Perbankan Syariah


Bank Syariah dalam Ekonomi Indonesia

Bekasi, AnggaBratadharma - Berbicara mengenai ekonomi, maka tidak lepas dari aktivitas ekonomi, baik yang dilakukan oleh perorangan maupun yang dilakukan lembaga disuatu negara. Ekonomi menjadi penting manakala bersinggungan dengan aktivitas kepemerintahan suatu negara. Bahkan, dewasa kini ekonomi syariah muncul dan ikut berkontribusi kepada perekonomian Indonesia.
Berbicara masalah ekonomi syariah, maka di Indonesia kini ekonomi syariah mulai dikenal oleh masyarakat luas. Memang tidak dipungkiri kelahiran ekonomi syariah di Indonesia masih berumur jagung dan belum dikenal seperti masyarakat mengenal ekonomi konvensional atau ekonomi pada umumnya.
Namun, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi syariah mulai diperhitungkan oleh banyak kalangan. Bayangkan saja, ekonomi syariah atau dikerucutkan kepada perbankan syariah tumbuh lebih besar bila dibandingkan dengan perbankan konvensional.
Perbankan syariah tumbuh secara aset mencapai Rp152,3 triliun per Maret 2012, mengambil 4,1% pangsa pasar industri perbankan di Tanah Air. Bahkan, perbankan syariah juga bisa bertahan manakala krisis yang terjadi, baik di Indonesia maupun di internasional
Artinya apa? Artinya, Indonesia memiliki satu pondasi lainya dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan sekaligus bank syariah berfungsi sebagai media mengakses dana kepada masyrakat, yang sebelumnya masyrakat sedikit terkendala dengan akses pendanaan dari perbankan konvensional
Perlu diketahui, yang membedakan antara perbankan konvensional dan perbankan syariah adalah dalam hal memitigasi risiko, yakni bank syariah tidak mengenal “bunga”, dan bank siap melakukan kontrak syariah dalam hal terjadi fraud kepada nasabah. Sehingga nasabah dalam posisi yang saling menguntungkan dengan bank syariah tersebut, dan lain-lain.
Namun, perbankan syariah masih memiliki kendala yang menyebabkan perbankan syariah belum btertumbuh secara baik, yakni Sumber Daya Manusia yang mumpuni untuk mengembangkan perbankan syariah pada waktu-waktu mendatang.
Perbankan syariah masih menggunakan SDM dari perbankan konvensional, yang nantinya dimodifikasi dan dibekali ilmu dan pengetahuan mengenai perbankan syariah. Hal ini terjadi disebabkan minimnya SDM mengenai perbankan syariah.
Mengingat perbankan syariah masih berumur jagung, maka aset dan modal yang dimiliki untuk mengeluarkan cost dalam hal penyediaan dan edukasi SDM mengenai perbankan syariah dinilai mahal. Karenanya, solusi mengambil dari bank konvensional menjadi pilihan utama.
Head of Syariah Business PT Bank OCBC NISP Tbk Koko T. Rachmady mengatakan, perlu percepatan pengadaan sumber daya insani (SDI) karena perkembangan industri perbankan syariah yang sangat cepat. Selama ini tenaga kerja diambil dari perbankan konvensional, yang sesungguhnya juga membutuhkan SDM karena pertumbuhannya juga cukup besar.
“Kalau di negara berkembang tenaga kerja selalu jadi masalah, karena pertumbuhan ekonomi baik jadi pertumbuhan ada di semua sektor. Syariah sendiri tumbuh luar biasa, ini perlu SDI yang handal, ini tidak secepat bisnisnya,” cakapnya, seperti yang dikutip dalam Infobanknews.com
Kendati demikian, “analisa gembel” penulis menyiratkan masalah lain selain SDM adalah sistem yang dimiliki perbankan syariah masih sama dengan perbankan konvensional, hanya saja yang membedakanya adalah akad yang ada diperbankan syariah.
Padahal, dengan minimya masalah yang dihadapi oleh perbankan syariah, maka secara tidak langsung berimplikasi kepada sektor ekonomi di Indonesia, terutama sektor UKM dan sektor riil. Sehingga memang terjadi peningkatan daya saing dalam konteks ekonomi global yang tengah terjad.(@)

Permasalahan Ekonomi

Masalah Pokok Ekonomi
Teori-teori mulai muncul untuk mencoba mengidentifikasi maslah ekonomi apakah yang sebenarnya yang dihadapi manusia di muka bumi ini. Secara umum ada dua buah teori umum yang mencoba untuk menjelaskan permasalahan yang ada dalam ekonomi, yaitu pokok masalah ekonomi secara klasik dan modern.
1.         Pokok Masalah Ekonomi Klasik
Pokok maslaah ekonomi klaskik merupakan bahasan teori ekonomi klasik. Teori ini berdasarkan pemikiran Adam smith, David Ricardo, dan Jhon Stuart Mill yang mendominasi pemikiran ekonomi sampai tahun 1870-an. Teori ekonomi klasik melihat pentingnya  masalah ekonomi sebagai kesatuan dari proses produksi, distribusi, dan konsumsi untuk kesejahteraan (kemakmuran), dalam hal ini amat menekankan kekuatan pasar sehingga menolak campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi.
Maslah ekonomi klasik adalah ekonomi yang dilihat dari sudut pandang sederhana. Pada dasarrnya pemikiran ini bertujuan pada satu hal, yaitu kemakmuran. Pemecahan masalah ini adalah dengan melakukan apapun yang dianggap perlu agar kemakmuran dpat dicapai. Yang disebut sebagai kemakmuran adalah situasi dimana semua barang dan jasa yang dibutuhkan manusia telah tersedia. Apabila dirincikan masalah ekonomi klasik dilihat dari segi produksi, distibusi, dan konsumsi
a.       Masalah Produksi
Permasalahan produksi adalah permasalahan bagaimana memproduksi semua benda (barang dan jasa) yang dibutuhkan masyarakat banyak.
b.      Masalah distribusi
Maslah distribusi terletak pada bagamana supaya benda-benda pemuas kebutuhan bisa sampai ke tangan konsusmen yang membutuhkannya. Seperti yang telah diketahui , barang dan jasa yang tidak sampai ke tangan konsumen yang tepat, tidak ada nilai gunanya, dan tidak dpaat memuasakan kebutuhan.
c.       Masalah Konsumsi
Maslaah konsumsi menyangkut  masalah apakah benda pemuas kebutuahn yang diproduksi memang benda  yang dapat dimiliki oleh konsumen. Barang  yang diproduksi haruslah barang yang tepat, yaitu barang yang memang dibutuhkan, diinginkan, dan mampu dibeli oleh konsumen.
 2.         Pokok Masalah Ekonomi Modern
Pokok permaslaaan ekonomi modern terangkum dalam dua kata kunci, kelangkaan dan pilihan. Yang pertama menjadi penyebab yang kedua sehingga muncul empat pertanyaan mendasar tentang what, how, who, dan for whom tersebut. Walaupun setiap masyarakat menghadapi pertanyaan yang sama, namun cara mengatasinya berbeda. Perbedaan cara ini lah yang melahirkan sejumlah sistem ekonomi.
Kita dapat mendefinisikan empat maslaah fundamental perekonomian yang dihadapi setiap masyarakat di era modern.
a.       Apa (What)
Barang dan jasa apa saja yang akan  diproduksi dan dalam jumlah bera, harus ditentukan. Dari sekian banyak barang dan jasa, manakah yang harus dipilih untuk diproduksi!. Keputusan produksi tidak lagi hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan, namun juga untuk menghasilkan keuntungan maksimum.
b.      Bagaimana (How)
Dengan cara bagamana proses produksi akan dilakukan? Apakah akan mendatangkankeuntungan yang besar? Apabila terdapat barang modal berupa bangunan apakah akan dijadikan kantor atau gudang? Bila  terdapat sebidang tanah apakah akan digunakan? Ditanami padi, jagung, atau tebu?.
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu harus dijawab dengan bijaksana. Salah melakukan produksi akan berakibat pada kerugiaa, Kelebihan atau kekurangan produksi juga dapat menimbulkan kerugian, karena aktivitas produksi membutuhkan biaya.
Dengan cara bagaimana (who) proses produksi akan dilakukan? Maksudnya adalah siapa yang akan melaksanakan, menggunakan sumber daya  apa saaja, dengan teknologi apa barang-barang tersebut dihasilkan, dan seberapa besar skala produksinya. Hai ini dibutuhkan dalam  rangka penyesuaian perkembangan zaman. Beberapa faktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan ini yaitu:
-          Pilihan kombinasi sumber daya yang digunakan
-          Perencanaan proses produksi untuk mendapatkan keuntungan
-          Penentuan teknologi yang digunakan
-          Pertimbangan faktor eksternal: harga, perekonomian, suku bunga, biaya produksi, inflasi, valuta asing dan lain-lain.
c.       Siapa pelalu Produksi (Who)
Di zaman modern,  banyak pihak yang bisa melakukan produksi seperti, pemerintah, swasta, atau koperasi. Inilah salah satu modernisasi, yaitu spesialisasi. Spesialisasi berarti setiap pihak memiliki keterampilan dan keahlian khusus  yang tidak dimiliki pihak lain.
Pertimbangan mengenai pelaku produksi merupakan hal yang penting  karena setiap pihak memiliki kelebihan untuk memproduksi lebih baik.
d.      Untuk siapa (For Whom)
Untuk siapa (for whom) barang di produksi apakah untuk segmen pasar tertentu, atau  masyarakat umu!.

Masalah Ekonomi Indonesia
Indonesia merupakan negara yang kaya. Namun harus diakui bahwa masih banyak sumber daya milik Indonesia yang belum dimanfaatkan secara maksimal atau bahkan malah justru pihak asing yang berhasil mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Hal tersebut merupakan salah satu masalah ekonomi Indonesia. Berikut ini adalah beberapa masalah ekonomi Indonesia yang lain:

1. PENGANGGURAN
Ini merupakan masalah klasik yang belum juga terselesaikan secara tuntas. Dari tahun ke tahun jumlah pengangguran di Indoensia semakin bertambah. Upaya pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja belum bisa menyelesaikan masalah ini.

2. EKONOMI BIAYA TINGGI
Ini juga merupakan masalah klasik di dunia industri. Ada banyak hal yang menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi. Diantaranya adalah pungutan liar / pungli yang tidak hanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi namun tidak jarang dilakukan secara terbuka

3. REGULASI EKONOMI
Beberapa kali pemerintah mengeluarkan keputusan mengenai regulasi ekonomi yang dianggap tidak tepat bagi kondisi perekonomian Indonesia. Contohnya adalah keputusan pemerintah untuk masuk dalam anggota CAFTA yang sekarang ini mengakibatkan membanjirnya produk China di Indonesia sehingga membuat produk lokal kepayahan di pasar sendiri

4. KELANGKAAN BAHAN POKOK
Operasi pasar yang sering dilakukan pemerintah disaat harga bahan pokok mulai beranjak naik bisa dipastikan tidak membantu menyelesaikan masalah ini. Kelangkaan bahan pokok memang merupakan masalah yang sangat sering terjadi di wilayah luar jawa karena alasan teknis seperti transportasi. Namun menjelang puasa, lebaran, dan natal bisa dipastikan wilayah jawa juga mengalami masalah yang sama

5. TINGGINYA SUKU BUNGA PERBANKAN
Suku bunga merupakan salah satu indikator sehat / tidaknya kondisi perekonomian Indonesia. Suku bunga yang terlalu tinggi ataupun yang terlalu rendah akan sangat mempengaruhi perekonomian.

6. TINGGINYA NILAI INFLASI
Nilai inflasi akan sangat berpengaruh bagi kondisi perekonomian suatu negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri nilai inflasi tergolong tinggi sehingga banyak masalah ekonomi susulan yang terjadi karena inflasi ini. Selain itu, inflasi di Indonesia sangat 'sensitif' mudah sekali naik. Misalnya  walaupun hanya dipengaruhi oleh tingginya harga cabai rawit beberapa waktu yang lalu

Masalah Perbankan

Bank merupakan salah satu urat nadi perekonomian sebuah negara, tanpa Bank, bisa kita bayangkan bagaimana kita sulitnya menyimpan dan mengirimkan uang, memperoleh tambahan modal usaha atau melakukan transaksi perdagangan Internasional secara efektif dan aman. Saat ini banyak orang memperbincangkan tentang perbankan syariah, yang merupakan salah satu perangkat ekonomi syariah. Sebenarnya apa definisi dari Bank syariah itu? Bagaimana cara kerja Bank Syariah? Dan apa bedanya Bank Syariah dengan Bank Umum yang banyak berkembang di masyarakat saat ini atau yang sering disebut juga dengan Bank Konvensional? Disini akan dibahas sekilas satu per satu tentang perbankan syariah.
Bank di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Menurut UU RI No.7 Tahun 1992 Bab I pasal 1 ayat 1, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak”. Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem perbankan syariah ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami, dll), dimana hal ini tidak dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Di Indonesia perbankan syariah dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia, dan hingga tahun 2007 sudah terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank, diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah. Keberadaan Bank Syariah di Indonesia telah di atur dalam UU No.10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan. Sementara itu, Bank Konvensional adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional.
Pertama – tama akan kita bahas tentang persamaan dari kedua bank tersebut, yakni ada persamaan dalam hal sisi teknis penerimaan uang, persamaan dalam hal mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan maupun dalam hal syarat-syarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Dalam hal persamaan ini semua kegiatan yang dijalankan pada Bank Syariah itu sama persis dengan yang dijalankan pada Bank Konvensional, dan nyaris tidak ada bedanya.
Selanjutnya, mengenai perbedaannya, antara lain meliputi aspek akad dan legalitas, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja. Yang pertama tentang akad dan legalitas, yang merupakan kunci utama yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional. “innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan itu bergantung dari niatnya. Dan dalam hal ini bergantung dari aqadnya. Perbedaannya untuk aqad-aqad yang berlangsung pada bank syariah ini hanya aqad yang halal, seperti bagi hasil, jual beli atau sewa – menyewa. Tidak ada unsur riba’ dalam bank syariah ini, justru menerapkan sistem bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi riil.
Perbedaan selanjutnya yaitu dalam hal struktur organisasi bank. Dalam bank syariah ada keharusan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris. DPS ini ditetapkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya. Semenjak tahun 1997, seiring dengan pesatnya perkembangan bank syariah di Indonesia, dan demi menjaga agar para DPS di setiap bank benar-benar tetap konsisten pada garis-garis syariah, maka MUI membentuk sebuah lembaga otonom untuk lebih fokus pada ekonomi syariah dengan membentuk Dewan Syariah Nasional.
Penanganan resiko usaha, Bank Syariah menghadapi resiko yang terjadi secara bersama antara bank dan nasabah. Dalam sistem Bank Syariah, tidak mengenal negative spread (selisih negatif). Sedangkan pada Bank Konvensional, resiko yang dialami bank tidak ada kaitannya dengan resiko debitur dan sebaliknya. Antara pendapatan bunga dengan beban bunga dimungkinkan terjadi negative spread (selisih negatif) dalam sistem Bank Konvensional.
Kemudian perbedaan lainnya adalah pada lingkungan kerja Bank Syariah. Sekali-sekali cobalah kunjungi Bank Syariah, pasti ketika kita memasuki kantor bank tersebut ada nuansa tersendiri. Nuansa yang diciptakan untuk lebih bernuansa islami. Mulai dari cara berpakaian, beretika dan bertingkahlaku dari para karyawannya. Nuansa yang dirasakan memang berbeda, lebih sejuk dan lebih islami.
Perbedaan utama yang paling mencolok antara Bank Syariah dan Bank Konvensional yakni pembagian keuntungan. Bank Konvensional sepenuhnya menerapkan sistem bunga atau riba. Hal ini karena kontrak yang dilakukan bank sebagai mediator penabung dengan peminjam dilakukan dengan penetapan bunga. Karena nasabah telah mempercayakan dananya, maka bank harus menjamin pengembalian pokok beserta bunganya. Selanjutnya keuntungan bank adalah selisih bunga antara bunga tabungan dengan bunga pinjaman. Jadi para penabung mendapatkan keuntungan dari bunga tanpa keterlibatan langsung dalam usaha. Demikian juga pihak bank tak ikut merasakan untung rugi usaha tersebut.

Hal yang sama tak berlaku di Bank Syariah. Dana masyarakat yang disimpan di bank disalurkan kepada para peminjam untuk mendapatkan keuntungan Hasil keuntungan akan dibagi antara pihak penabung dan pihak bank sesuai perjanjian yang disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud adalah bukan membagi keuntungan atau kerugian atas pemanfaatan dana tersebut. Keuntungan dan kerugian dana nasabah yang dioperasikan sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab dari bank. Penabung tak memperoleh imbalan dan tak bertanggung jawab jika terjadi kerugian. Bukan berarti penabung gigit jari tapi mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan.
Dari perbandingan itu terlihat bahwa dengan sistem riba pada Bank Konvensional penabung akan menerima bunga sebesar ketentuan bank. Namun pembagian bunga tak terkait dengan pendapatan bank itu sendiri. Sehingga berapapun pendapatan bank, nasabah hanya mendapatkan keuntungan sebesar bunga yang dijanjikan saja. Sekilas perbedaan itu memperlihatkan di Bank Syariah nasabah mendapatkan keuntungan bagi hasil yang jumlahnya tergantung pendapatan bank. Jika pendapatan Bank Syariah naik maka makin besar pula jumlah bagi hasil yang didapat nasabah. Ketentuan ini juga berlaku jika bank mendapatkan keuntungan sedikit.

INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH HADAPI TANTANGAN EKONOMI GLOBAL

Industri perbankan syariah menghadapi tantangan ekonomi global dengan pertumbuhan aset perbankan syariah yang semakin naik dan berkembang pesat pada tahun 2013 serta beberapa tahun mendatang.
Hal itu dikemukakan dalam acara seminar ekonomi syariah dalam rangka menghadapi tranformasi industri keuangan era Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan tema "Strategi dan Tantangan Pertumbuhan Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Non Bank di Era OJK", di Jakarta, Kamis (28/3).
Direktur Bank Muamalat, Andi bukhari mengatakan, sektor perbankan syariah akan menhadapi tantangan ekonomi global dimana tantanngan itu akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat serta terjadinya krisis ekonomi.
“Sektor perbankan syariah sedang menghadapi tantangan dengan krisis ekonomi global yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat dan krisis keuangan di Asia telah berdampak terhadap krisis ekonomi, serta harus bersaing dengan perbankan nasional dan internasional“ kata Andi.
Andi menambahkan Dalam menghadapi tantangan krisis ekonomi global perlu adanya strategi bersaing dengan pemberian layanan yang setara dengan standar industri, juga perlu adanya dukungan kuat serta peningkatan produk dan perluasan jangkauan distribusi.
Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non Bank OJK, Firdaus Djaelani mengatakan, produk syariah bukan lagi sebagai produk alternatif melainkan menjadi solusi terhadap produk-produk lembaga konvensional bagi masyarakat.
"Produk-produk syariah bukan lagi sebagai produk alternatif saja tetapi harus menjadi solusi terhadap produk-produk lembaga konvesional bagi masyarakat,“ kata Firdaus Djaelani.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) juga ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D. Hadad, dalam sambutannya mengatakan, perbankan syariah harus membangun sinergi dan integrasi pelayanan jasa keuangan yang harus dibenahi dalam pertumbuhan perekonomian syariah melalui pasar modal, asuransi serta Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Selain itu, Direktur Perbankan Syariah Bank Indonesia, Nawawi menyatakan, Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi terstabil di dunia.
“Aset Perbankan Indonesia naik menjadi 6,3 persen hingga 6,7 persen pada tahun 2013 dan dalam delapan tahun terakhir pertumbuhan ekonomi  Indonesia sekitar 6,1 hingga 6,2 persen. Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi terstabil di dunia,” kata Nawawi.
Stabilnya pertumbuhan ekonomi Indonesia itu juga diiringi dengan pertumbuhan ekonomi syariah yang berkembang pesat dengan terlihat dari meningkatnya pasar modal, asuransi syariah, obligasi syariah dalam membangun sinergi bisnis model dengan pelayanan akses OJK lebih ditingkatkan dan pembiayaan mikro membentuk model bisnis serta pembiayaan ekonomi syariah.
Menurut pengamat ekonomi, Imam Sugema, Indonesia akan menjadi rujukan pertama sebagai sentral ekonomi syariah dunia dan sebagai pusat Industri keuangan syariah.
“Indonesia kedepannya akan menjadi rujukan pertama sebagai sentral ekonomi syariah dunia dan sebagai pusat Industri keuangan syariah jika pertumbuhan ekonomi syariah terus berkembang pesat dan mampu untuk bersaing “ kata Iman Sugema.
Iman sugema yang juga pakar ekonomi makro mengharapkan Indonesia lebih berperan dan dapat bersaing dengan negara-negara berkembang dalam sektor perbankan syariah. "Kedepannya, Indonesia yang merupakan mayoritas  masyarakat Muslim menjadi penggerak utama perbankan syariah," tambah Iman Sugema.  (L/P010/P02)

Beberapa Alasan Kenapa Kita Harus Memilih Bank Syariah

Perbankan syariah semakin mendunia. Ia telah menjadi bagian penting dari perbankan global. Sekarang saja, terdapat lebih dari 200 Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah di lima benua utama dunia, yakni Asia, Afrika, Australia, Eropa dan Amerika Utara, serta beberapa wilayah lainnya seperti Kepulauan Karibia.
Perbedaan geografis ini menunjukkan bahwa prinsip syariah telah dapat menunjukkan fleksibilitasnya dan juga adaptifitas dari sistem perbankan Islam dan pasar yang cukup besar dan senantiasa ada (eksis) untuk produk-produk khusus yang ditawarkan oleh Bank-Bank Islam, seperti yang kita lihat dalam banyak kasus, yaitu terdiversifikasi menjadi asuransi Takaful, perbankan investasi dan manajemen dana. Inilah yang membuat Bank-Bank Islam pada akhirnya telah dapat menemukan pangsa pasarnya sendiri dengan market sharing yang cukup tinggi dan mampu bersaing secara terbuka dengan Bank-Bank konvensional (serta dalam beberapa kasus dengan institusi-institusi Islam lainnya) (Mervyn, 2004, hal. 346).
Ide dasar sistem perbankan Islam sebenarnya dapat dikemukakan dengan prinsip yang sangat sederhana. Operasi Institusi keuangan Islam terutama berdasarkan pada prinsip PLS (profit and loss sharing- atau bagi untung dan rugi). Perlu untuk diketahui bahwa praktik PLS ini sudah ada sejak zaman sebelum Islam datang. Nabi Muhammad pun juga telah melakukan hal yang sama. Ia mempraktikkan teknik kemitraan bisnis dengan menggunakan prinsip mudharabah, yaitu kontrak permodalan dimana satu pihak memercayakan sebuah modal kepada seorang investor dengan imbalan memperoleh suatu bagian yang telah ditentukan dari keuntungan/kerugian dari bisnis yang dimodali. Ia bertindak sebagai mudharib (sebagai wakil/pihak yang dimodali) untuk istrinya Khadijah.
Perbankan syariah memberikan layanan bebas bunga (tanpa unsur riba) kepada para nasabahnya serta mengajaknya untuk ikut berpartisipasi dalam bidang usaha yang didanai sebagai sebuah metoda alokasi sumber daya. Tentu saja, usaha yang didanai ini sudah dilakukan monitoring secara ketat oleh Bank dan dianggap memiliki segi potensial yang menjanjikan. Maka dari itu, di samping kita menitipkan uang kita pada Bank, kita juga dilatih untuk belajar berinvestasi dan turut mendongkrak perekonomian bangsa dengan memberikan pinjaman modal kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan, seperti contohnya pada UKM-UKM untuk menggeliatkan usahanya.
Maka, pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari perbankan syariah ini adalah sebagai berikut:
-         Penghapusan sistem bunga (riba) dari semua transaksi keuangan. Penghapusan dan pembaharuan semua aktifitas Bank agar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan tidak merugikan di salah satu pihak.
-         Pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar sebagai sebuah bentuk pembelajaran bahwa tidak ada  sesuatu yang bisa diraih tanpa melalui sebuah proses.
-         Sebagai sebuah media yang dapat dijadikan suatu alat yang dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat.
Maka, dari semua penjelasan beserta fakta-fakta yang telah saya jelaskan, tidak ada alasan untuk ragu lagi bergabung dengan Bank Syariah.

Mengapa Harus bank Syariah

Akhir Mei lalu saya diminta Bank Danamon Syariah untuk berbicara dalam acara sosialisasi bank syariah. Saya diminta menjelaskan mengapa orang harus memilih bank syariah. Saya lalu memberikan beberapa alasan.
Pertama adalah kewajiban agama. Bagi seorang muslim, tidak ada pilihan lagi untuk memilih selain menjalankan syariah, termasuk dalam transaksi keuangan. Saya lalu membacakan ayat Quran surah AlAhzab (33) ayat 36 yang berisi tentang hal ini, dan Surah Ali Imran (3) ayat 85 tentang orang yang mencari sistem kehidupan lain tidak akan diterima dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. Termasuk dalam hal ini adalah hukum bunga bank yang menurut para ulama di berbagai negeri Islam sebagai riba yang hukumnya haram. Lihat saja hasil bahasan Dewan Studi Islam Al Azhar, Cairo (1965), Rabithah Alam Islamy (1986 M), Majma’ Fiqih Islamy, Organisasi Konferensi Islam (1985). Di Indonesia sendiri, Majelis Ulama Indonesia – Aceh telah menyatakan pada bulan Agustus 2001 bahwa bunga bank seperti yang dijalankan oleh bank konvensional sekarang ini adalah haram hukumnya. Lokakarya ini didukung hasil penelitian Bank Indonesia yang menyatakan bahwa 45% responden di Jawa mengatakan bunga tidak sejalan dengan ajaran agama.
Kedua adalah sistem. Sistem perbankan Syariah adalah sistem yang lebih adil. Ini karena menganut prinsip kebersamaan, yaitu untung dibagi sama, resiko pun ditanggung bersama. Selain itu, sistem perbankan syariah lebih bersih, karena semua transaksi harus sesuai dengan ajaran Syariah. Bila terdapat dana/keuntungan non halal yang didapat secara tidak disengaja, harus diberikan kepada dana sosial. Untuk memastikan ini, setiap bank syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk dan transaksinya. Lagipula, sejalan dengan adanya tren corporate governance, sejak awal sistem perbankan Syariah sudah lebih transparan dengan mengharuskan mudharib (dalam hal ini bank) untuk menjelaskan semua usaha yang diberikan. Dalam soal ketahanan sistem, Perbankan Syariah terbukti lebih resisten terhadap krisis. Sebagaimana diketahui, akibat krisis berkepanjangan, negara harus menanggung biaya rekapitalisasi perbankan lebih dari Rp600 trilyun dan bunga perbulan sebesar 50 milyar. Sebagai sebuah sistem, perbankan Syariah bersifat universal, siapa pun bisa menjalankannya apabila ia memiliki ilmunya, apapun agamanya.
Ketiga adalah komitmen. Hal ini terlihat pada keterlibatan dalam pengembangan sektor riil dengan rasio pembiayaan terhadap simpanan (financing to deposit ratio) yang di atas 100%. Selain itu, perbankan syariah terlibat penuh pada berbagai kredit program untuk Usaha Kecil dan Menengah seperti P2KER dan KKPA.
Keempat adalah tren pasar. Realitas nasional menunjukkan peningkatan tajam dalam aktivitas dan jaringan perbankan syariah sejak tahun 1998. Kini sudah berdiri 2 bank syariah, 5 unit usaha syariah dan 82 BPRS (data tahun 2002). Dalam dua tahun ke depan, diperkirakan jaringan ini akan meningkat dua kali lipat. Fenomena ini juga didukung dunia akademis yang sangat intensif mengadakan kajian dan seminar tentang perbankan dan ekonomi syariah seperti seperti Airlangga, UI, Brawijaya, IAIN dan lain-lain.
Tren internasional juga tidak kalah gregetnya sehingga beberapa analis memperkirakan tren dunia perbankan kini mengarah kepada perbankan Islam. Hal ini dilihat dari pembukaan layanan Islamic banking dari beberapa bank skala dunia seperti Citibank, Standard Chartered, HSBC, ANZ dan ABN-Amro. Fenomena lainnya yang layak disebut adalah: Pada bulan Desember 2000 Federal Reserve (bank sentral Amerika) meminta Bahrain Institute of Banking and Finance untuk mengadakan pelatihan bagi para pejabatnya. Demikian pula pada bulan Februari 2002 Department Treasury Amerika meminta Harvard University untuk melakukan pelatihan dan penelitian perbankan Islam bagi para pegawainya. Bulan Mei lalu, Bank of England mengadakan seminar tentang Islamic Bank dan kemungkinan pengaturan khusus oleh Financial Service Authority. Sebagaimana di Indonesia, beberapa universitas dunia mulai menawarkan program kajian Islamic banking and finance, seperti Harvard, Loughborough, Durham, Oxford dan Monash.
Kelima adalah dukungan kebijakan dan pengaturan. Bank Indonesia kini tengah giat melakukan sosialisasi perbankan syariah ke tengah masyarakat. Untuk perbankan syariah ini bahkan kini tengah dibuatkan cetak biru (blue print) pengembangannya untuk 10 tahun ke depan. Selain itu, sumberdaya manusianya pun terus ditingkatkan melalui pelatihan, pendidikan dan lokakarya. Hal ini karena diamanatkan oleh Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah disempurnakan oleh Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Karena itu, tidak usah heran jika berbagai peraturan tentang bank syariah pun bermunculan. Soal pengaturan dan peraturan ini juga sudah ada pada level internasional, seperti AAOIFI dan International Financial Service Board (IFSB) yang dibentuk oleh IMF dan Bank Dunia, serta diresmikan pada bulan April lalu di Paris.
Selain alasan-alasan ini, saya juga menyampaikan beberapa kritik seperti yang sering disampaikan masyarakat. Itu bisa dimengerti karena sebagai sebuah sebuah sistem yang relatif baru, perbankan syariah masih memerlukan ide-ide baru untuk pengembangannya

Perbankan syariah

Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: المصرفية الإسلامية al-Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia.

Sejarah

Suatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom disebut sebagai "kapitalisme Islam", telah mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12. Perekonomian moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uang dinar yang beredar luas saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara ekonomi.
Pada abad ke-20, kelahiran perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis. Sekitar tahun 1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.
Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa depan. Laporan dari International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika.  Diperkirakan terdapat lebih dari AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut analisis majalah The Economist. Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005.  Analisis Perusahaan Induk CIMB Group menyatakan bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan global, dan penjualan obligasi syariah diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar pada 2010.

Prinsip perbankan syariah

Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut:
  1. Perniagaan atas barang-barang yang haram,
  2. Bunga (ربا riba),
  3. Perjudian dan spekulasi yang disengaja (ميسر maisir), serta
  4. Ketidakjelasan dan manipulatif (غرر gharar).
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional adalah sebagai berikut:
Bank Islam
  • Melakukan hanya investasi yang halal menurut hukum Islam
  • Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa
  • Berorientasi keuntungan dan falah (kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
  • Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
  • Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai fatwa Dewan Pengawas Syariah
Bank Konvensional
  • Melakukan investasi baik yang halal atau haram menurut hukum Islam
  • Memakai perangkat suku bunga
  • Berorientasi keuntungan
  • Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kreditur-debitur
  • Penghimpunan dan penyaluran dana tidak diatur oleh dewan sejenis
Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on Banking and Insurance (1980) berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang sesuai dengan syariah dalam sistem ekonominya.

Tantangan Pengelolaan Dana

Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang Malaysia.
Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.
Implementasi kebijakan office channeling, dukungan akseleratif pemerintah berupa pengelolaan rekening haji yang akan dipercayakan pada perbankan syariah, serta hadirnya investor-investor baru akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan perbankan syariah, Adiwarman Azwar Karim, berpendapat, perkembangan perbankan syariah antara lain akan ditandai penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan pemerintah.
Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti Citibank dan HSBC, bahkan bersiap menyambut penerbitan sukuk dengan membuka unit usaha syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara Teluk juga tengah bersiap membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi menjadi bank syariah. Kriteria bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil, antara Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan melakukan sindikasi pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga keuangan global.
Adanya perbankan syariah di Indonesia dipelopori oleh berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)dengan tujuan mengakomodir berbagai aspirasi dan pendapat di masyarakat terutama masyarakat Islam yang banyak berpendapat bahwa bunga bank itu haram karena termasuk riba dan juga untuk mengambil prinsip kehati-hatian. Apabila dilihat dari segi ekonomi dan nilai bisnis, ini merupakan terobosan besar karena penduduk Indonesia 80% beragama islam, tentunya ini bisnis yang sangat potensial. Meskipun sebagian orang islam berpendapat bahwa bunga bank itu bukan riba tetapi faedah, karena bunga yang diberikan atau diambil oleh bank berjumlah kecil jadi tidak akan saling dirugikan atau didzolimi, tetapi tetap saja bagi umat islam berdirinya bank-bank syariah adalah sebuah kemajuan besar.
Tetapi sistem perbankan syariah di Indonesia masih belum sempurna atau masih ada kekurangannya yaitu masih berinduk pada Bank Indonesia, idealnya pemerintah Indonesia mendirikan lembaga keuangan khusus syariah yang setingkat Bank Indonesia yaitu Bank Indonesia Syariah.


0 komentar:

Copyright © 2012 Memo of Me.