan dalam aspek ekonomi. Yang kita harus kita garis bawahi adalah masalah ibadah. Bagaimana hubungannya dengan ekonomi? Perlu kita ketahui bahwa dalam bekerja kita tidakhanya sekedar untuk mencari rezeki untuk menafkahi keluarga. Tetapi ada unsur ibadah didalamnya. Bagaimana tidak, selain dihitung sebagai kewajiban, menafakahi keluarga juga termasuk dalam sedekah. Asalkan bekerja dengan ikhlas dan niat karena Allah, maka itu akan dihitung ibadah. Yang tidak kalah penting agar kegiata ekononmi kita juga dihitung ibadah yaitu cara atau jalan kita untuk mencari rezeki. Hendaknya dengan jalan yang telah Allah perintahakan.


4.             Surat Al-Imran (3): 92
`s9 (#qä9$oYs? §ŽÉ9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB šcq™6ÏtéB 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOŠÎ=tæ ÇÒËÈ
Artinyan: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”

a.    Tafsir Mufradat
Menurut M. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Mishbah, kata (#qà)ÏÿZè? berarti “menafkahkan” dalam artian termasuk menginfaqkan harta dijalan Allah dan dapat pula diartikan bilamana manusia menafkahkan sesuatu yang disukainya kepada orang lain maka hendaknya dilakukan dengan niat yang tulus dan ikhlas serta dengan cara yang baik dan tujuan serta motivasi yang benar.[6]
Sedangkan tafsir menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash Shieddieqy dalam tafsir An-Nuur, kata #qà)ÏÿZè?  maksudnya seseorang tidak akan memperoleh kebajikan dan menjadi orang yang diridhai Allah, mendapatkan limpahan rahmat dan nikmat, serta masuk surga dan terlepas dari azab sebelum membelanjakan atau menafkahkan sebagian dari harta yang dicintainya.[7]
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa membantu orang-orang lemah dan memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat adalah di antara tugas seorang muslimin. Karena Tuhan membandingkan apa yang kita infakkan, maka sebaiknya kita infak sesuatu yang terbaik dan jangan kita bakhil tentang jumlahnya. Termasuk sedekah, hendaknya sedekah atau infaq yang kita keluarkan adalah sesuatu yang sangat kita cintai, dan kita ikhlas memberikannya.

b.    Kandungan Ayat
Dalam ayat ini dijelaskan mengenai kebaikan seseorang belum dikatakan sempurna jika belum mengorbankan apa yang dicintainya. Termasuk dalam hal ekonomi, infaq atau sedekah merupakan hal yang seharusnya dikeluarkan oleh setiap muslim. Karena itu akan membuat kebaikan seseorang yang ingin sempurna dan bertambah kecintaannya terhadap Allah SWT. seseorang yang ingin sempurna kebaikannya akan meninggalkan hal-hal yang berbau dosa dan maksiat. Karena Allah SWT. menegaskan bahwa tanda iman dengan neracanya yang benar adalah mengeluarkan harta yang dicintai ke jalan Allah dengan sikap ikhlas serta niat yang baik.


5.             QS. Huud (11): 6
* $tBur `ÏB 7p­/!#yŠ ’Îû ÇÚö‘F{$# žwÎ) ’n?tã «!$# $ygè%ø—Í‘ ÞOn=÷ètƒur $yd§s)tFó¡ãB $ygtãyŠöqtFó¡ãBur 4 @@ä. ’Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7•B ÇÏÈ
Artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”

a.    Tafsir Mufradat
Kata $ygè%ø—Í‘ «!$#’n?tãyang artinya Allah-lah yang memberi rezkinya, sebagaimana ditafsirkan oleh pakar bahasa Arab Ibnu Faris, berarti pemberian untuk waktu tertentu. Kemudian berkembang menjadi pangan, pemenuhan kebutuhan, hujan dan lain-lain. Sementara para pakar membatasi pengertian rezeki pada pemberian yang bersifat halal, sehingga yang haram tidak termasuk rezeki.
Menurut tafsir Ahmad Musthofa Al-Maraghi, kata $ygè%ø—Í‘ «!$#’n?tã memiliki makna bahwasannya tidak ada makhluk dari jenis manapun diatas Bumi kecuali rezekinya ditanggung oleh Allah, tidak ada bedanya tentang hal itu, baik biatang-binatang kecil yang tidak bisa dilihat mata kepala, sedang, atau bertubuh besar. Demikian pula, Allah telah memberikan kepada masing-masing penciptaan_Nya yang sesuai dengan penghidupannya. [8]
Sedangkan kata $ygè%ø—Í‘ «!$#’n?tã  menurut tafsir Teungku Muhammad Hasbi Ash Shieddieqy dalam bukunya Tafsir An-Nuur memiliki arti bahwa Allah yang menanggung rezekinya. Maksudnya, Allah memudahkan semua makhluknya itu mencari rezeki dan menunjukinya usaha-usaha yang mendatangkan rezeki serta menjanjikan bahwa semua makhluk ciptaan-Nya akan mendapatkan rezeki yang sepadan dengan dirinya.[9]
Dari beberapa pendapat diatas kita dapat memahami hakekat rezeki yang benar. Kita harus tahu bahwa rezeki yang tersebar didunia ini bukan hanya untuk manusia, tetapi untuk makhluk Allah yang lain, termasuk binatang. Kemudian untuk rezeki yang halal dan yang haram dapat kita artikan bahwa rezeki yang haram itu tetap saja disebut rezeki. Hanya saja rezeki yang haram itu adalah rezeki yang tidak berkah, sedangkan yang halal itu rezeki yang berkah.

b.    Kandungan Ayat
Kandungan ayat dalam surat ini yaitu semua makhluk Allah telah diatur rezekinya oleh Allah. Kita harus menerima semua rezeki yang telah Allah karuniakan dan mensyukurinya. Rezeki yang ada dibumi ini tidak hanya untuk manusia saja, melainkan untuk makhluk Allah yang lain seperti binatang. Kita hendaknya tidak semena-mena menggunakan sumber daya yang ada, hingga membuat kehidupan binatang menjadi terusik. Sebagai orang yang telah mengetahui Islam, hendaknya kita memilih rezeki yang berkah, agar hidup kita juga menjadi berkah.


6.     QS Al-An’am (6): 151

* ö@è% (#öqs9$yès? ã@ø?r& $tB tP§ym öNà6š/u‘ öNà6øŠn=tæ ( žwr& (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«ø‹x© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ( Ÿwur (#þqè=çFø)s? Nà2y‰»s9÷rr& ïÆÏiB 9,»n=øBÎ) ( ß`ós¯R öNà6è%ã—ötR öNèd$­ƒÎ)ur ( Ÿwur (#qç/tø)s? |·Ïmºuqxÿø9$# $tB tygsß $yg÷YÏB $tBur šÆsÜt/ ( Ÿwur (#qè=çGø)s? š[øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ö/ä3Ï9ºsŒ Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ ÷/ä3ª=yès9 tbqè=É)÷ès? ÇÊÎÊÈ
Artinya: “Katakanlah: Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut kemiskinan, kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).”

a.         Tafsir Mufradat
Menurut tafsir Asy Syaikh Ibnu Utsaimin kata Ÿ (#þqè=çFø)s?w memiliki makna bahwa membunuh anak dalam bentuk apapun diharamkan. Maksudnya yakni menjelaskan kebiasaan orang-orang jahiliah dahulu dimana mereka membunuh anak-anak mereka dikarenakan takut miskin dan takut mendapat celaan dikemudian hari. Hal ini merupakan larangan Allah yang sangat keras karena bagaimanapun Allah telah menjamin rejeki hamba-hamba_Nya.
Kata (#þqè=çFø)s?w yang menurut tafsir Ahmad Musthafa Al-Maraghi artinya haram untuk membunuh, dalam ayat diatas diartikan sebagai larangan dari Allah SWT. mengenai haram untuk membunuh anak dalam alasan apapun dan dimana ketentuan itu adalah dari Allah, serta ketentuan itu harus ditaati oleh setiap hamba_Nya. Di dalamnya terdapat beberapa larangan yang harus dijauhi, agar hidup manusia selalu berada dalam ridho illahi. [10]
Jadi dapat diketahui bahwasannya Allah melarang hamba_Nya membunuh anaknya dengan alasan takut miskin, sesungguhnya Allah telah menjanjikan rezeki pada setiap orang. Sebagai seorang muslim yang beriman tidaklah sepatutnya kita melakukan perbuatan tercela itu. Karena dalam menjalani berbagai kehidupan kita terutama aktifitas ekonomi tentunya kita harus senantiasa bernaung pada aqidah. Dengan demikian maka aktifitas yang kita lakukan akan mendapat ridho dari Allah SWT.
b.    Kandungan Ayat
Dalam ayat ini Allah SWT. telah memberikan penjelasan tentang beberapa yang diharamkan atau yang dilarang. Kita semua diperintahkan untuk menjauhi laranga tersebut. Karena jika kita menjauhi larangan tersebut, hidup kita akan menjadi berkah dan selalu dalam ridho_Nya. Menjauhi perbuatan keji yang nampak dan tersembunyi. Perkara-perkara larangan itu ditunjukkan oleh Allah  agar kita dapat memahaminya, dan selalu berhati-hati dalam bekerja untuk mencari rezeki. Oleh karena itu, tidak sepantasnya jika hanya takut miskin maka seseorang membunuh anaknya. Karena rezeki telah ditetapkan oleh Allah kepada masing-masing hamba_Nya.


7.              QS. Al-Isra’ (17): 31

Ÿwur (#þqè=çGø)s? öNä.y‰»s9÷rr& spu‹ô±yz 9,»n=øBÎ) ( ß`øtªU öNßgè%ã—ötR ö/ä.$­ƒÎ)ur 4 ¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%Ÿ2 $\«ôÜÅz #ZŽÎ6x. ÇÌÊÈ
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”

a.    Tafsir Mufradat
Kata (#þqè=çGø)s?w  menurut M. Quraish Shihab ditafsirkan sebagai larangan membunuh. Allah SWT. menciptakan makhluknya dengan segala ketentuan. Seperti hidup, mati, juga rezekinya. Oleh karena itu, kita dilarang membunuh karena takut miskin. [11]
Menurut tafsir Teungku Muhammad Hasbi Ash Shieddieqy, kata  (#þqè=çGø)s?w mengandung arti bahwa kita dilarang untuk membunuh karena takut akan jatuh miskin. Yang dimaksud disini adalah bahwa laragan untuk membunuh bayi-bayi perempuan karena Allah yang memberi rizki kepada mereka. Oleh karena itu, kita dilarang untuk takut miskin dengan alasan anak perempuan tidak mampu mencari rezeki.[12]
Mari kita perhatikan secara detail, Allah melarang kita untuk membunuh, karena benar manusia telah ditentukan rezekinya oleh Allah. Karena membunuh adalah dosa besar.

b.    Kandungan Ayat
Diatas sudah jelas bahwa Allah melarang kita membunuh anak-anak itu. Karena Allah telah menanggung rezekinya. Hidup, mati, dan juga rezeki telah Allah gariskan. Seharusnya kita menjaga anak-anak kita dengan sebaik-baiknya, dan menjadikan mereka motivasi untuk mencari rezeki, bukan merampas hidupnya karena ketakutan akan kemiskinan. Allah akan memberikan jalan rezeki kepada setiap orang yang mau berusaha. Kita harus ingat bahwa dengan membunuh anak kita, bukan berarti kita akan mudah untuk mencari rezeki, bisa jadi kita akan tambah susah karena dosa besar yang telah kita lakukan.

B.    Munasabah Ayat
Di dalam QS. Al-Baqarah ayat 115 ini mengandung makna Allah memberikan ujian kepada manusia agar mereka bersabar. Bersabar dalam menghadapi kegagalan dalam berusaha, kekurangan bahan makanan dan lain-lain. Harusnya kita tidak putus asa dalam menghadapi kegagalan dan tidak pula menyalahkan takdir.
Kemudian dalam ayat 177 dijelaskan pula bahwa orang yang sabar akan senantiasa meningkatkan keyakinannya dan ketaqwaan kepada Allah. Menjauhi segala perbuatan dan pekerjaan yang dilarang Allah. Sehingga ketaqwaannya akan bertambah tinggi. Yang dalam surah adz-dzariyat ayat 56 telah Allah jelaskan bahwa manusia dan jin diciptakan untuk beribadah. Orang yang bertaqwa akan mengimplementasikan keimanannya dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam ekonomi. Ia akan menganggap bahwa pekerjaan yang ikhlas termasuk ibadah. Sehingga ia akan mencari rezeki dengan jalan yang halal.
Selanjutnya dalam surah al-imran ayat 92, bahwa ibadah yang baik akan berpengaruh pada tingkah laku manusia, dimana akan membentuk kebajikan. Kemudian kebajikan yang sempurna akan membuat orang menjadi tentram. Mereka akan suka menolong sesama, dan memberikan sesuatu yang baik. Sehingga Allah akan memberkahi semua rezeki yang ia peroleh. Seperti dalam surah al-hud ayat 6, bahwa rezeki yang baik adalah yang diperoleh dengan jalan yang halal (diridhoi Allah). Orang yang beriman akan mengerti bahwa rezeki yang ada di bumi ini juga diperuntukkan untuk makhluk lain termasuk binatang. Sehingga mereka akan menjaga kelangsungan hidup lingkungan.
Allah orang yang memiliki akidah yang baik akan senantiasa menjauhi larangan itu jika dikerjakan akan dihitung dosa. Kemudian diperjelas dalam surah al-isra’ ayat 31, bahwa yang termasuk dosa (besar) salah satunya adalah membunuh. kita dilarang membunuh anak-anak kita, karena mereka juga memiliki hak untuk hidup. Allah telah menentukan rezeki untuk anak-anak kita. Oleh karena itu kita dilarang membunuhnya. Seharusnya sebagai seorang muslim hendaknya kita dijadikan anak-anak kita sebagai motivasi untuk mencari rezeki yang halal dan diberkahi oleh Allah SWT.
Jadi, maksud dari tema di atas yakni bahwasannya dalam menjalani segala aspek kehidupan, aqidah merupakan suatu yang hal sangat penting. Karena dengan adanya aqidah segala aktifitas kita akan dibentengi agar tidak keluar dari apa yang telah di syari’atkan Islam. Aqidah mengajarkan kepada kita agar menjalani aktifitas ekonomi diharuskan untuk selalu sabar dalam menghadapi berbagai hambatan, dengan demikian maka keimanan dan ketaqwaan akan bertambah. Berkaitan dengan hal itu dengan dilandasi aqidah maka kita hanya akan beribadah kepada Allah dan menjauhi larangan_Nya serta mengerjakan aktivitas ekonomi dalam upaya mencari rezeki yang halal dengan penuh keikhlasan.
Bukan hanya itu, dengan adanya aqidah dalam aktifitas ekonomi maka kita tidak akan menyesal untuk menginfaqkan sebagian harta kepada orang-orang yang membutuhkan. Karena sesungguhnya rezeki yang telah diberikan oleh Allah itu diperuntukkan oleh semua makhluk_Nya serta dengan demikian maka kita akan lebih dekat dengan karunia Allah yang lain.

C.          Peran Aqidah Terhadap Aktifitas Ekonomi
Islam memandang bahwa semua bentuk aktifitas ekonomi adalah bagian dari mu’amalah dan mu’amalah sendiri termasuk bagian dari syari’ah, yang mana satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan yakni keseluruhannya berkaitan dengan aqidah dan akhlaq. Aqidah merupakan suatu bentuk pembenaran di dalam hati terhadap suatu hal yang setiap manusia lakukan, dalam hal ini adalah iman kepada Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal ini maka setiap manusia dituntut untuk menjalankan segala perintah_Nya dan menjauhi segala larangan_Nya.
Dalam aktifitas ekonomi, aqidah menjadi sebuah alat kontrol terhadap hal – hal yang tidak sesuai dengan syari’at Islam. Sebagai contoh aplikasinya yakni menghindari mencari rizki yang tidak halal. Di dalam menghindari sesuatu yang dilarang oleh agama cukup penting bagi seseorang yang imannya masih sering berfluktuasi atau labil. Hal ini utuk mencegah agar tidak terjebak dalam hal-hal yang dapat merugikan baik di dunia maupun di akhirat.
Aktifitas ekonomi yang berlandaskan aqidah menjamin terwujudnya kemaslahatan dan kebaikan perekonomian untuk masyarakat luas –bukan hanya masyarakat muslim. Hal ini, karena ekonomi dalam pandangan Islam merupakan sarana dan fasilitas yang dapat membantu pelaksanaan ibadah dengan sebaik-baiknya. Aktifitas ekonomi yang demikian dilaksanakan oleh pelaku-pelaku ekonomi yang selalu merasakan kehadiran dan pengawasan Allah SWT, sehingga selalu berhias dan menjunjung tinggi akhlak yang terpuji, keadilan, bebas dari segala tekanan untuk meraih kebaikan hidup yang diridhai Allah SWT dunia dan akhirat. Aqidah mengarahkan aktifitas perekonomian dalam bingkai yang sesuai dengan syari’at Islam.
Dalam praktiknya, kegiatan ekonomi hendaknya dimanifestasikan dalam kegiatan perekonomian yang menjunjung tinggi dan dibingkai oleh aqidah. Hanya dengan menjunjung tinggi aqidah maka kebaikan, kemaslahatan dan kesejahteraan manusia akan terwujud. Hal ini dikarena aktifitas ekonomi dalam pandangan aqidah merupakan sarana dan fasilitas yang dapat membantu pelaksanaan ibadah dengan sebaik-baiknya.



[1] Quraish, M. Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm.
[2] Musthafa, Ahmad Al-Maraghi, hlm. 32
[3] Ibid., hlm. 90
[4] Muhammad, Teungku Hasbi Ash Shieddieqy, Tafsir An-Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2006) hlm.
[5] Ibid., hlm.
[6] Quraish, M. Shihab, op.cit., hlm. 142-143
[7] Muhammad, Teungku Hasbi Ash Shieddieqy, op. cit., hlm.

[8] Musthafa, Ahmad Al-Maraghi, op. cit., hlm.
[9] Muhammad, Teungku Hasbi Ash Shieddieqy, op. cit., hlm.
[10] Musthafa, Ahmad Al-Maraghi, op. cit., hal.
[11] Quraish, M. Shihab, op.cit., hlm. 455-456
[12] Muhammad, Teungku Hasbi Ash Shieddieqy, op. cit., hlm.

0 komentar:

Copyright © 2012 Memo of Me.