BAB II
PEMBAHASAN
Bank
Pengertian Bank
Pengertian bank menurut Undang-undang No.10 tahun 1998 sebagai
berikut:
Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sedangkan
menurut Kasmir (2003:2) bank didefinisikan
sebagai berikut:
”Bank diartikan sebagai
lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan
jasa-jasa bank lainnya”.
Dan
menurut Stuart Verryn yang dikutip
oleh Hasibuan (2000:2) yang disebut
bank sebagai berikut:
”Bank is company,
who satisfied other people by giving a credit with the money accept as a gamble
to the other, eventhough they should supply the new money.”
Yang artinya bank adalah badan usaha yang wujudnya
memuaskan keperluan orang lain, dengan memberikan kredit berupa uang yang
diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan jalan mengeluarkan uang baru
kertas/logam.
2.1.1.1. Fungsi
Bank
Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana
dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai
tujuan atau sebagai financial
intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank menurut Susilo,dkk. (2000:6) sebagai berikut:
1.
Agent of Trust (Jasa dengan kepercayaan)
Dasar utama perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal menghimpun dana maupun
penyaluran dana. Masyarakat mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi
unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan
oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik oleh bank. Pihak bank sendiri akan
mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat dengan
dilandasi unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan
menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mempunyai kemampuan untuk membayar
pada saat jatuh tempo, dan juga bank percaya bahwa debitur mempunyai niat baik
untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.
2.
Agent of Development (Jasa untuk
pembangunan)
Sektor dalam kegiatan
perekonomian masyarakat yaitu sektor moneter dan sektor riil. Kedua sektor
tersebut tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi satu dengan yang lain. Sektor riil tidak akan berkinerja dengan
baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Tugas bank sebagai
penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan
perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat
melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat
semua kegiatan investasi, distribusi, konsumsi selalu
berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan
investasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan
perekonomian masyarakat.
3.
Agent of Service (Jasa Pelayanan)
Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran
dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada
masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan
perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat
berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian
jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan.
Sedangkan tiga fungsi utama bank menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2002:68)
sebagai berikut:
1.
Bank sebagai lembaga yang
menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan.
2.
Bank
sebagai lembaga yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit.
3.
Bank
sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan peredaran uang.
2.1.1.2. Jenis-Jenis Bank
Dalam praktiknya perbankan di
Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis perbankan seperti yang diatur dalam
undang-undang Perbankan. Menurut Kasmir
(2003:20) jenis-jenis perbankan dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
segi fungsi, segi kepemilikannya, segi status dan segi cara menentukan harga.
1.
Jenis-Jenis Bank dilihat dari Fungsinya
Menurut Undang-undang
Pokok Perbankan nomor 14 tahun 1967 yang dikutip oleh Kasmir (2003:20) jenis perbankan menurut fungsinya terdiri dari:
1. Bank Umum
2. Bank Pembangunan
3. Bank Tabungan
4. Bank Pasar
5. Bank Desa
6. Lumbung Desa
7. Bank Pegawai
8. Dan_Bank_Jenis_lainnya.
Pengertian Bank Umum dan Bank
Perkreditan rakyat (BPR) sesuai dengan Undang-undang
No.10 tahun 1998 sebagai berikut:
Bank
Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembiayaan. Sifat yang diberikan adalah umum,
dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan
wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah. Bank umum sering disebut
dengan bank komersil (commercial bank).
Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya disini kegiatan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) jauh lebih sempit dibandingkan dengan kegiatan bank
umum.
2.
Jenis-Jenis Bank dilihat dari Segi
Kepemilikannya
Di samping dapat dilihat dari
segi fungsinya, bank juga dapat dilihat dari segi kepemilikannya. Maksudnya adalah siapa-siapa yang saja yang memiliki bank tersebut.
Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang
dimiliki bank yang bersangkutan. Jenis bank tersebut sebagai berikut:
a. Bank milik pemerintah
Bank milik
pemerintah merupakan bank akte pendirian maupun modal bank ini sepenuhnya
dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank ini
dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik pemerintah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank
Negara Indonesia 46 (BNI).
Di samping
itu, terdapat juga Bank Pemerintah Daerah (BPD) yang modalnya sepenuhnya oleh Pemda masing-masing tingkatan. Sebagai contoh BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Barat, BPD Sumatra Utara, dan_BPD_lainnya.
b. Bank milik swasta nasional
Bank milik
swasta nasional merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya
dimiliki oleh swasta nasional. Hal ini dapat diketahui dari akte pendiriannya
didirikan oleh swasta sepenuhnya, begitu pula dengan pembagian keuntungannya
untuk swasta pula. Contoh bank milik swasta antara lain Bank Muamalat, Bank Central Asia, dan lain-lain.
c. Bank milik koperasi
Bank milik
koperasi merupakan bank yang kepemilikan saham-sahamnya dimiliki oleh
perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Sebagai contoh adalah Bank Umum
Koperasi Indonesia (Bank Bukopin).
d. Bank milik asing
Bank milik
asing merupakan bank yang kepemilikannya 100% oleh pihak asing (luar negeri) di
Indonesia. Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri,
baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Sebagai contoh dari bank milik asing
antara lain ABN AMRO bank, Deutsche Bank, American Express Bank, Bank of America, Bank of Tokyo, dan lain-lain.
e. Bank milik campuran
Bank milik campuran merupakan bank yang sahamnya
dimiliki oleh 2 belah pihak yaitu negeri dan luar negeri. Artinya, kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak
asing dan pihak swasta nasional. Komposisi kepemilikan saham secara mayoritas
dipegang oleh warga negara Indonesia. Contoh bank campuran sebagai berikut Sumitomo Niaga Bank, Bank Merincorp, Bank Sakura Swadarma, Bank Finconesia, Mitsubishi Buana Bank, dan
lain-lain.
3.
Jenis-Jenis Bank dilihat dari Segi Status
Jenis bank yang ketiga adalah
dilihat dari segi status bank tersebut. Artinya, jenis
ini dilihat dari segi kemampuannya melayani masyarakat, terutama bank umum.
Pembagian jenis ini disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status
bank tersebut. Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank
dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas
pelayanannya. Jenis bank
dilihat dari segi status, yaitu:
a. Bank devisa
Bank devisa merupakan bank
yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan
mata uang asing secara keseluruhan. Contoh transaksi ke luar negeri, travellers cheque, pembukaan dan
pembayaran Letter of Credit (L/C) dan
transaksi luar negeri lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini
ditentukan oleh Bank Indonesia.
b. Bank non-devisa
Bank non-devisa merupakan bank
yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa,
sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi,
bank non-devisa merupakan kebalikan daripada bank devisa, dimana transaksi yang
dilakukan masih dalam batas-batas negara (dalam negeri).
4.
Jenis-Jenis Bank dilihat dari Segi Cara
Menentukan Harga
Dalam menentukan harga, baik
harga jual maupun harga beli saat ini bank terbagi ke dalam dua kelompok besar,
yaitu:
a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional
(Barat)
Mayoritas bank yang berkembang
di Indonesia dewasa ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip
konvensional. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua
metode, yaitu:
1). Menetapkan sebagian harga, untuk produk
simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk
produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga
tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based.
2). Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan
konvensional (barat) menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam
nominal atau persentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan
istilah fee based.
b. Bank yang berdasarkan Prinsip Syariah
(Islam)
Bagi bank yang berdasarkan
Prinsip Syariah dalam penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank
berdasarkan Prinsip Konvensional. Bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah
aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan
dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Dalam menentukan
harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan Prinsip Syariah
sebagai berikut:
1). Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah);
2). Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah);
3). Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah);
4). Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah);
5). atau dengan adanya pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
2.1.1.3. Kegiatan-Kegiatan Bank
Dalam melaksanakan kegiatannya
bank dibedakan antara kegiatan bank umum dengan kegiatan bank perkreditan
rakyat. Kegiatan bank umum lebih luas dari bank perkreditan rakyat. Artinya
produk ditawarkan oleh bank umum lebih beragam, hal ini disebabkan bank umum
mempunyai kebebasan untuk menentukan produk dan jasanya. Bank Perkreditan
Rakyat mempunyai keterbatasan tertentu, sehingga kegiatannya lebih sempit.
Adapun kegiatan-kegiatan perbankan menurut Kasmir
(2003:30) sebagai berikut:
1. Kegiatan-kegiatan Bank Umum
a. Menghimpun dana (Funding)
Kegiatan menghimpun dana
merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal juga
dengan kegiatan funding. Kegiatan
membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan.
Jenis-jenis simpanan yang ada adalah:
1) Simpanan Giro (Demand Deposit)
Simpanan giro merupakan
simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan dengan menggunakan cek
atau bilyet giro.
2) Simpanan Tabungan (Saving Deposit)
Merupakan simpanan pada bank
yang penarikan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh bank. Penarikan
tabungan dilakukan menggunakan buku tabungan, slip penarikan, kuintasi, atau
kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
3) Simpanan Deposito (Time Deposit)
Deposito merupakan simpanan
yang memiliki jangka waktu tertentu (jatuh tempo). Penarikannya pun dilakukan
sesuai jangka waktu tersebut. Namun saat ini sudah ada bank yang memberikan
fasilitas deposito yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat. Dalam praktiknya jenis deposito terdiri
dari deposito berjangka, sertifikat deposito, dan deposito on call.
b. Menyalurkan dana (Lending)
Menyalurkan dana merupakan
kegiatan menjual dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Kegiatan ini
dikenal dengan nama kegiatan Lending.
Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank dilakukan melalui pemberian pinjaman
yang dalam masyarakat dikenal dengan nama kredit. Secara umum jenis kredit
meliputi:
1) Kredit Investasi
Yaitu kredit yang diberikan
kepada pengusaha yang melakukan investasi atau penanaman modal. Biasanya kredit
jenis ini memiliki jangka waktu yang relatif panjang yaitu di atas satu tahun.
Contoh jenis kredit ini adalah kredit untuk membangun pabrik atau membeli
peralatan pabrik seperti mesin-mesin.
2) Kredit Modal Kerja
Yaitu kredit yang digunakan
sebagai modal usaha. Biasanya kredit jenis ini berjangka waktu pendek yaitu
tidak lebih dari satu tahun. Contoh kredit jenis ini adalah untuk membeli bahan
baku, membayar gaji, dan modal kerja lainnya.
3) Kredit Perdagangan
Yaitu kredit yang diberikan
kepada para pedagang dalam rangka memperlancar atau memperluas atau memperbesar
kegiatan perdagangannya. Contoh kredit perdagangan adalah kredit untuk membeli
barang dagangan yang diberikan kepada para suplier.
c. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (Services)
Sekalipun sebagai kegiatan
penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi bank dan
nasabahnya, bahkan kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak
sedikit bagi keuntungan bank. Dalam praktiknya jasa-jasa bank yang ditawarkan
meliputi:
1) Kiriman Uang (Transfer)
2) Kliring (Clearing)
3) Inkaso (Collection)
4)
Safe Deposit Box
5) Bank
Card (Kartu kredit)
6)
Bank Notes
7) Bank Garansi
8)
Bank Draft
9)
Letter of Credit (L/C)
10)
Cek Wisata (Travellers Cheque)
11) Menerima setoran-setoran, antara lain:
a) Pembayaran pajak
b) Pembayaran telepon
c) Pembayaran air
d) Pembayaran listrik
e) Pembayaran uang kuliah
12) Melayani pembayaran-pembayaran, antara
lain:
a)
Membayar
Gaji/Pensiun/Honorarium
b)
Pembayaran deviden
c)
Pembayaran kupon
d)
Pembayaran bonus/hadiah
13) Bermain di dalam pasar modal, antara lain:
a) Penjamin emisi (underwriter)
b) Penjamin (guarantor)
c) Wali amanat (trustee)
d) Perantara perdagangan efek (pialang/broker)
e) Pedagang efek (dealer)
f) Perusahaan pengelola dana (invesment company)
g) Dan jasa-jasa lainnya.
2. Kegiatan-kegiatan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR)
Kegiatan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) pada dasarnya sama dengan kegiatan Bank Umum, hanya yang menjadi
perbedaan adalah jumlah jasa bank yang dilakukan BPR jauh lebih sempit.
Kegiatan BPR meliputi sebagai berikut:
- Menghimpun
dana hanya dalam bentuk:
1) Simpanan Tabungan
2) Simpanan Deposito
- Menyalurkan
dana dalam bentuk:
1) Kredit Investasi
2) Kredit Modal Kerja
3) Kredit Perdagangan
Karena keterbatasan yang
dimiliki oleh BPR, maka terdapat beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan
oleh BPR. Larangan tersebut meliputi:
- Menerima
Simpanan Giro
- Mengikuti
Kliring
- Melakukan
Kegiatan Valuta Asing
- Melakukan
Kegiatan Perasuransian
3. Kegiatan-kegiatan Bank Campuran dan Bank
Asing
Kegiatan-kegiatan bank
campuran dan bank asing yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Dalam
mencari dana bank asing dan bank campuran dilarang menerima simpanan dalam
bentuk simpanan tabungan.
- Kredit
yang diberikan lebih diarahkan ke bidang-bidang tertentu seperti:
1) Perdagangan Internasional
2) Bidang Industri dan Produksi
3) Penanaman Modal Asing/Campuran
4) Kredit yang tidak dapat dipenuhi oleh bank
swasta nasional.
c. Untuk jasa-jasa bank lainnya juga dapat
dilakukan oleh bank campuran dan bank asing sebagaimana layaknya bank umum yang
ada di Indonesia seperti berikut:
1) Jasa Transfer
2) Jasa Kliring
3) Jasa Inkaso
4) Jasa Jual Beli valuta Asing
5) Jasa Bank
Card
6) Jasa Bank
Draft
7) Jasa Safe
Deposit Box
8) Jasa Pembukaan dan Pembayaran L/C
9) Jasa Bank Garansi
10) Jasa Referensi Bank
11)
Jasa Jual Beli Travellers Cheque
12) dan jasa bank umum lainnya.
2.1.2.
Assets and Liabilities
2.1.2.1. Pengertian Assets
Menurut Hendriksen
yang dialihbahasakan oleh Herman
Wibowo (2002:6) memberikan definisi assets
sebagai berikut :
“Assets adalah
sumber-sumber ekonomi dari suatu perusahaan yang diukur dan diakui sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (termasuk) beban tertentu yang
ditangguhkan yang tidak merupakan sumber daya”.
Sedangkan menurut Standar
Akuntansi Keuangan (2004:19)
mengenai Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan,
definisi asset adalah :
“Sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai
akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dimasa depan
diharapkan akan diperoleh perusahaan”.
2.1.2.2. Pembagian Assets
Pembagian asset dapat diklasifikasikan dalam current assets, fixed assets serta intangible assets, dari
klasifikasi tersebut dalam perbankan terbagi atas dua bagian penting yaitu :
- Non Earning Asset (aktiva tidak produktif)
Penanaman atau pengalokasian dana bank ke dalam bentuk
aktiva yang tidak memberikan hasil bagi bank. Komponen dasar dalam bentuk
aktiva tidak produktif ini terdiri atas :
1.
Primary Reserve
Dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas wajib minimum bank, terdiri dari :
·
Kas
·
Giro pada Bank Indonesia
2.
Penanaman dana dalam Aktiva
Tetap dan investasi
Penanaman dana ini umumnya berasal dari modal awal dan
dari cadangan modal bank.
- Earning Asset (aktiva produktif)
Aktiva produktif atau earning asset adalah semua aktiva dalam rupiah
maupun valuta asing yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk memperoleh
penghasilan sesuai dengan fungsinya. Komponen aktiva produktif terdiri dari
a. Secondary Reserve
Terbagi atas
:
·
Giro pada bank lain
·
Penempatan pada bank lain
·
Surat-surat berharga
b.
Kredit yang diberikan
c.
Penyertaan ( investasi dana
jangka panjang )
2.1.2.3. Pengertian Liabilities
Menurut Hendriksen
yang dialihbahasakan oleh Herman
Wibowo (2002:7) mendefinisikan kewajiban (liabilities) sebagai :
“Kewajiban (obligation)
ekonomi suatu badan usaha yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum”.
Sedangkan menurut Standar
Akuntansi Keuangan (2004:19)
mengenai Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan,
definisi kewajiban adalah:
“Hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa
masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber
daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi”.
Penyelesaian kewajiban masa kini biasanya melibatkan
perusahaan untuk mengorbankan sumber daya yang memiliki manfaat masa depan demi
untuk memenuhi tuntutan pihak lain. Penyelesaian kewajiban yang ada sekarang
dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan :
a)
Pembayaran kas
b)
Penyertaan aktiva lain
c)
Pemberian jasa
d)
Penggantian kewajiban tersebut
dengan kewajiban lain, atau
e)
Konversi kewajiban menjadi
ekuitas
2.1.3.
Asset and Liability Management
2.1.3.1. Assets and Liability
Management
Manajemen aktiva-pasiva (Assets-Liability Management) bank merupakan fokus utama dalam
manajemen dana bank. Proses manajemen ini bervariasi dari satu bank dengan bank
lainnya dan sangat dipengaruhi oleh jenis dan ukuran bank.
Menurut John. A. Haslem yang dikutip oleh Dahlan Siamat (2004:142) menjelaskan
bahwa :
“Assets-liabilities
management merupakan koordinasi hubungan timbal balik antara sumber-sumber
dan penggunaan dana berdasarkan keputusan dan rencana jangka pendek”.
Pengertian Asset Liability Management adalah suatu
proses perencanaan dan pengawasan operasi perbankan yang terkoordinasi secara
konsekwen dijalankan dengan selalu memperhatikan perkembangan faktor-faktor
yang mempengaruhi operasi perbankan. Jadi Asset
Liability Management merupakan proses managerial untuk membangun dan
mengevaluasi secara keseluruhan tujuan organisasi. Kebijaksanaan dan strategi
berdasarkan faktor yang meliputi faktor-faktor sebagai berikut :
-
Faktor lingkungan
-
Faktor kesempatan di pasar
-
Resiko
Penerapan Asset Liability Management berupa berbagai
kegiatan penciptaan asset
(pemanfaatan dana) dan penciptaan liability (pengerahan dana). Untuk
merencanakan Asset Liability Management diperlukan
suatu Committee yaitu ALCO (Asset and Liability Committee Organization),
seperti yang dikatakan oleh Dahlan
Siamat (2004:35)
“Dengan dibentuknya ALCO, maka komite inilah yang
bertugas dan bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan dan kebijakan
dalam pengelolaan aktiva-pasiva bank.”
Menurut Bambang
Djinarto (2000:2) Asset Liability
Management merupakan suatu proses manajemen bank yang penting karena :
1.
Tingginya kemampuan ALMA dapat menampilkan
tingkat kinerja bank yang sangat baik.
2.
Lemahnya kebijakan dan
pengendalian ALMA
dapat menimbulkan turunnya tingkat kinerja bank yang bersangkutan.
3.
Kecerobohan dalam kebijakan dan
pengendalian ALMA
dapat mengakibatkan kehancuran bank.
Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan diatas
dapat disimpulkan secara singkat bahwa tujuan ALMA adalah untuk memaksimalkan laba atau
pendapatan dengan mengendalikan resiko agar tetap dalam batas tertentu.
Dari tujuan utama ini dapat diuraikan beberapa tujuan lagi, antara
lain :
- Untuk memperoleh pendapatan yang
maksimal bagi para pemegang saham
- Untuk menyediakan kas dan aktiva
lancar lainnya dalam jumlah yang memadai
- Untuk menyimpan/menyisihkan
sejumlah cadangan untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi
Pengelolaan ALMA
yang bergabung dalam komite (ALCO) bertanggung jawab untuk pengerahan dana
dalam rangka mendukung pengembangan asset
bank. Tujuan pokok dari Asset Liability
Management (ALMA) adalah untuk menstruktur portofolio aktiva dan pasiva
secara konsisten dalam rangka memaksimalkan keuntungan bagi pihak bank.
Beberapa faktor yang menyebabkan peranan Asset
Liability Management semakin penting antara lain :
- Tingkat bunga yang sangat mudah
berubah-ubah
- Meningkatnya biaya operasional
- Terjadinya perubahan struktur
sumber dana
- Meningkatnya kebutuhan modal
- Terjadinya perubahan komposisi asset
- Persaingan yang semakin tajam
- Cepatnya perkembangan teknologi
yang mempengaruhi sistem informasi manajemen
- Meningkatnya pengakuan lembaga
perbankan sebagai suatu sistem
- Meningkatnya penekanan atas
penilaian performance bank
- Krisis dan ketersediaan dana di
pasar uang
Pihak-pihak yang
terlibat dalam proses pengelolaan Asset
Liability Management bertugas untuk mempersiapkan data atau informasi yang
disampaikan kepada ALMA Sport Group
yang nantinya akan dibuat suatu ringkasan, analisis dan kesimpulan.
2.1.3.2. Ruang Lingkup Assets
and Liability Management
Menurut Selamet Riyadi (2006:21) ruang lingkup Assets and Liability Management dilihat secara sempit meliputi:
a)
Terfokus pada penyebaran fungsi
Assets and Liability Management yaitu
:
§ Asset Management
§ Liability Management
§ Capital Management
b)
Tujuannya adalah untuk
mengoptimalkan perbedaan waktu antara pendapatan di sisi asset dengan biaya bunga atas dana.
c)
Penyebaran tiap tindakan
manajemen:
§ Misalnya Net Interest Margin
yang merupakan persentase hasil bunga terhadap total asset atau terhadap total
earning assets.
§ Spread yang dikehendaki atas interest
yang ditetapkan.
Namun, jika dilihat secara luas
menurut Selamet
Riyadi (2006:21-22) ruang
lingkup Assets
and Liability Management adalah:
a)
Sebagai pedoman kebijakan bank
yang akan datang
b)
Peningkatan dana untuk
mengakomodasikan kebutuhan yang telah direncanakan
c)
Pengalokasian dana di antara
kas, aktiva produktif dan fasilitas kantor
d)
Positioning the Bank yang dapat mengadopsi peningkatan profit apakah untuk kondisi yang
akan datang bias meningkat.
2.1.3.3. Implementasi Assets and
Liability Management
Menurut Selamet Riyadi (2006:22) Implementasi Assets and Liability Management dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut dengan cara-cara antara lain:
a)
Liquidity ratio, target dan limit,
meliputi:
-
Primary Reserve
-
Secondary Reserve
b)
Maturity gap targets and ranges
c)
Funds placement Guidelines
d)
Foreign exchange position, target and stop limits
-
buy currency
-
sell currency
e)
Balance Shet structure
-
Growth
-
mix
f)
Earning and performance Goals
-
Return On Asset (ROA)
-
Return On Equity (ROE)
-
Net Interest Margin (NIM)
g)
Capital
Adequacy yang dibutuhkan
h)
Pricing Policies and Guidelines
Dan akhirnya bagaimana melakukan pendelegasian
kewenangan dan tanggung jawab agar dapat dibuat suatu keputusan yang cepat dan
tepat, dalam waktu yang relative singkat.
2.1.3.4. Proses Assets and Liability Management
a.
Sumber Dana Bank
Sebagai lembaga keuangan maka dana
merupakan persoalan bank yang paling utama. Tanpa dana bank tidak dapat
berfungsi sama sekali.
Menurut Sinungan (2000:84) pengertian dana bank adalah
“Dana bank
adalah Uang tunai yang dimiliki bank ataupun aktiva
lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu dapat diuangkan”.
Dana-dana bank yang digunakan sebagai modal operasional, bersumber
dari :
a)
Dana dari modal sendiri, sering
disebut juga dana dari pihak pertama,
Yaitu dana yang berasal dari
pemegang saham bank yang tidak lain adalah pemilik bank. Di neraca, dana ini
dicatat pada rekening modal dan cadangan yang tercantum pada pada sisi Pasiva (Liabilities). Dana dari modal terdiri
dari beberapa bagian :
-
Modal yang disetor
Yaitu jumlah uang yang disetor secara efektif oleh para
pemegang saham pada saat bank berdiri. Umumnya modal setoran pertama dari para
pemilik bank (pemegang saham = stockholders)
ini sebagian dipergunakan bank untuk sarana perkantoran, peralatan kantor dan
promosi untuk menarik minat masyarakat.
-
Cadangan-cadangan
Yaitu sebagian dari laba bank yang disisihkan dalam
bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya yang digunakan untuk menutup
timbulnya resiko dikemudian hari.
-
Laba ditahan atau Retained Earnings
Yaitu laba yang mestinya milik pemegang saham, tapi oleh
perusahaan diputuskan untuk tidak dibagi dan dimasukkan kembali dalam modal
kerja.
Biasanya Retained
Earnings ini digunakan untuk memperkuat posisi cash reserve atau untuk pertambahan Loanable Funds.
b) Dana pinjaman dari pihak Luar (dana pihak kedua)
Yaitu dana yang berasal dari pihak
yang memberikan pinjaman dana (uang) pada bank yang terdiri dari empat pihak,
yaitu :
-
Pinjaman dari bank lain / Call Money
Yaitu pinjaman harian antar bank. Pinjaman ini biasanya
diminta bila ada kebutuhan mendesak yang diperlukan bank. Jangka waktu Call Money ini biasanya tidak lama,
yaitu sekitar satu bulan dan bahkan hanya beberapa hari saja. Kadangkala ada
yang meminjam hanya satu malam sehingga juga disebut dengan overnight call money.
-
Pinjaman dari bank atau lembaga
keuangan lain di luar negeri
Yang biasanya berbentuk pinjaman jangka menengah
panjang. Realisasi pinjaman ini (dari bank atau lembaga-lembaga keuangan
internasional) harus melalui persetujuan Bank Indonesia
dimana secara tidak langsung Bank Indonesia selaku Bank Sentral ikut
serta mengawasi pelaksanaan pinjaman tersebut demi menjaga solvabilitas
bersangkutan.
-
Pinjaman dari lembaga keuangan
bukan bank
Pinjaman ini kadangkala tidak benar-benar berbentuk
pinjaman atau kredit, tapi lebih banyak berbentuk surat berharga yang diperjualbelikan sebelum
tanggal jatuh tempo. Misalnya berbentuk Sertifikat Bank atau Deposito on Call dengan jangka waktu
melebihi 3 bulan dan dapat diperpanjang kembali tanpa mengeluarkan sertifikat
baru. Dalam banyak hal, pinjaman seperti ini dapat digolongkan pada sumber dana
dari pihak ketiga, yaitu dari masyarakat.
-
Pinjaman dari bank sentral (BI)
Untuk membiayai usaha-usaha masyarakat yang tergolong
prioritas apalagi yang berprioritas tinggi seperti kredit investasi pada
sektor-sektor yang harus ditunjang sesuai dengan petunjuk Pelita (misalnya
pertanian, pangan, perhubungan, industri penunjang sektor pertanian, tekstil,
ekspor nonmigas, koperasi dan sebagainya), kredit produksi dan modal kerja dan
kredit-kredit kecil lainnya, maka Bank Indonesia memberikan bantuan dana
yang dikenal dengan nama Kredit Likuiditas.
c)
Dana dari masyarakat, yaitu
dana dari pihak ketiga
Bank adalah pelayanan masyarakat dan
wadah perantara keuangan masyarakat. Karena itu, bank harus selalu berada di
tengah masyarakat agar arus uang dari masyarakat yang kelebihan dana dapat
ditampung dan disalurkan pada masyarakat yang kekurangan.
Kepercayaan masyarakat akan
keberadaan bank dan keyakinan masyarakat bahwa bank akan menyelenggarakan
sebaik-baiknya permasalahan keuangannya, merupakan suatu keadaan yang diharapkan
oleh semua bank. Itulah sebabnya bank selalu berusaha memberikan pelayanan (service) yang memuaskan pada masyarakat.
Dana-dana masyarakat yang disimpan
dalam bank adalah merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan bank
dan terdiri dari 3 jenis, yaitu :
§ Giro (Demand Deposits)
Adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat dengan mempergunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan
cara pemindahanbuku.
§ Deposito (Time Deposits)
Adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya
hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara
pihak ketiga dan bank yang bersangkutan.
§ Tabungan (Saving)
Adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi
tidak dapat ditarik dengan cek, atau alat lainnya yang dapat disamakan dengan
itu.
b.
Alokasi Dana Bank
Tujuan alokasi dana bank adalah :
-
mencapai tingkat keuntungan yang
cukup
-
mempertahankan kepercayaan
masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman
Alokasi dana oleh suatu bank umum dengan
mempertimbangkan sumber dana yang diperolehnya terdiri atas dua pendekatan yang
masih banyak dipergunakan atau dipilih oleh eksekutif bank, yaitu pool of fund approach dan assets allocation approach.
Menurut Dendawijaya (2005:54)
pool of fund approach adalah
“Alokasi dana
bank dengan tidak memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan sumber dana,
seperti sifat, jangka waktunya dan tingkat harga perolehannya”.
Alokasi dana menurut pool
of fund approach:
- Primary reserve, adalah dana dalam
kas dan saldo rekening koran pada bank Indonesia dan bank-bank
lainnya, serta warkat-warkat dalam proses penagihan.
- Secondary reserve,
adalah penempatan dana yang dapat memberikan pendapatan kepada bank, yang
terdiri atas surat-surat berharga yang paling likuid yang setiap saat
dapat dijadikan uang tunai tanpa mengakibatkan kerugian pada bank.
- loan portofolio
(kredit), adalah penyaluran dana dalambentuk kredit.
- portofolio investment,
yaitu mengalokasikan sejumlah dana tertentu pada investasi portofolio.
- fixed assets, alokasi
dana dalam bentuk aktiva tetap, seperti pembelian tanah, pembangunan
gedung kantor, pembelian alat operasional kantor, dan lainnya yang
ditujukan untuk memperlancar kegiatan operasional bank.
Menurut Dendawijaya
(2005:54) asset
allocation approach adalah
“Asset allocation
approach adalah penempatan dana ke berbagai aktiva dengan mencocokkan
masing-masing sumber dana terhadap alokasi dana yang sesuai dengan sifat,
jangka waktu, dan tingkat harga perolehan dana tersebut”.
Alokasi dana menurut asset
allocation approach :
- Alokasi dana pada aktiva produktif
(earning assets), yang terdiri
atas kredit yang diberikan, penempatan dana pada bank lain, surat-surat
berharga, dan penyertaan modal.
- Alokasi dana dalam aktiva tidak
produktif (nonearning assets),
yang terdiri atas alat-alat likuid, aktiva tetap dan inventaris.
2.1.4.
Manajemen Gap
2.1.4.1. Pengertian Gap
Dalam neraca suatu bank terdapat beberapa pos yang peka
terhadap perubahan tingkat bunga. Pos-pos tersebut berada disisi asset dan liability (Rate Sensitive
Assets/RSA dan Rate Sensitive
Liability/RSL). Jika pos-pos tersebut tidak dikelola dengan baik,
pendapatan neto bunga, net interest
income (NII) akan menurun.
Asset liability
management (ALMA) akan selalu berhadapan dengan
risiko perubahan tingkat bunga di pasar. Fluktuasi tingkat bunga telah
mendorong manajemen bank untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada
pengelola risiko suku bunga. Kepekaan asset
dan liability terhadap risiko
perubahan suku bunga merupakan penyebab terpengaruhnya pendapatan bunga bank.
Adapun pengertian tentang gap menurut Selamet Riyadi (2006:133) yaitu
”Gap adalah
perbedaan atau selisih antara aset yang sensitif terhadap suku bunga (Rate Sensitive Assets/RSA) dengan
liability yang sensitif terhadap suku bunga (Rate Sensitive Liability/RSL)”.
Sedangkan yang dimaksud dengan Rate Sensitive Assets (RSA) dan Rate Sensitive Liability (RSL) menurut Selamet Riyadi (2006:133) adalah sebagai berikut :
“Rate Sensitive Asset (RSA)
adalah seluruh asset bank yang
menghasilkan, yang sensitive terhadap perubahan tingkat bunga. Rate Sensitive Liability
(RSL) adalah seluruh liabilities bank
yang sensitive terhadap perubahan
tingkat bunga”.
Menurut Selamet Riyadi (2006:134-135) penggolongan assets dan
liabilities bank berdasarkan tingkat sensitivitasnya dikelompokkan menjadi :
a.
Sensitive Asset
Penggolongan atas
jangka waktu penempatan yang relatif pendek, perubahan suku bunga akan berpengaruh
langsung pada aset yang termasuk dalam kelompok ini. Jika penempatan tersebut
jangka waktunya melebihi 1 (satu) tahun dan menggunakan fixed rate, dikelompokkan ke dalam fixed rate asset.
Rate Sensitive Asset diantaranya:
1) Secondary
resrve:
- Call
Money Placement
- Surat Berharga Pasar Uang
- Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
- Saham/Obligasi
2) Short
term loan, yaitu kredit yang
diberikan yang berjangka waktu kurang dari 1 tahun, seperti Kredit Modal Kerja
(KMK), atau kredit cerukan untuk menutup kekurangan saldo rekening nasabah
karena kalah kliring.
b.
Fixed Rate Asset, yaitu terdiri
atas:
1) Long term
loan, yaitu kredit yang diberikan
yang berjangka waktu lebih dari satu tahun, biasanya berupa Kredit Investasi
(KI)
2) Investement/Participation,
yaitu penyertaan baik langsung
maupun tidak langsung dimana surat berharga dalam investasi ini untuk
diperdagangkan, tetapi digunakan untuk tujuan investasi jangka panjang.
Sedangkan liabilities bank
dikelompokkan menjadi :
a.
Sensitive Liabilities
Penggolongan didasarkan atas kriteria
penarikan dan jangka waktu (jangka waktu pendek, biasanya maksimal adalah 1
tahun).
Variabel Rate Liabilities, yang
tergolong dalam kelompok ini adalah:
-
Giro
-
DOC
-
Tabungan
-
Simpanan
berjangka sampai dengan 12 bulan
-
Kewajiban
segera lainnya
-
Call Money atau SBPU
b.
Fixed Rate Liabilities
-
Simpanan
Berjangka lebih dari 12 bulan
-
Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI)
-
Dana sendiri
2.1.4.2.Manajemen Gap
Bagi perbankan dewasa ini, manajemen
gap adalah sangat penting, hal ini disebabkan oleh tingkat volatilitas suku
bunga yang sangat peka sekali terhadap perubahan. Dengan kondisi pekanya
tingkat perubahan suku bunga ini, dunia perbankan terutama dalam melakukan
pengelolaan sumber dan penggunaan dananya atau Assets and Liability Management sangat membutuhkan adanya suatu sistem yang dapat berfungsi dan berperan
untuk melalukan monitoring dan controlling pergerakan tingkat bunga
yang sensitif.
Pengertian manajemen gap menurut Masyhud Ali (2004:2005-207) yaitu:
Manajemen gap adalah usaha bank untuk tetap menjaga
maturity suku bunga dan karakteristik likuiditas dari potofolio agar selalu
sesuai sepanjang waktu. Hal ini dapat dilakukan dengan menyesuaikan dana pada
setiap asset dan liability yang mempunyai maturity yang sama dengan selisih (spread) menguntungkan.
Sedangkan menurut
Mudrajad Kuncoro (2002: 287) definisi manajemen gap sebagai berikut :
Manajemen gap adalah upaya-upaya untuk mengelola dan
mengendalikan kesenjangan (gap) antara asset
dan liabilities pada suatu periode
yang sama, meliputi kesenjangan dalam hal jumlah dana, suku bunga, saat jatuh
tempo (maturity) atau perpaduan
antara ketiganya (kesenjangan tercampur atau mix mismatch).
Dalam neraca bank hampir selalu terjadi
ketidakseimbangan antara sumber dana di sisi liabilities dengan penggunaan dana di sisi asset. Sehingga perlu
dilakukan strategi manajemen di bidang pendanaan maupun penempatannya (investement). Untuk merealisir strategi
tersebut dengan sebaik-baiknya harus dilakukan dengan mengubah tingkat suku
bunga, baik suku bunga simpanan maupun suku bunga pinjaman. Oleh karena itu,
menurut Mudrajad Kuncoro (2002:289) manajemen gap bertujuan
untuk :
-
Menghindari
kerugian akibat dari gejolak tingkat bunga,
-
Mengusahakan
pendapatan yang maksimal dalam batas risiko tertentu,
-
Menunjang
kebutuhan manajemen likuiditas,
-
Mengelola
resiko serendah mungkin,
-
Menyusun
struktur neraca yang dapat meningkatkan kinerja dengan tingkat suku bunga yang
wajar.
Sedangkan menurut Selamet
Riyadi (2006:133) tujuan manajemen gap adalah
sebagai berikut :
“Gap Management bertujuan mempersempit
lebarnya kesenjangan antara Rate Sensitive Assets (RSA) dan Rate
Sensitive Liability (RSL)”.
Dengan demikian manajemen gap
merupakan manajemen pengaturan gap
yang disebabkan naik turunnya asset yield
dan liability cost rates yang
dipengaruhi oleh naik turunnya market
rates yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pendapatan. Manajemen
pengaturan gap yang disebabkan
tingkat (degree of) sensitivitas dari
masing-masing pos asset maupun masing-masing pos liabilities yang berbeda-beda.
2.1.4.3. Strategi Manajemen Gap
Perubahan suku bunga akan dapat
menimbulkan dampak yang tidak sedikit terhadap struktur neraca maupun kinerja
bank. Oleh karena itu, timbul upaya-upaya untuk mengelola interest rate atau yang disebut Interest
Rate Management, yaitu suatu kegiatan untk menata interest rate secara simultan/bersamaan antara sisi aset maupun
sisi liabilities sehingga dapat
diperkecil dampak negatif perubahan suku bunga terhadap target pencapaian
pendapatan bersih yang stabil dan berkembang.
Menurut Mudrajad Kuncoro (2002:291) ada
beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penataan manajemen gap,
yaitu :
a.
Jangka waktu
(Maturity). Adanya perbedaan jangka
waktu dari masing-masing komponen asset dan liabilities
akan dapat berakibat berubahnya posisi dana maupun penempatannya serta
berubahnya pendapatan maupun pembiayaannya.
b.
Repricing, yaitu lamanya jangka waktu penetapan suku bunga komponen aset /pinjaman dan
komponen liabilities/simpanan, baik
sebelum jatuh tempo maupun sesudahnya.
c.
Interest Rate, yaitu besarnya tingkat suku bunga atau harga yang ditetapkan atau akan
ditetapkan untuk sisi aset maupun liabilities.
d.
Acceleration of change, yaitu kecepatan penyesuaian yang dapat dilakukan
terhadap aset maupun liabilities bila terjadi perubahan tingkat suku bunga
sehingga posisinya masih tetap menguntungkan.
Untuk memudahkan penataan interest rate sering digunakan cara
pengelompokan dan membandingkan sensitivitas masing-masing aset dan liabilities terhadap interest rate. Pengelompokan itu menjadi dua kelompok yaitu aset dan
liabilities yang sensitif terhadap
perubahan suku bunga, yang kedua aset dan liabilities
yang tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Selanjutnya tindakan yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki struktur neraca maupun kinerjanya adalah sebagai
berikut :
a.
Menata
kembali komponen-komponen aset dan liabilities
yang sensitif terhadap suku bunga (mismatch
rate of sensitive),
b.
Melakukan
analisis risiko gap, yaitu posisi gap positif dan posisi gap negatif,
c.
Kebijakan
besarnya limit gap (gap limit policy),
yaitu menetapkan besarnya batas-batas gap yang diizinkan dihubungkan dengan
kemampuan bank dalam menanggung risiko tingkat bunga.
Menurut Selamet Riyadi (2006:136) posisi gap adalah :
“Posisi
gap adalah perbandingan antara Rate Sensitive Assets terhadap Rate
Sensitive Liability”.
Menurut Taswan (2006:275) Posisi gap terbagi menjadi tiga yaitu :
“Gap bisa dalam posisi nihil
(zero), negatif, atau positif. Bila RSA sama dengan RSL maka posisinya zero
gap. Bila RSA lebih besar dari RSL maka posisinya positif. Bila RSA lebih
kecil dari RSL maka posisinya negatif.”
Sedangkan menurut Selamet Riyadi (2006:136-137) posisi gap terbagi menjadi
tiga dengan kondisi sebagai berikut:
a. Posisi Zero Gap
Apabila jumlah (dalam uang) aktiva
yang mengandung unsur-unsur sensitif terhadap perubahan tingkat bunga sama
dengan (equal) pasiva yang sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga.
Jadi : RSA = 1
RSL
Dengan demikian RSA
: RSL sama dengan 1 (satu) akan menunjukan bahwa gap dalam kondisi zero (square).
b. Posisi Positive
Gap
Apabila jumlah aktiva yang sensitif
terhadap perubahan tingkat bunga lebih besar dari jumlah pasiva yang sensitif
terhadap perubahan tingkat suku bunga.
RSA > 1
RSL
Dengan demikian RSA :
RSL akan lebih besar 1 (satu), ini berarti bahwa posisi gap dalam kondisi yang
positif.
c. Posisi Negatif
Gap
Apabila jumlah aktiva yang sensitif
terhadap perubahan tingkat bunga lebih kecil dari pada jumlah pasiva yang
sensitif terhadap perubahan suku bunga.
RSA < 1
RSL
Dengan demikian RSA : RSL akan lebih
kecil dari 1 (satu), ini berarti posisi gap dalam kondisi yang negatif.
Menurut Mudrajad Kuncoro (2002:293) dalam
pelaksanaan pengambilan kebijakan oleh manajemen bank apakah akan mengambil
posisi gap positif, atau gap negatif tergantung pada tiga hal, yaitu :
a. Prakiraan arah perkembangan tingkat bunga,
b. Tingkat keyakinan manajemen terhadap prakiraan
tersebut,
c. Keberanian bank untuk mengambil risiko jika tindakan
yang diambil keliru.
Disamping tiga hal tersebut, dalam
menetukan strategi gap perlu diperhatikan pula pengaruh besarnya gap terhadap
posisi likuiditas bank. Strategi negatif gap yang ditetapkan sebagai antisipasi
terhadap turunnya tingkat bunga akan mengurangi likuiditas bank, karena jatuh
tempo aset akan lebih panjang dari jatuh liabilities-nya.
Agar strategi gap suatu bank dapat efektif harus didukung oleh kebijakan pricing yang sesuai dan adanya infrastruktur
yang dapat memberikan data RSA dan RSL dengan cepat, tepat dan kontinyu untuk
keperluan analisis.
2.1.4.4. Hambatan dalam Melakukan Gap Strategy
Dalam pelaksanaannya sangat sulit
unutk matching (membuat seimbang)
antara struktur interest sensitive asset dengan
interest sensitive liabilities, oleh
karena kebijakan bank sulit untuk tidak memenuhi keinginan nasabah.
Bila kondisi suku bunga cenderung
naik, maka bank akan menerapkan Positive
Gap strategy, untuk langkah ini dapat ditempuh dengan cara menigkatkan Rate Sensitive Assets dan mengurangi Rate Sensitive Liability atau melakukan kombinasi
keduanya. Sedangkan untuk menetapkan positive
gap dapat dilakukan dengan cara menstimulir Borrower atau Debitur untuk membayar bunga dengan cara Floating rate, sedangkan tingkat bunga
Deposito Berjangka bunganya adalah fixed
rate. Dalam kondisi seperti ini, bila nasabah atau Borrower juga mengetahui bahwa tingkat bunga cenderung naik tentu
saja tidak akan mau melakukan pembayaran bunga pinjamannya secara floating rate dan menerima hasil bunga
deposito secara fixed rate.
Gap manajemen juga mengandung
permasalahan yang sangat kompleks, hal ini disebabkan adanya interaksi antara interest rate risk dengan credit risk atau default risk. Misalnya bank telah berhasil untuk menetapkan strategy
positive gap dengan membebankan floating
rate terhadap kredit yang diberikan pada waktu bunga cenderung meningkat. Seandainya
saja ini benar terjadi ada kenaikan bunga, maka strategi yang diterapkan bank
tersebut adalah tepat, tetapi disisi lain hal ini akan membawa konsekuensi
terhadap kemungkinan debitur tidak mampu membayar utang cicilan karena bunganya
yang terlalu tinggi tersebut.
2.1.5.
Rasio Keuangan
2.1.5.1. Pngertian Rasio
Keuangan
Rasio Keuangan menurut Selamet Riyadi (2006:155) adalah :
Rasio Keuangan adalah hasil perhitungan antara dua macam data
keuangan bank, yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kedua data
keuangan tersebut yang pada umumnya dinyatakan secara numerik, baik dalam
persentase atau kali.
Rasio keuangan perbankan yang sering
diumumkan dalam neraca publikasi biasanya meliputi rasio permodalan yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR); aktiva
produktif yaitu aktiva produktif bermasalah, Non Performing Loan (NPL), PPAP terhadap Aktiva produktif dan
pemenuhan PPAP; rasio rentabilitas yaitu Return
On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM), beban
operasional ternasuk beban bunga & beban PPAP serta beban penyisihan aktiva
lain-lain dibagi pendapatan operasional termasuk pendapatan bunga (BO/PO);
rasio likuiditas yaitu cash rasio dan
loan to deposit ratio (LDR).
Dengan mengetahui cara perhitungan, menggunakan
rumus-rumus untuk menghitung rasio keuangan bank, maka kita akan menilai
kinerja setiap bank, apakah telah bekerja secara efisien dan bagaimana tingkat
kesehatan bank yang bersangkutan, serta upaya-upaya apa yang harus dilakukan
agar bank tersebut dapat bekerja lebih efisien dan lebih baik lagi.
2.1.5.2. Rasio Profitabilitas
Profitabilitas bank
merupakan suatu kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Kemampuan ini dilakukan
dalam suatu periode. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara profitabilitas atau rentabilitas yang terus meningkat di atas standar yang ditetapkan.
Menurut Selamet Riyadi (2006:155) rasio profitabilitas adalah :
“Rasio profitabilitas adalah
perbandingan laba (setelah pajak) dengan modal (modal
inti) atau laba (sebelum pajak) dengan total asset yang dimiliki bank pada
periode tertentu”.
Agar hasil perhitungan rasio mendekati pada kondisi yang
sebenarnya (real), maka posisi modal atau assets dihitung secara rata-rata
selama periode tersebut.
Menurut Hasibuan (2002:100) bahwa definisi Rentabilitas atau Profitabilitas
bank adalah:
”Rentabilitas atau Profitabilitas
bank adalah suatu kemampuan bank untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam
persentase”.
Sedangkan menurut Lukman Dendawijaya (2005:118)
menyatakan bahwa pengertian profitabilitas
sebagai berikut:
”Profitabilitas atau rentabilitas
bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank
yang bersangkutan”.
Profitabilitas atau
sering disebut juga dengan rentabilitas
menunjukkan tidak hanya jumlah kuantitas dan trend earning tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi
ketersediaan dan kualitas earning.
Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas atau profitabilitas bank yang diukur dengan dua rasio yang bobot sama. Hasibuan (2002:100) menyatakan bahwa, Bank Indonesia menilai kondisi profitabilitas perbankan di Indonesia
didasarkan pada dua indikator yaitu sebagai berikut:
1.
Return on Assets (ROA) atau tingkat
pengembalian asets, dan
2.
Rasio
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO).
Suatu bank dapat dimasukkan ke
dalam klasifikasi sehat apabila:
1.
Rasio
tingkat pengembalian atau ROA mencapai sekurang-kurangnya 1,2%,
2.
Rasio
biaya operasional terhadap pendapatan operasional tidak melebihi 93,5%.
Menurut Selamet Riyadi (2006:155-156) rasio
profitabilitas digolongkan menjadi :
1) Return On Equity (ROE) adalah rasio
profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba (setelah pajak) dengan
modal (modal inti) bank, rasio ini menunjukkan tingkat % (persentase) yang
dapat dihasilkan.
2)
Return On Asset (ROA) adalah rasio profitabilitas yang
menunjukkan perbandingan antara laba (sebelum pajak) dengan total asset bank,
rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan asset yang dilakukan oleh
bank yang bersangkutan.
Pengertian Return On Asset (ROA)
menurut Dendawijaya (2005:118)
sebagai berikut :
“Return
On Asset adalah salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan”.
Rasio profitabilitas ini sekaligus menggambarkan
efisiensi kinerja bank yang bersangkutan. ROA sangat penting, karena rasio ini
mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset produktif
yang dananya sebagian besar berasal dari DPK. Semakin besar ROA suatu bank maka
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut, dan semakin
baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset.
Kegunaan ROA menurut Munawir (2004:91) dapat dikemukakan sebagai berikut :
1)
Sebagai salah satu kegunaannya
yang paling principal ialah sifatnya yang menyeluruh. Apabila perusahaan sudah
menjalankan praktek akuntansi yang baik, maka manajemen dengan menggunakan
teknik analisis ROA dapat mengukur efisien penggunaan modal yang bekerja,
efisiensi produksi, dan efisiensi bagian penjualan.
2)
Apabila perusahaan dapat
mempunyai data industri sehingga dapat diperoleh rasio industri, maka dengan
penggunaan modal pada perusahaannya dengan perusahaan lain yang sejenis,
sehingga dapat diketahui apakah perusahaannya berada dibawah, sama, atau di
atas rata-ratanya. Dengan demikian dapat diketahui kelemahannya dan apa yang sudah
kuat dalam perusahaan tersebut dibandingkan dengan perusahaan lain yang
sejenis.
3)
ROA dapat digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh divisi/bagian,
yaitu dengan mengalokasikan biaya dan modal ke dalam bagian yang bersangkutan.
Arti pentingnya adalah membandingkan efisien suatu bagian dengan bagian lain di
dalam perusahaan yang bersangkutan.
4)
Analisis ROA dapat digunakan
untuk mengukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan
perusahaan.
5)
ROA selain berguna untuk
keperluan kontrol, juga berguna untuk keperluan perencanaan. Misalnya ROA dapat
digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan apabila perusahaan akan
melakukan ekspansi.
2.1.6.
Pengaruh Posisi Gap Terhadap Profitabilitas
Adanya kaitan antara posisi
gap dan profitabilitas dikemukakan oleh Beberapa pendapat ahli diantaranya
yaitu menurut Veitzhal
(2007:719) sebagai berikut :
Sensitivitas adalah kemampuan bank
dalam mengantisipasi risiko pasar yaitu risiko kerugian yang mungkin dihadapi
bank karena adanya fluktuasi tingkat bunga atau fluktuasi nilai tukar. Bagi bank yang memiliki kemampuan untuk mengantisipasi risiko maka
bank tersebut mempunyai peluang untuk tetap bertahan dan memperoleh keuntungan
yang optimal.
Jadi menurut Veitzhal, bagi bank yang memiliki kemampuan
untuk mengantisipasi salah satu risiko adanya fluktuasi
tingkat bunga, maka bank tersebut berpeluang untuk bisa bertahan tanpa mengali
kerugian atau bank tersebut dapat memperoleh keuntungan yang optimal. Jika bank
memperkirakan tingkat bunga maka naik, maka bank tersebut akan berusaha
menerapkan posisi gap positif. Jika prediksi bank tersebut tepat maka potensi
keuntungan dapat diraihnya.
Sedangkan menurut Mudrajat Kuncoro (2002:290) berpendapat bahwa :
“Besarnya gap akan menentukan besarnya
potensi keuntungan atau kerugian yang akan timbul dari perubahan tingkat bunga
tersebut”
Pendapat lain yang mengemukakan adanya kaitan antara posisi gap dan
profitabilitas yaitu menurut Taswan (2006:275) :
Gap bisa dalam posisi nihil (zero), negatif, atau positif. Bila prediksi
perubahan suku bunga tidak tepat, maka posisi yang ditentukan bank akan menjadi
sumber kerugian bagi bank, sebaliknya bila prediksi tepat maka bank dapat
menghindari kerugian bank akibat perubahan suku bunga pasar.
Sedangkan menurut Selamet Riyadi (2006:136)
:
Pada posisi negative
gap jika terjadi kenaikan suku bunga maka pendapatannya akan menurun,
tetapi jika suku bunga turun maka pendapatan bank akan naik. Pada posisi ini
terjadi tolak belakang antara kenaikan suku bunga dengan penurunan pendapatan.
Jika melihat pendapat dari para ahli
diatas maka ada kaitan antara posisi gap dan profitabilita dalam suatu kegiatan
bank. Bank akan memperoleh keuntungan jika bank tersebut dapat menentukan
posisi gap dengan memperhatikan kondisi tingkat bunga yang akan berlaku di masa
yang akan datang.
2.1.7.
Hasil Penelitian Sebelumnya (Studi Empiris)
1.
Penelitian Hamidah (2006)
Penelitian
Hamidah (2006) menguji nilai tambah manajemen
aset dan liabiliti perbankan Indonesia.
Unit penelitiannya adalah bank umum yang ada di Indonesia. Dalam penelitiannya Hamidah
menggunakan total populasi 125 bank yang inklusif dalam arti memenuhi syarat
sebagai sampel sebanyak 95 bank. Dalam penelitiannya, modifikasi variabel dalam
penelitian adalah variable tergantung Economic
Value Added (EVA) dibedakan ke dalam EVA positif dan EVA negatif sehingga
akan diperoleh suatu konseptual dengan paradigma penelitian yang berkaitan
dengan keputusan keuangan dalam perbankan dalam dimensi faktor manajemen aset
(FMA), faktor manajemen liabiliti
(FML), dan faktor manajemen aset liabiliti (FMAL), dan nilai perusahaan.
2.
Penelitian Ratih Kusumaning Esti (2008)
Penelitian Ratih
Kusumaning Esti (2008) menguji assets
liability management dalam tingkat bunga yang berfluktuasi. Unit
penelitiannya adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk pada
periode 1997-2001. Dalam penelitiannya Ratih Kusumaning Esti menggunakan analisis
neraca, analisis ratio, analisis statistic, dan metode funs gap management sebagai salah satu cara untuk mengelola resiko
tingkat bunga.
Setelah melakukan penelitian maka Ratih
Kusumaning Esti memperoleh hasil dari analisa statistik yaitu bahwa terdapat
pengaruh fluktuasi tingkat bunga terhadap asset dan liabilitis bank BNI. Dan
dari analisi statistik tersebut diketahui pula bahwa interest expenses Bank BNI
lebih sensitif terhadap fluktuasi tingkat bunga, dan disimpulkan bahwa posisi funds gap BNI pada periode 1997-2001
adalah negatif funds gap. Dan hal ini
didukung pula oleh hasil dari perhitungan metode funds gap yang juga menghasilkan hasil yang sama yaitu negatif funds gap. Sedangkan hasil
regresi menunjukkan bahwa hanya variabel - variabel tertentu saja dari aset dan
liability yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga (yaitu asset dan
liability yang menghasilkan interest
income dan interest expenses) dan
secara keseluruhan perubahan tingkat bunga mempengaruhi Profitabilitas Bank BNI.
No.
|
Peneliti dan Judul
|
Variabel dan Alat Analisis
|
Subjek Penelitian
|
Kesimpulan
|
Persamaan
|
Perbedaan
|
1
|
Hamidah (2006)
“Analisis Penciptaan
Nilai Tambah Manajemen Aset dan Liabiliti Perbankan Indonesia”
|
Variabel Bebas (X) : FMA, FML, FMAL.
Variabel Terikat (Y) : Penciptaan Nilai Tambah
Alat Analisis : Multiple
discriminant analysis (MDA) dan Multiple
regression analysis (MRA)
|
Bank umum di Indonesia
(125), yang memenuhi syarat sebanyak 95 bank.
|
Kebijakan
dalam manajemen aset dan pendanaannya diarahkan pada upaya peningkatan ROA
dan NIM serta peningkatan kearah pendapatan non bunga yang lebih besar
daripada upaya ke peningkatan bunga.
|
Menggunakan variabel x
berupa RSA/RSL
|
Alat analisis, variabel Y,
|
2
|
Ratih Kusumaning Esti (2008)
“Assets Liability
Management PT Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk Dalam Tingkat Bunga yang Berfluktuasi pada Periode 1997-2001”
|
Variabel
Terikat (Y) : asset laibiliti manajemen, tingkat bunga, asset, laibiliti
Variabel
Bebas (X) : Profitabilitas
Alat
Analisis :
analisis neraca, analisis ratio, analisis statistic, dan metode funs gap management.
|
PT. Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk
|
Hasil regresi
menunjukkan bahwa hanya variabel - variabel tertentu saja dari aset dan
liability yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga (yaitu asset dan
liability yang menghasilkan interest
income dan interest expenses)
dan secara keseluruhan perubahan tingkat bunga mempengaruhi Profitabilitas Bank BNI.
|
Menggunakan asset
liability yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga pada variabel x, dan
Profitabilitas pada variabel Y.
|
Kajian variabel lebih
luas, sedankan penelitian ini hanya membahas variabel secara sempit hanya
posisi gap saja.
|
2.2.
KERANGKA PEMIKIRAN
Bank adalah Lembaga keuangan yang
kegiatan utamanya adalah menghimpun dana
dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta
memberikan jasa bank lainnya.
Pengertian bank menurut Stuart yang
dikutip oleh Hasibuan (2001:2)
adalah :
“Bank is a company
who satisfied other people by giving a credit with the money they accept as a
gamble to the other, eventhough they should supply the new money”.
Bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan
orang lain, dengan memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang
lain, sekalipun dengan jalan mngeluarkan uang baru kertas atau logam.
Sedangkan pengertian bank umum
menurut Hasibuan (2001:2) adalah :
“Bank Umum adalah lembaga
keuangan, pencipta uang, pengumpul dana dan penyalur kredit, pelaksana lalu
lintas pembayaran, stabilisator moneter, serta dinamisator pertumbuhan
ekonomi”.
Kegiatan utama industri perbankan adalah untuk
menghimpun dana dari anggota masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkannya
kepada anggota masyarakat yang kekurangan dana (intermediary service).
Berdasarkan Ketentuan dalam Undang-Undang No.10 tahun
1998 Pasal 1 tentang Perbankan, pengertian bank adalah :
Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Kegiatan menghimpun dan
menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok perbankan. Pengertian penghimpunan
dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana (uang) dengan cara membeli
dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito,
kegiatan penghimpunan dana ini dalam perbankan dikenal dengan istilah funding. Sedangkan pengertian
menyalurkan dana adalah melemparkan kembali dana yang diperoleh lewat simpanan
giro, tabungan, dan deposito ke masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit),
kegiatan penyaluran dana ini juga dikenal dalam perbankan dengan istilah lending. Untuk menunjang kegiatan utama
bank menghimpun dana dan menyalurkan dana, bank memerlukan sumber dana dan
alokasi dana yang tepat.
Pengertian sumber dana bank
menurut Kasmir (2000:45) adalah :
“Sumber dana bank adalah usaha
bank dalam menghimpun dana dari masyarakat, sedangkan untuk membiayai
operasinya dana dapat juga diperoleh dari modal sendiri”.
Sumber dana bank berasal dari
berbagai pihak, antara lain :
1.
Dana
pihak kesatu, yang terdiri atas modal sendiri, modal disetor,
cadangan-cadangan, dan laba yang ditahan.
2.
Dana
pihak kedua, adalah dana-dana pinjaman yang berasal dari pihak luar, yang
terdiri atas call money, overnight call
money, pinjaman biasa antar bank, pinjaman dari lembaga keuangan bukan
bank, dan pinjaman dari bank sentral (BI).
3.
Dana pihak ketiga (dana yang
berasal dari masyarakat), yang terdiri atas tabungan (savings), giro (demand
deposits), dan deposito (time
deposits).
Dari dana yang berhasil dihimpun bank akan melakukan
strategi alokasi dana dengan memperhatikan kebijaksanaan yang telah ditentukan.
Alokasi dana oleh suatu bank umum dilakukan dengan
mempertimbangkan sumber dana yang diperolehnya, terdiri atas dua pendekatan,
yaitu pool of fund approach dan assets allocation approach.
Kedua pendekatan
tersebut menurut Dendawijaya (2005:54) sebagai
berikut :
Pool of funds
approach adalah alokasi dana bank dengan tidak
memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan sumber dana, seperti sifat, jangka
waktunya dan tingkat harga perolehannya.
Asset allocation
approach adalah penempatan dana ke berbagai aktiva
dengan mencocokkan masing-masing sumber dana terhadap alokasi dana yang sesuai
dengan sifat, jangka waktu, dan tingkat harga perolehan dana tersebut.
Dalam mengelola sumber dan alokasi dana bank diperlukan
suatu manajemen yang baik, agar bank dapat menghasilkan tingkat profitabilitas yang tinggi serta dapat
menjaga posisi likuiditas agar tetap aman. Manajemen ini meliputi manajemen assets dan manajemen liability (asset liability management).
Hal tersebut dikemukakan oleh Selamet Riyadi (2006:21) :
Asset and Liability management
pada dasarnya adalah merupakan suatu proses planning, organizing, actuating,
dan controlling, untuk mendapatkan penetapan kebijaksanaan di bidang
pengelolaan permodalan, pemupukan dana, dan penggunaan dana yang satu sama lain
saling terkait dalam mencapai tingkat laba yang optimal dengan resiko yang
telah diperhitungkan.
Adapun definisi dari
Asset liability management itu sendiri dikemukakan oleh Rose (2005:196) yaitu sebagai berikut:
“Asset liability
management is control of bank’s sensitivity to changes in market interest rates
to limit losses in its net income or equity”.
Sedangkan tujuan dari kebijakan asset liability management menurut Bambang Djinarto (2001:8) adalah :
“Salah satu tujuan kebijakan asset liability management adalah untuk mengatasi tolak ukur
earning dan performance yang salah satu aspeknya adalah return on asset”.
Selain itu, Dahlan
Siamat (2004:143) mengemukakan tujuan utama asset liability management yaitu :
“Tujuan utama asset
liability management yaitu untuk menstruktur sisi asset dan liabilities
bank secara konsisten, terkoordinasi dan terpadu dalam rangka memaksimumkan
keuntungan”.
Pada dasarnya secara garis besar Asset dan Liability
Management dapat dibagi dalam 4 macam antara lain :
a.
Manajemen likuiditas
b.
Manajemen Gap
c.
Manajemen Valuta Asing
d.
Manajemen Investasi dan
Pendapatan
Pembahasan karya akhir ini lebih memfokuskan pada resiko
yang terbesar, yaitu resiko tingkat bunga yang dikaitkan dengan pengelolaan gap
(gapping management), pengaturan
struktur neraca pada bank dan dampaknya terhadap tingkat profitabilitasnya.
Melalui pengelolaan gap, suatu bank dapat menetapkan strategi yang tepat untuk
menghindari atau setidaknya untuk meminimalkan kerugian yang diakibatkan oleh
adanya fluktuasi turun naiknya tingkat bunga yang berlaku di pasar.
Mudrajad Kuncoro (2002: 287) definisi manajemen
gap sebagai berikut :
Manajemen gap adalah upaya-upaya untuk mengelola dan
mengendalikan kesenjangan (gap) antara asset
dan liabilities pada suatu periode
yang sama, meliputi kesenjangan dalam hal jumlah dana, suku bunga, saat jatuh
tempo (maturity) atau perpaduan
antara ketiganya (kesenjangan tercampur atau mix mismatch).
Adapun pengertian tentang gap menurut Selamet Riyadi (2006:133) yaitu :
”Gap adalah
perbedaan atau selisih antara aset yang sensitif terhadap suku bunga (Rate Sensitive Assets/RSA) dengan
liability yang sensitif terhadap suku bunga (Rate Sensitive Liability/RSL)”.
Mudrajad Kuncoro
(2002: 289) mengemukakan tujuan manajemen gap adalah untuk :
Tujuan Manajemen gap untuk menghindari
kerugian akibat dari gejolak tingkat bunga, mengusahakan pendapatan yang
maksimal dalam batas risiko tertentu, menunjang kebutuhan manajemen likuiditas,
mengelola resiko serendah mungkin, menyusun struktur neraca yang dapat
meningkatkan kinerja dengan tingkat suku bunga yang wajar.
Dalam melakukan kegiatannya, manajemen gap melakukan strategi
gap. Yaitu penentuan posisi gap. Posisi gap dapat positif, negatif atau nol.
Menurut Selamet
Riyadi (2006:136) posisi gap adalah :
“Posisi gap adalah perbandingan antara Rate Sensitive Assets terhadap Rate Sensitive Liability”.
Apabila jumlah (dalam uang) aktiva yang mengandung
unsur-unsur sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga sama dengan pasiva
yang sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga maka posisi gap berada pada
posisi zero gap (RSA/RSL = 1). Sedangkan
posisi gap dikatakan positive gap (RSA/RSL > 1) apabila
jumlah aktiva yang sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga lebih besar
dari jumlah pasiva yang sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga. Posisi
gap dikatakan negative gap apabila
jumlah aktiva yang sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga lebih kecil
dari jumlah pasiva yang sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Dalam pelaksanaan pengambilan
kebijakan oleh manajemen bank apakah akan mengambil posisi gap positif atau gap
negatif tergantung pada tiga hal yaitu pertama prakiraan arah perkembangan
tingkat suku bunga, kedua tingkat keyakinan manajemen terhadap prakiraan
tersebut, dan keberanian bank untuk mengambil risiko jika tindakan yang diambil
keliru. Melalui pengelolaan gap, suatu bank dapat menetapkan strategi yang
tepat untuk menghindari atau setidaknya untuk meminimalkan kerugian yang
diakibatkan oleh adanya fluktuasi turun naiknya tingkat bunga yang berlaku di
pasar.
Pengaruh posisi gap terhadap
Profitabilitas (ROA) yaitu pada posisi Zero
Gap naik atau turunnya tingkat bunga tidak akan berdampak pada pendapatan
bank. Sedangkan pada posisi positive gap, jika tingkat bunga naik
pengaruhnya terhadap pendapatan juga akan naik, jika tingkat bunga turun
pendapatannya juga akan turun. Dan pada
posisi negative gap terjadi tolak
belakang antara kenaikan suku bunga dengan penurunan pendapatan.
Pendapat yang mengemukakan
pengaruh posisi gap terhadap profitabilitas (Return On Asset) dikemukakan oleh Taswan (2006:275) :
Gap bisa dalam posisi nihil (zero), negatif, atau positif. Bila prediksi
perubahan suku bunga tidak tepat, maka posisi yang ditentukan bank akan menjadi
sumber kerugian bagi bank, sebaliknya bila prediksi tepat maka bank dapat
menghindari kerugian bank akibat perubahan suku bunga pasar.
Pendapat di atas didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh
·
Hamidah (2006:132), mengemukakan
Manajemen aset dan liabiliti
tercermin pada rasio Rate Sensitivity
Assets To Rate Sensitivity Liabilities (RSA/RSL) dan Net Interest Margin (NIM), ekuitas terhadap aset beresiko (capital adequacy ratio), burden ratio,
dan ROA. Dan menurut hasil penelitiannya mengenai analisis penciptaan nilai
tambah manajemen aset dan liabiliti perbankan di Indonesia mengemukakan,
kebijakan dalam manajemen aset dan pendanaannya diarahkan pada upaya
peningkatan ROA dan NIM serta peningkatan kearah pendapatan non bunga yang
lebih besar daripada upaya ke peningkatan bunga.
Secara umum, tujuan dari suatu
perusahaan melakukan kegiatan operasi adalah untuk memperoleh keuntungan atau
profit. Konsep manajemen dana bank adalah memaksimalkan Profitabilitas dan
meminimumkan resiko yang di tanggung. Salah satu indikator untuk mengukur tingkat keuntungan (profitabitilas) bank dari segi
penggunaan asset digunakan analisis
rasio Return On Asset (ROA).
Pengertian Return On Asset (ROA)
menurut Dendawijaya (2005:118)
sebagai berikut :
“Return
On Asset adalah salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan”.
& * Tidak diteliti oleh
penulis
Diteliti oleh penulis
Sumber : Adopsi Selamet Riyadi (2006)
Gambar 2.1
Bagan Kerangka
Pemikiran
Berdasarkan uraian kerangka
pemikiran di atas maka dirumuskan paradigma pengaruh posisi gap terhadap profitabilitas (Return On Asset), seperti yang disajikan pada gambar berikut:
Gambar 2.2
Paradigma Pengaruh Posisi Gap Terhadap Profitabilitas (ROA)
2.3.
HIPOTESIS
Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena
itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat
pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data.
Berdasarkan
uraian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu posisi gap berpengaruh
terhadap profitabilitas (ROA).