Perbankan Syariah
Bank Syariah dalam Ekonomi Indonesia
Bekasi, AnggaBratadharma
- Berbicara mengenai ekonomi, maka tidak lepas dari aktivitas ekonomi, baik
yang dilakukan oleh perorangan maupun yang dilakukan lembaga disuatu negara.
Ekonomi menjadi penting manakala bersinggungan dengan aktivitas kepemerintahan
suatu negara. Bahkan, dewasa kini ekonomi syariah muncul dan ikut berkontribusi
kepada perekonomian Indonesia.
Berbicara masalah ekonomi syariah, maka di Indonesia
kini ekonomi syariah mulai dikenal oleh masyarakat luas. Memang tidak
dipungkiri kelahiran ekonomi syariah di Indonesia masih berumur jagung dan
belum dikenal seperti masyarakat mengenal ekonomi konvensional atau ekonomi
pada umumnya.
Namun, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi syariah
mulai diperhitungkan oleh banyak kalangan. Bayangkan saja, ekonomi syariah atau
dikerucutkan kepada perbankan syariah tumbuh lebih besar bila dibandingkan
dengan perbankan konvensional.
Perbankan syariah tumbuh secara aset mencapai Rp152,3
triliun per Maret 2012, mengambil 4,1% pangsa pasar industri perbankan di Tanah
Air. Bahkan, perbankan syariah juga bisa bertahan manakala krisis yang terjadi,
baik di Indonesia maupun di internasional
Artinya apa? Artinya, Indonesia memiliki satu pondasi
lainya dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan sekaligus bank syariah
berfungsi sebagai media mengakses dana kepada masyrakat, yang sebelumnya
masyrakat sedikit terkendala dengan akses pendanaan dari perbankan konvensional
Perlu diketahui, yang membedakan antara perbankan konvensional
dan perbankan syariah adalah dalam hal memitigasi risiko, yakni bank syariah
tidak mengenal “bunga”, dan bank siap melakukan kontrak syariah dalam hal
terjadi fraud kepada nasabah. Sehingga nasabah dalam posisi yang saling
menguntungkan dengan bank syariah tersebut, dan lain-lain.
Namun, perbankan syariah masih memiliki kendala yang
menyebabkan perbankan syariah belum btertumbuh secara baik, yakni Sumber Daya
Manusia yang mumpuni untuk mengembangkan perbankan syariah pada waktu-waktu
mendatang.
Perbankan syariah masih menggunakan SDM dari perbankan
konvensional, yang nantinya dimodifikasi dan dibekali ilmu dan pengetahuan
mengenai perbankan syariah. Hal ini terjadi disebabkan minimnya SDM mengenai
perbankan syariah.
Mengingat perbankan syariah masih berumur jagung, maka
aset dan modal yang dimiliki untuk mengeluarkan cost dalam hal penyediaan dan
edukasi SDM mengenai perbankan syariah dinilai mahal. Karenanya, solusi
mengambil dari bank konvensional menjadi pilihan utama.
Head of Syariah Business PT Bank OCBC NISP Tbk Koko T.
Rachmady mengatakan, perlu percepatan pengadaan sumber daya insani (SDI) karena
perkembangan industri perbankan syariah yang sangat cepat. Selama ini tenaga
kerja diambil dari perbankan konvensional, yang sesungguhnya juga membutuhkan
SDM karena pertumbuhannya juga cukup besar.
“Kalau di negara berkembang tenaga kerja selalu jadi
masalah, karena pertumbuhan ekonomi baik jadi pertumbuhan ada di semua sektor.
Syariah sendiri tumbuh luar biasa, ini perlu SDI yang handal, ini tidak secepat
bisnisnya,” cakapnya, seperti yang dikutip dalam Infobanknews.com
Kendati demikian, “analisa gembel” penulis menyiratkan
masalah lain selain SDM adalah sistem yang dimiliki perbankan syariah masih
sama dengan perbankan konvensional, hanya saja yang membedakanya adalah akad
yang ada diperbankan syariah.
Padahal, dengan minimya masalah yang dihadapi oleh
perbankan syariah, maka secara tidak langsung berimplikasi kepada sektor
ekonomi di Indonesia, terutama sektor UKM dan sektor riil. Sehingga memang terjadi
peningkatan daya saing dalam konteks ekonomi global yang tengah terjad.(@)
Permasalahan Ekonomi
Masalah Pokok Ekonomi
Teori-teori
mulai muncul untuk mencoba mengidentifikasi maslah ekonomi apakah yang
sebenarnya yang dihadapi manusia di muka bumi ini. Secara umum ada dua buah
teori umum yang mencoba untuk menjelaskan permasalahan yang ada dalam ekonomi,
yaitu pokok masalah ekonomi secara klasik dan modern.
1. Pokok
Masalah Ekonomi Klasik
Pokok
maslaah ekonomi klaskik merupakan bahasan teori ekonomi klasik. Teori ini
berdasarkan pemikiran Adam smith, David Ricardo, dan Jhon Stuart Mill yang
mendominasi pemikiran ekonomi sampai tahun 1870-an. Teori ekonomi klasik
melihat pentingnya masalah ekonomi sebagai kesatuan dari proses produksi,
distribusi, dan konsumsi untuk kesejahteraan (kemakmuran), dalam hal ini amat
menekankan kekuatan pasar sehingga menolak campur tangan pemerintah dalam
kegiatan ekonomi.
Maslah
ekonomi klasik adalah ekonomi yang dilihat dari sudut pandang sederhana. Pada
dasarrnya pemikiran ini bertujuan pada satu hal, yaitu kemakmuran. Pemecahan
masalah ini adalah dengan melakukan apapun yang dianggap perlu agar kemakmuran
dpat dicapai. Yang disebut sebagai kemakmuran adalah situasi dimana semua
barang dan jasa yang dibutuhkan manusia telah tersedia. Apabila dirincikan
masalah ekonomi klasik dilihat dari segi produksi, distibusi, dan konsumsi
a. Masalah Produksi
Permasalahan
produksi adalah permasalahan bagaimana memproduksi semua benda (barang dan
jasa) yang dibutuhkan masyarakat banyak.
b. Masalah distribusi
Maslah
distribusi terletak pada bagamana supaya benda-benda pemuas kebutuhan bisa
sampai ke tangan konsusmen yang membutuhkannya. Seperti yang telah diketahui ,
barang dan jasa yang tidak sampai ke tangan konsumen yang tepat, tidak ada
nilai gunanya, dan tidak dpaat memuasakan kebutuhan.
c. Masalah Konsumsi
Maslaah
konsumsi menyangkut masalah apakah benda pemuas kebutuahn yang diproduksi
memang benda yang dapat dimiliki oleh konsumen. Barang yang
diproduksi haruslah barang yang tepat, yaitu barang yang memang dibutuhkan,
diinginkan, dan mampu dibeli oleh konsumen.
2.
Pokok Masalah Ekonomi Modern
Pokok
permaslaaan ekonomi modern terangkum dalam dua kata kunci, kelangkaan dan
pilihan. Yang pertama menjadi penyebab yang kedua sehingga muncul empat
pertanyaan mendasar tentang what,
how, who, dan for whom tersebut. Walaupun setiap masyarakat
menghadapi pertanyaan yang sama, namun cara mengatasinya berbeda. Perbedaan
cara ini lah yang melahirkan sejumlah sistem ekonomi.
Kita
dapat mendefinisikan empat maslaah fundamental perekonomian yang dihadapi
setiap masyarakat di era modern.
a. Apa (What)
Barang
dan jasa apa saja yang akan diproduksi dan dalam jumlah bera, harus
ditentukan. Dari sekian banyak barang dan jasa, manakah yang harus dipilih
untuk diproduksi!. Keputusan produksi tidak lagi hanya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan, namun juga untuk menghasilkan keuntungan maksimum.
b. Bagaimana (How)
Dengan
cara bagamana proses produksi akan dilakukan? Apakah akan
mendatangkankeuntungan yang besar? Apabila terdapat barang modal berupa
bangunan apakah akan dijadikan kantor atau gudang? Bila terdapat sebidang
tanah apakah akan digunakan? Ditanami padi, jagung, atau tebu?.
Pertanyaan-pertanyaan
seperti itu harus dijawab dengan bijaksana. Salah melakukan produksi akan
berakibat pada kerugiaa, Kelebihan atau kekurangan produksi juga dapat
menimbulkan kerugian, karena aktivitas produksi membutuhkan biaya.
Dengan
cara bagaimana (who) proses produksi akan dilakukan? Maksudnya adalah siapa
yang akan melaksanakan, menggunakan sumber daya apa saaja, dengan
teknologi apa barang-barang tersebut dihasilkan, dan seberapa besar skala
produksinya. Hai ini dibutuhkan dalam rangka penyesuaian perkembangan zaman.
Beberapa faktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan ini yaitu:
-
Pilihan kombinasi sumber daya yang digunakan
-
Perencanaan proses produksi untuk mendapatkan keuntungan
-
Penentuan teknologi yang digunakan
-
Pertimbangan faktor eksternal: harga, perekonomian, suku bunga, biaya produksi,
inflasi, valuta asing dan lain-lain.
c. Siapa pelalu Produksi (Who)
Di
zaman modern, banyak pihak yang bisa melakukan produksi seperti,
pemerintah, swasta, atau koperasi. Inilah salah satu modernisasi, yaitu
spesialisasi. Spesialisasi berarti setiap pihak memiliki keterampilan dan
keahlian khusus yang tidak dimiliki pihak lain.
Pertimbangan
mengenai pelaku produksi merupakan hal yang penting karena setiap pihak
memiliki kelebihan untuk memproduksi lebih baik.
d. Untuk siapa (For Whom)
Untuk
siapa (for whom) barang di produksi apakah untuk segmen pasar tertentu,
atau masyarakat umu!.
Masalah Ekonomi Indonesia
Indonesia merupakan negara yang kaya. Namun harus
diakui bahwa masih banyak sumber daya milik Indonesia yang belum dimanfaatkan
secara maksimal atau bahkan malah justru pihak asing yang berhasil
mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Hal tersebut merupakan salah satu
masalah ekonomi Indonesia. Berikut ini adalah beberapa masalah ekonomi
Indonesia yang lain:
1. PENGANGGURAN
Ini merupakan masalah klasik yang belum juga terselesaikan secara tuntas.
Dari tahun ke tahun jumlah pengangguran di Indoensia semakin bertambah. Upaya
pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja belum bisa menyelesaikan masalah
ini.
2. EKONOMI BIAYA TINGGI
Ini juga merupakan masalah klasik di dunia industri. Ada banyak hal yang
menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi. Diantaranya adalah pungutan liar /
pungli yang tidak hanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi namun tidak jarang
dilakukan secara terbuka
3. REGULASI EKONOMI
Beberapa kali pemerintah mengeluarkan keputusan mengenai regulasi ekonomi
yang dianggap tidak tepat bagi kondisi perekonomian Indonesia. Contohnya adalah
keputusan pemerintah untuk masuk dalam anggota CAFTA yang sekarang ini
mengakibatkan membanjirnya produk China di Indonesia sehingga membuat produk
lokal kepayahan di pasar sendiri
4. KELANGKAAN BAHAN POKOK
Operasi pasar yang sering dilakukan pemerintah disaat harga bahan pokok
mulai beranjak naik bisa dipastikan tidak membantu menyelesaikan masalah ini.
Kelangkaan bahan pokok memang merupakan masalah yang sangat sering terjadi di
wilayah luar jawa karena alasan teknis seperti transportasi. Namun menjelang
puasa, lebaran, dan natal bisa dipastikan wilayah jawa juga mengalami masalah
yang sama
5. TINGGINYA SUKU BUNGA PERBANKAN
Suku bunga merupakan salah satu indikator sehat / tidaknya kondisi
perekonomian Indonesia. Suku bunga yang terlalu tinggi ataupun yang terlalu
rendah akan sangat mempengaruhi perekonomian.
6. TINGGINYA NILAI INFLASI
Nilai inflasi akan sangat berpengaruh bagi kondisi perekonomian suatu
negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri nilai inflasi tergolong tinggi
sehingga banyak masalah ekonomi susulan yang terjadi karena inflasi ini. Selain
itu, inflasi di Indonesia sangat 'sensitif' mudah sekali naik. Misalnya
walaupun hanya dipengaruhi oleh tingginya harga cabai rawit beberapa
waktu yang lalu
Masalah Perbankan
Bank
merupakan salah satu urat nadi perekonomian sebuah negara, tanpa Bank, bisa
kita bayangkan bagaimana kita sulitnya menyimpan dan mengirimkan uang,
memperoleh tambahan modal usaha atau melakukan transaksi perdagangan
Internasional secara efektif dan aman. Saat ini banyak orang memperbincangkan
tentang perbankan syariah, yang merupakan salah satu perangkat ekonomi syariah.
Sebenarnya apa definisi dari Bank syariah itu? Bagaimana cara kerja Bank
Syariah? Dan apa bedanya Bank Syariah dengan Bank Umum yang banyak berkembang
di masyarakat saat ini atau yang sering disebut juga dengan Bank Konvensional?
Disini akan dibahas sekilas satu per satu tentang perbankan syariah.
Bank di Indonesia terbagi
menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Menurut UU RI No.7 Tahun
1992 Bab I pasal 1 ayat 1, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak”. Perbankan syariah atau
Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan
syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem perbankan syariah ini didasari
oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga
atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang
dikategorikan haram (usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman
haram, usaha media yang tidak islami, dll), dimana hal ini tidak dijamin oleh
sistem perbankan konvensional.
Di Indonesia perbankan syariah
dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia, dan hingga tahun 2007 sudah terdapat 3
institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah
Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit
usaha syariah adalah 19 bank, diantaranya merupakan bank besar seperti Bank
Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah
juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang
104 BPR Syariah. Keberadaan Bank Syariah di Indonesia telah di atur dalam UU No.10
tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan. Sementara
itu, Bank Konvensional adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usahanya
secara konvensional.
Pertama – tama akan kita bahas
tentang persamaan dari kedua bank tersebut, yakni ada persamaan dalam hal sisi
teknis penerimaan uang, persamaan dalam hal mekanisme transfer, teknologi
komputer yang digunakan maupun dalam hal syarat-syarat umum untuk mendapat
pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Dalam
hal persamaan ini semua kegiatan yang dijalankan pada Bank Syariah itu sama
persis dengan yang dijalankan pada Bank Konvensional, dan nyaris tidak ada
bedanya.
Selanjutnya, mengenai
perbedaannya, antara lain meliputi aspek akad dan legalitas, struktur
organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja. Yang pertama tentang akad
dan legalitas, yang merupakan kunci utama yang membedakan antara bank syariah
dan bank konvensional. “innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan
itu bergantung dari niatnya. Dan dalam hal ini bergantung dari aqadnya.
Perbedaannya untuk aqad-aqad yang berlangsung pada bank syariah ini hanya aqad
yang halal, seperti bagi hasil, jual beli atau sewa – menyewa. Tidak ada unsur
riba’ dalam bank syariah ini, justru menerapkan sistem bagi hasil dari
keuntungan jasa atas transaksi riil.
Perbedaan selanjutnya yaitu
dalam hal struktur organisasi bank. Dalam bank syariah ada keharusan untuk
memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasinya. DPS ini
bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai
dengan garis-garis syariah. DPS biasanya ditempatkan pada posisi setingkat
dengan dewan komisaris. DPS ini ditetapkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) setiap tahunnya. Semenjak tahun 1997, seiring dengan pesatnya
perkembangan bank syariah di Indonesia, dan demi menjaga agar para DPS di
setiap bank benar-benar tetap konsisten pada garis-garis syariah, maka MUI
membentuk sebuah lembaga otonom untuk lebih fokus pada ekonomi syariah dengan membentuk
Dewan Syariah Nasional.
Penanganan resiko usaha, Bank
Syariah menghadapi resiko yang terjadi secara bersama antara bank dan nasabah.
Dalam sistem Bank Syariah, tidak mengenal negative spread (selisih negatif).
Sedangkan pada Bank Konvensional, resiko yang dialami bank tidak ada kaitannya
dengan resiko debitur dan sebaliknya. Antara pendapatan bunga dengan beban
bunga dimungkinkan terjadi negative spread (selisih negatif) dalam sistem Bank
Konvensional.
Kemudian perbedaan lainnya
adalah pada lingkungan kerja Bank Syariah. Sekali-sekali cobalah kunjungi Bank
Syariah, pasti ketika kita memasuki kantor bank tersebut ada nuansa tersendiri.
Nuansa yang diciptakan untuk lebih bernuansa islami. Mulai dari cara
berpakaian, beretika dan bertingkahlaku dari para karyawannya. Nuansa yang
dirasakan memang berbeda, lebih sejuk dan lebih islami.
Perbedaan utama yang paling
mencolok antara Bank Syariah dan Bank Konvensional yakni pembagian keuntungan.
Bank Konvensional sepenuhnya menerapkan sistem bunga atau riba. Hal ini karena
kontrak yang dilakukan bank sebagai mediator penabung dengan peminjam dilakukan
dengan penetapan bunga. Karena nasabah telah mempercayakan dananya, maka bank
harus menjamin pengembalian pokok beserta bunganya. Selanjutnya keuntungan bank
adalah selisih bunga antara bunga tabungan dengan bunga pinjaman. Jadi para
penabung mendapatkan keuntungan dari bunga tanpa keterlibatan langsung dalam
usaha. Demikian juga pihak bank tak ikut merasakan untung rugi usaha tersebut.
Hal yang sama tak berlaku di Bank Syariah. Dana masyarakat yang disimpan di bank disalurkan kepada para peminjam untuk mendapatkan keuntungan Hasil keuntungan akan dibagi antara pihak penabung dan pihak bank sesuai perjanjian yang disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud adalah bukan membagi keuntungan atau kerugian atas pemanfaatan dana tersebut. Keuntungan dan kerugian dana nasabah yang dioperasikan sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab dari bank. Penabung tak memperoleh imbalan dan tak bertanggung jawab jika terjadi kerugian. Bukan berarti penabung gigit jari tapi mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan.
Hal yang sama tak berlaku di Bank Syariah. Dana masyarakat yang disimpan di bank disalurkan kepada para peminjam untuk mendapatkan keuntungan Hasil keuntungan akan dibagi antara pihak penabung dan pihak bank sesuai perjanjian yang disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud adalah bukan membagi keuntungan atau kerugian atas pemanfaatan dana tersebut. Keuntungan dan kerugian dana nasabah yang dioperasikan sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab dari bank. Penabung tak memperoleh imbalan dan tak bertanggung jawab jika terjadi kerugian. Bukan berarti penabung gigit jari tapi mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan.
Dari perbandingan itu terlihat
bahwa dengan sistem riba pada Bank Konvensional penabung akan menerima bunga
sebesar ketentuan bank. Namun pembagian bunga tak terkait dengan pendapatan
bank itu sendiri. Sehingga berapapun pendapatan bank, nasabah hanya mendapatkan
keuntungan sebesar bunga yang dijanjikan saja. Sekilas perbedaan itu
memperlihatkan di Bank Syariah nasabah mendapatkan keuntungan bagi hasil yang
jumlahnya tergantung pendapatan bank. Jika pendapatan Bank Syariah naik maka
makin besar pula jumlah bagi hasil yang didapat nasabah. Ketentuan ini juga
berlaku jika bank mendapatkan keuntungan sedikit.
INDUSTRI
PERBANKAN SYARIAH HADAPI TANTANGAN EKONOMI GLOBAL
Industri perbankan syariah menghadapi
tantangan ekonomi global dengan pertumbuhan aset perbankan syariah yang semakin
naik dan berkembang pesat pada tahun 2013 serta beberapa tahun mendatang.
Hal itu dikemukakan dalam acara seminar
ekonomi syariah dalam rangka menghadapi tranformasi industri keuangan era
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan tema "Strategi dan Tantangan
Pertumbuhan Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Non Bank di Era
OJK", di Jakarta, Kamis (28/3).
Direktur
Bank Muamalat, Andi bukhari mengatakan, sektor perbankan syariah akan menhadapi
tantangan ekonomi global dimana tantanngan itu akan menyebabkan pertumbuhan
ekonomi melambat serta terjadinya krisis ekonomi.
“Sektor perbankan syariah sedang
menghadapi tantangan dengan krisis ekonomi global yang menyebabkan pertumbuhan
ekonomi melambat dan krisis keuangan di Asia telah berdampak terhadap krisis
ekonomi, serta harus bersaing dengan perbankan nasional dan internasional“ kata
Andi.
Andi menambahkan Dalam menghadapi
tantangan krisis ekonomi global perlu adanya strategi bersaing dengan pemberian
layanan yang setara dengan standar industri, juga perlu adanya dukungan kuat
serta peningkatan produk dan perluasan jangkauan distribusi.
Kepala Eksekutif Pengawasan Industri
Keuangan Non Bank OJK, Firdaus Djaelani mengatakan, produk syariah bukan lagi
sebagai produk alternatif melainkan menjadi solusi terhadap produk-produk
lembaga konvensional bagi masyarakat.
"Produk-produk syariah bukan lagi
sebagai produk alternatif saja tetapi harus menjadi solusi terhadap
produk-produk lembaga konvesional bagi masyarakat,“ kata Firdaus Djaelani.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Ekonomi
Syariah (MES) juga ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D. Hadad, dalam
sambutannya mengatakan, perbankan syariah harus membangun sinergi dan integrasi
pelayanan jasa keuangan yang harus dibenahi dalam pertumbuhan perekonomian
syariah melalui pasar modal, asuransi serta Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Selain
itu, Direktur Perbankan Syariah Bank Indonesia, Nawawi menyatakan, Indonesia
merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi terstabil di dunia.
“Aset Perbankan Indonesia naik menjadi 6,3
persen hingga 6,7 persen pada tahun 2013 dan dalam delapan tahun terakhir
pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 6,1 hingga 6,2 persen. Indonesia
merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi terstabil di dunia,” kata Nawawi.
Stabilnya pertumbuhan ekonomi Indonesia
itu juga diiringi dengan pertumbuhan ekonomi syariah yang berkembang pesat
dengan terlihat dari meningkatnya pasar modal, asuransi syariah, obligasi
syariah dalam membangun sinergi bisnis model dengan pelayanan akses OJK lebih
ditingkatkan dan pembiayaan mikro membentuk model bisnis serta pembiayaan
ekonomi syariah.
Menurut pengamat ekonomi, Imam Sugema,
Indonesia akan menjadi rujukan pertama sebagai sentral ekonomi syariah dunia
dan sebagai pusat Industri keuangan syariah.
“Indonesia kedepannya akan menjadi rujukan
pertama sebagai sentral ekonomi syariah dunia dan sebagai pusat Industri
keuangan syariah jika pertumbuhan ekonomi syariah terus berkembang pesat dan
mampu untuk bersaing “ kata Iman Sugema.
Iman sugema yang juga pakar ekonomi makro
mengharapkan Indonesia lebih berperan dan dapat bersaing dengan negara-negara
berkembang dalam sektor perbankan syariah. "Kedepannya, Indonesia
yang merupakan mayoritas masyarakat Muslim menjadi penggerak utama
perbankan syariah," tambah Iman Sugema. (L/P010/P02)
Beberapa
Alasan Kenapa Kita Harus Memilih Bank Syariah
Perbankan syariah semakin mendunia. Ia
telah menjadi bagian penting dari perbankan global. Sekarang saja, terdapat
lebih dari 200 Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah di
lima benua utama dunia, yakni Asia, Afrika, Australia, Eropa dan Amerika Utara,
serta beberapa wilayah lainnya seperti Kepulauan Karibia.
Perbedaan geografis ini menunjukkan bahwa
prinsip syariah telah dapat menunjukkan fleksibilitasnya dan juga adaptifitas
dari sistem perbankan Islam dan pasar yang cukup besar dan senantiasa ada
(eksis) untuk produk-produk khusus yang ditawarkan oleh Bank-Bank Islam,
seperti yang kita lihat dalam banyak kasus, yaitu terdiversifikasi menjadi
asuransi Takaful,
perbankan investasi dan manajemen dana. Inilah yang membuat Bank-Bank Islam
pada akhirnya telah dapat menemukan pangsa pasarnya sendiri dengan market sharing yang cukup
tinggi dan mampu bersaing secara terbuka dengan Bank-Bank konvensional (serta
dalam beberapa kasus dengan institusi-institusi Islam lainnya) (Mervyn, 2004,
hal. 346).
Ide dasar sistem perbankan Islam
sebenarnya dapat dikemukakan dengan prinsip yang sangat sederhana. Operasi
Institusi keuangan Islam terutama berdasarkan pada prinsip PLS (profit and loss sharing- atau
bagi untung dan rugi). Perlu untuk diketahui bahwa praktik PLS ini sudah ada
sejak zaman sebelum Islam datang. Nabi Muhammad pun juga telah melakukan hal
yang sama. Ia mempraktikkan teknik kemitraan bisnis dengan menggunakan prinsip mudharabah, yaitu kontrak permodalan
dimana satu pihak memercayakan sebuah modal kepada seorang investor dengan
imbalan memperoleh suatu bagian yang telah ditentukan dari keuntungan/kerugian
dari bisnis yang dimodali. Ia bertindak sebagai mudharib (sebagai wakil/pihak
yang dimodali) untuk istrinya Khadijah.
Perbankan syariah memberikan layanan bebas
bunga (tanpa unsur riba)
kepada para nasabahnya serta mengajaknya untuk ikut berpartisipasi dalam bidang
usaha yang didanai sebagai sebuah metoda alokasi sumber daya. Tentu saja, usaha
yang didanai ini sudah dilakukan monitoring secara ketat oleh Bank dan dianggap
memiliki segi potensial yang menjanjikan. Maka dari itu, di samping kita
menitipkan uang kita pada Bank, kita juga dilatih untuk belajar berinvestasi
dan turut mendongkrak perekonomian bangsa dengan memberikan pinjaman modal
kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan, seperti contohnya pada UKM-UKM
untuk menggeliatkan usahanya.
Maka, pada akhirnya dapat disimpulkan
bahwa tujuan utama dari perbankan syariah ini adalah sebagai berikut:
-
Penghapusan sistem bunga (riba) dari semua transaksi keuangan. Penghapusan dan
pembaharuan semua aktifitas Bank agar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan
tidak merugikan di salah satu pihak.
-
Pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar sebagai sebuah bentuk
pembelajaran bahwa tidak ada sesuatu yang bisa diraih tanpa melalui
sebuah proses.
-
Sebagai sebuah media yang dapat dijadikan suatu alat yang dapat meningkatkan
taraf perekonomian masyarakat.
Maka,
dari semua penjelasan beserta fakta-fakta yang telah saya jelaskan, tidak ada
alasan untuk ragu lagi bergabung dengan Bank Syariah.
Mengapa
Harus bank Syariah
Akhir Mei lalu saya diminta Bank Danamon
Syariah untuk berbicara dalam acara sosialisasi bank syariah. Saya diminta
menjelaskan mengapa orang harus memilih bank syariah. Saya lalu memberikan
beberapa alasan.
Pertama adalah kewajiban agama. Bagi seorang muslim, tidak ada pilihan
lagi untuk memilih selain menjalankan syariah, termasuk dalam transaksi
keuangan. Saya lalu membacakan ayat Quran surah AlAhzab (33) ayat 36 yang berisi
tentang hal ini, dan Surah
Ali Imran (3) ayat 85 tentang orang yang mencari sistem
kehidupan lain tidak akan diterima dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi. Termasuk dalam hal ini adalah hukum bunga bank yang menurut para ulama di
berbagai negeri Islam sebagai riba yang hukumnya haram. Lihat saja hasil
bahasan Dewan Studi Islam Al Azhar, Cairo (1965), Rabithah Alam Islamy (1986
M), Majma’ Fiqih Islamy, Organisasi Konferensi Islam (1985). Di Indonesia
sendiri, Majelis Ulama Indonesia – Aceh telah menyatakan pada bulan Agustus
2001 bahwa bunga bank seperti yang dijalankan oleh bank konvensional sekarang
ini adalah haram hukumnya. Lokakarya ini didukung hasil penelitian Bank
Indonesia yang menyatakan bahwa 45% responden di Jawa mengatakan bunga tidak
sejalan dengan ajaran agama.
Kedua adalah sistem. Sistem perbankan Syariah adalah sistem
yang lebih adil. Ini karena menganut prinsip kebersamaan, yaitu untung dibagi
sama, resiko pun ditanggung bersama. Selain itu, sistem perbankan syariah lebih
bersih, karena semua transaksi harus sesuai dengan ajaran Syariah. Bila
terdapat dana/keuntungan non halal yang didapat secara tidak disengaja, harus
diberikan kepada dana sosial. Untuk memastikan ini, setiap bank syariah harus
memiliki Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk dan
transaksinya. Lagipula, sejalan dengan adanya tren corporate governance, sejak awal sistem perbankan
Syariah sudah lebih transparan dengan mengharuskan mudharib (dalam hal ini bank) untuk menjelaskan
semua usaha yang diberikan. Dalam soal ketahanan sistem, Perbankan Syariah terbukti lebih resisten
terhadap krisis. Sebagaimana diketahui, akibat krisis
berkepanjangan, negara harus menanggung biaya rekapitalisasi perbankan lebih
dari Rp600 trilyun dan bunga perbulan sebesar 50 milyar. Sebagai sebuah sistem,
perbankan Syariah bersifat universal, siapa pun bisa menjalankannya apabila ia
memiliki ilmunya, apapun agamanya.
Ketiga adalah komitmen. Hal ini terlihat pada keterlibatan dalam
pengembangan sektor riil dengan rasio pembiayaan terhadap simpanan (financing to deposit ratio)
yang di atas 100%. Selain itu, perbankan syariah terlibat penuh pada berbagai
kredit program untuk Usaha Kecil dan Menengah seperti P2KER dan KKPA.
Keempat adalah tren pasar. Realitas nasional menunjukkan
peningkatan tajam dalam aktivitas dan jaringan perbankan syariah sejak tahun
1998. Kini sudah berdiri 2 bank syariah, 5 unit usaha syariah dan 82 BPRS (data
tahun 2002). Dalam dua tahun ke depan, diperkirakan jaringan ini akan meningkat
dua kali lipat. Fenomena ini juga didukung dunia akademis yang sangat intensif
mengadakan kajian dan seminar tentang perbankan dan ekonomi syariah seperti
seperti Airlangga, UI, Brawijaya, IAIN dan lain-lain.
Tren
internasional juga tidak kalah gregetnya sehingga beberapa analis memperkirakan
tren dunia perbankan kini mengarah kepada perbankan Islam. Hal ini dilihat dari
pembukaan layanan Islamic banking dari beberapa bank skala dunia seperti
Citibank, Standard Chartered, HSBC, ANZ dan ABN-Amro. Fenomena lainnya yang
layak disebut adalah: Pada bulan Desember 2000 Federal Reserve (bank sentral Amerika) meminta Bahrain Institute of Banking and Finance untuk
mengadakan pelatihan bagi para pejabatnya. Demikian pula pada bulan Februari
2002 Department Treasury Amerika
meminta Harvard University untuk melakukan pelatihan dan penelitian perbankan
Islam bagi para pegawainya. Bulan Mei lalu, Bank of England mengadakan seminar
tentang Islamic Bank dan kemungkinan pengaturan khusus oleh Financial Service Authority.
Sebagaimana di Indonesia, beberapa universitas dunia mulai menawarkan program
kajian Islamic banking and
finance, seperti Harvard, Loughborough, Durham, Oxford dan Monash.
Kelima adalah dukungan kebijakan dan
pengaturan. Bank
Indonesia kini tengah giat melakukan sosialisasi perbankan syariah ke tengah
masyarakat. Untuk perbankan syariah ini bahkan kini tengah dibuatkan cetak biru
(blue print)
pengembangannya untuk 10 tahun ke depan. Selain itu, sumberdaya manusianya pun
terus ditingkatkan melalui pelatihan, pendidikan dan lokakarya. Hal ini karena
diamanatkan oleh Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah
disempurnakan oleh Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan
Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Karena itu, tidak usah
heran jika berbagai peraturan tentang bank syariah pun bermunculan. Soal
pengaturan dan peraturan ini juga sudah ada pada level internasional, seperti
AAOIFI dan International Financial Service Board (IFSB) yang dibentuk oleh IMF
dan Bank Dunia, serta diresmikan pada bulan April lalu di Paris.
Selain
alasan-alasan ini, saya juga menyampaikan beberapa kritik seperti yang sering
disampaikan masyarakat. Itu bisa dimengerti karena sebagai sebuah sebuah sistem
yang relatif baru, perbankan syariah masih memerlukan ide-ide baru untuk
pengembangannya
Perbankan syariah
Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: المصرفية الإسلامية al-Mashrafiyah
al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan
yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan
adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba),
serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal
tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan
produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak
Islami, dan lain-lain.
Meskipun
prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah
perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank
Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta
atau semi-swasta dalam komunitas muslim
di dunia.
Sejarah
Suatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom disebut
sebagai "kapitalisme Islam", telah mulai berkembang antara abad ke-8
dan ke-12. Perekonomian moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uang dinar
yang beredar luas saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya
independen secara ekonomi.
Pada abad ke-20, kelahiran perbankan
syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu
gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis. Sekitar tahun 1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya pengelolaan
dana jamaah haji secara non konvensional. Tahun 1963,
Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.
Perbankan
syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan menunjukkan
tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa depan. Laporan dari
International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad
menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga
keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan
mayoritas penduduk muslim serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika. Diperkirakan
terdapat lebih dari AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola
sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut analisis majalah The Economist. Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total
estimasi aset dunia pada tahun 2005.
Analisis Perusahaan
Induk CIMB Group menyatakan bahwa keuangan syariah adalah
segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan global, dan penjualan obligasi syariah
diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar pada 2010.
Prinsip perbankan syariah
Perbankan syariah memiliki tujuan yang
sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat
menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana,
membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam
transaksi-transaksi perbankan tersebut:
- Perniagaan atas barang-barang yang haram,
- Bunga (ربا riba),
- Perjudian dan spekulasi yang disengaja (ميسر maisir), serta
- Ketidakjelasan dan manipulatif (غرر gharar).
Perbandingan
antara bank syariah dan bank konvensional adalah sebagai berikut:
Bank Islam
|
Bank Konvensional
|
Afzalur
Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on Banking and Insurance (1980)
berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah bertujuan membawa kemaslahatan bagi
nasabah, karena menjanjikan keadilan yang sesuai dengan syariah dalam sistem
ekonominya.
Tantangan
Pengelolaan Dana
Laju pertumbuhan perbankan syariah di
tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia
diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15
persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima
tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan
syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari
tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat
luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang Malaysia.
Tahun
lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit
(272 juta dollar AS). Akhir Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran
ini hampir mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di
Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen
dari total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan
perbankan syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.
Implementasi kebijakan office channeling,
dukungan akseleratif pemerintah berupa pengelolaan rekening haji yang akan
dipercayakan pada perbankan syariah, serta hadirnya investor-investor baru akan
mendorong pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan perbankan syariah, Adiwarman
Azwar Karim, berpendapat, perkembangan perbankan syariah antara lain akan
ditandai penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan
pemerintah.
Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti
Citibank dan HSBC, bahkan bersiap menyambut penerbitan sukuk dengan membuka
unit usaha syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara Teluk juga
tengah bersiap membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi menjadi bank
syariah. Kriteria bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil, antara Rp
500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan
melakukan sindikasi pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga keuangan
global.
Adanya
perbankan syariah di Indonesia dipelopori oleh berdirinya Bank Muamalat
Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)dengan tujuan
mengakomodir berbagai aspirasi dan pendapat di masyarakat terutama masyarakat
Islam yang banyak berpendapat bahwa bunga bank itu haram karena termasuk riba
dan juga untuk mengambil prinsip kehati-hatian. Apabila dilihat dari segi ekonomi
dan nilai bisnis, ini merupakan terobosan besar karena penduduk Indonesia 80%
beragama islam, tentunya ini bisnis yang sangat potensial. Meskipun sebagian
orang islam berpendapat bahwa bunga bank itu bukan riba tetapi faedah, karena
bunga yang diberikan atau diambil oleh bank berjumlah kecil jadi tidak akan
saling dirugikan atau didzolimi, tetapi tetap saja bagi umat islam berdirinya
bank-bank syariah adalah sebuah kemajuan besar.
Tetapi sistem perbankan syariah di
Indonesia masih belum sempurna atau masih ada kekurangannya yaitu masih
berinduk pada Bank Indonesia, idealnya pemerintah Indonesia mendirikan lembaga
keuangan khusus syariah yang setingkat Bank Indonesia yaitu Bank Indonesia
Syariah.
0 komentar: