Hak milik hukum perdata



Mengenal Hak Milik Menurut Hukum Perdata
Hak Milik (Hak Eigendom)

Pengertian hak milik disebutkan dalam Ps. 570 BWI yang menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati sepenuhnya kegunaan suatu benda dan untuk berbuat sebebas bebasnya terhadap benda itu asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang berwenang yang menetapkannya dan tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain, dengan tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak itu demi kepeningan umum berdasarkan ketentuan perundangan dengan pembayaran ganti rugi.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Memang dahulu hak eigendom dipandang benar-benar mutlak, dalam arti tidak terbatas, namun pada masa akhir-akhir ini mincul pengertian tentang asas kemasyarakatan (sociale functie ) dari hak tersebut. Hal tersebut tercermin dalam UUPA kita yang menonjolkan asas kemasyarakatan tesebut dengan menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Hal ini berarti bahwa kita sudah tidak dapat berbuat sewenang-wenang atau sebebas-bebasnya dengan hak milik kita sendiri. Bahkan pada masa kini suatu perbuatan yang pada hakekatnya berupa suatu pelaksanaan hak milik dapat dipandang sebagai bertentangan dengan hukum, jika perbuatan itu dilakukan dengan tidak menyangkut kepentingan yang patut, atau dengan maksud semata-mata untuk mengganggu kepentingan orang lain (“misbruikvanrecht”).

Contoh yang terkenal adalah putusan mahkamah agung di Perancis (Tahun 1855) di mana telah dikalahkan perkaranya seseorang yang membuat suatu pipa asap di atas atap rumahnya yang ternyata tidak ada gunanya dan hanya dimaksudkan untuk mengganggu tetangganya sehingga kehilangan suatu pemandangan yang indah. Hakim mahkamah agung tersebut menyatakan pembuatan pipa tersebut sbagai suatu misbruik van recht dan memerintahkan untuk menyingkirkan pipa asap yang bersangkutan.
Putusan pengadilan tinggi Belanda yang membenarkan tindakan berdasarkan gangguan atas hak milik (30 Januari 1914) yang terkenal dengan nama Krul Arrest. Dalam perkara ini seorang pengusaha roti bernama Krul digugat oleh Joosten karena pabrik rotinya menimbulkan suara yang keras dan getaran-getaran yang kuat yang menimbulkan gangguan bagi Joosten. Gugatan Joosten dikabulkan oleh pengadilan tinggi Belanda karana suara yang keras dan getaran yang kuat dari pabrik roti Krull itu, dianggap merupakan gangguan
terhadap penggunaan hak milik Joosten.
Sebagai hak kebendaan yang sempurna, hak milik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan yang lain.

b. Ditinjau dari segi kualitasnya, merupakan hak yang paling lengkap.

c. Bersifat tetap, artinya tidak akan lenyap terhadap hak kebendaan yang lain.
Sedangkan hak kebendaan yang lan dapat lenyap jika menghadapi hak milik.

d. Mengandung inti dari hak kebendaan yang lain, sedangkan hak kebendaan yang lain hanya meupakan bagian saja dari hak milik.
Setiap orang yang mempunyai hak milik atas sesuatu benda, berhak meminta kembali benda miliknya itu dari siapapun juga yang menguasainya (Ps. 574 BWI). Permintaan kembali yang didasarkan atas hak milik dinamakan revindicatie; di dalam sidang pengadilan baik sebelum maupun pada saat perkara belangsung, pemilik dapat mengajukan permohonan agar benda yang diminta kembali itu disita terlebih dahulu ( revindicatoir beslag), yaitu penyitaan yang dilakukan terhadap benda-benda bergerak milik pemohon yang berada dibawah kekuasaan orang lain dengan tidak perlu mengemukakan atau menguraikan bagaimana cara memperolehnya hak milik itu.

Cara memperoleh hak milik datur dalam Ps. 584 BWI, yang megatur hanya secara limitatif saja :
a. Melalui pengambilan (toegening atau occupatio)
Cara memperoleh hak milik dengan mengambil benda-benda bergerak yang sebelumnya tidak ada pemiliknya
b. Malalui penarikan oleh benda lain (natrekking atau accecio)
Cara memperoleh hak milik di mana benda pokok yang telah dimiliki secara alamiah bertambah besar atau bertambah jumlahnya. Misalnya pohon-pohoan (sebagai benda pokok) bertambah banyak sehingga jumlah
pohon yang menjadi hak milik menjadi bertambah.
c. Melalui daluwarsa (verjaring)
Cara memperoleh hak milik karena lampaunya waktu 20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah atau 30 tahun dalam hal tidak ada alas hak (Ps. 610 BWI). Kadaluarsa yang dimaksud disini adalah acquisiteve verjaring, yakni suatu cara untuk memperoleh hak kebendaan setelah lampau waktu tertentu, disisi lain tedapat extinctieve verjaring yaitu suatu cara untuk dibebaskan dari suatu hutang setelah terlampauinya waktu tertentu.
d. Melalui perwarisan (erfopvolging)
Cara memperoleh hak milik bagi para ahli waris yang ditinggalkan pewaris. Disini para ahli waris memperoleh hak milik menurut hukum tanpa harus ada tindakan penerimaan benda secara fisik. Ahli waris bisa berupa ahli waris menurut undang-undang (ab intestato) maupun menurut wasiat (testament)
e. Melalui penyerahan (levering atau overdracht).
Cara memperoleh hak milik karena adanya pemindahan hak milik seseoarang yang berhak memindahkannya kepada orang lain yang memperoleh hak milik itu. Cara ini merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam kehidupan masyarakat sekarang. Perkataan levering mempunyai dua arti. Yang pertama berarti perbuatan berupa penyerahan kekuasaan belaka atas suatu benda (feicelijke levering); pengertian kedua berarti perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain (yuridische levering). Penyerahan hak milik atas benda bergerak cukup dilakukan dengan penyerahan kekuasaan belaka atas benda itu, sedangkan penyerahan hak milik atas benda tak bergerak harus dibuatkan suatu surat penyerahan yang harus dituliskan dalam daftar hak milik. Mengenai levering dari benda bergerak yang tidak berwujud dapat dibedakan atas :
• Levering dari surat piutang atas tunjuk (aan tonder), berdasarkan Ps. 613 ayat (3) BWI dilakukan dengan penyerahan surat yang bersangkutan.
• Levering dari surat piutang atas nama (op naam), berdasarkan Ps. 613 ayat (1) BWI dilakukan dengan cara membuat akte otentik atau akte di bawah tangan (cessie). Ini berarti pergantian kedudukan berpiutang dari kredirur lama (cedent) kepada kreditur baru (cessionaris), sedangkan debiturnya dinamakan cessus. Jadi hak berpiutang dianggap telah beralih dari cedent kepada cessionaris pada saat akte cessie dibuat, bukan pada waktu akte cessie diberitahukan kepada cessus.
• Levering dari piutang atas perintah (aan order) yang berdasarkan Ps. 613 ayat (3) BWI harus dilakukan dengan surat piutang tersebut disertai dengan endosemen, yaitu menulis dibalik surat piutang yang menyatakan kepada siapa piutang tersebut dialihkan
Cara memperoleh hak milik yang tidak disebutkan dalam Ps. 584 BWI :
a.Pembentukan benda (zaaksvorming), yaitu dengan cara membentuk atau menjadikan benda yang sudah ada menjadi benda yang baru. Misalnya, kayu diukir menjadi patung, benang ditenun menjadi kain dlsb. Orang yang menjadikan atau membentuk benda baru tersebut menjadi pemiliknya (Ps. 606 BWI).

b. Penarikan hasilnya (vruchttrekking), yaitu benda yang merupakan hasil/buah dari benda pokok yang dikuasainya, misalnya buah pisang dari pohon pisang, anak sapi dari sapi yang dikuasainya (Ps. 575 BWI).

c. Percampuran atau persatuan benda vereniging), yaitu perolehan hak milik karena bercampurnya beberapa macam benda kepunyaan beberapa orang :
1.      Jika bercampurnya benda itu karena kebetulan, maka benda itu menjadi milik bersama orang-orang tersebut, seimbang dengan harga benda mereka semula.
2.     Jika bercampurnya benda itu karena perbuatan seseorang pemilik benda, maka dialah menjadi peimilik dari benda baru tersebut dengan kewajiban membayar ongkos-ongkos, ganti rugi dan bunganya kepada para pemilik lain dari benda-benda semula (Ps. 607-609 BWI).

d.. Pencabutan hak (onteigening),, yaitu cara memperoleh hak milik bagi penguasa dengan jalan pencabutan hak milik atas suatu benda kepunyaan satu atau beberapa orang. Untuk melakukan hal ini penguasa harus mendasarkan tindakannya pada undang-undang dan harus untuk tujuan kepentiangan umum dengan disertai pemberian ganti rugi yang layak kepada (para) pemiliknya.

e.Perampasan (verbeurdverklaring), yaitu cara memperoleh hak milik dari penguasa dengan jalan merampas hak milik atas suatu benda kepunyaan terpidana yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana.

f. Pembubaran suatu badan hukum, yaitu dengan pembuabaran badan hukum maka para anggota badan hukum dapat memperoleh bagian dari harta kekayaan badan hukum tersebut (Ps. 1665 BWI).
Pasal 573 BW mengatur tentang adanya suatu benda yang dipunyai oleh lebih satu orang, sehingga terjadi hak milik bersama (medeeigendom) atas suatu benda, di mana dinyatakan bahwa membagi suatu benda menjadi milik lebih dari satu orang, harus dilakukan menurut aturan-aturan yang ditetapkan tentang “pemisahan” dan “pembagian” harta peninggalan. Sedangkan aturan-aturan tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan diatur dalam Buku II Ps. 1066-1125 BWI.

Milik bersama dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu hak milik bersama yang bebas (vrije medeeigendom) dan hak milik bersama yang teriikat (gebonden medeeigendom). Contoh hak milik bersama yang bebas adalah a, b, dan c bersama-sama membeli sebuah komputer. Contoh hak milik bersama yang terikat adalah hak milik bersama suami istri terhadap harta perkawinan, terhadap harta peninggalan, terhadap harta kekayaan suatu badan hukum.
Inti perbedaannya adalah hak milik bersama yang bebas tidak mempunyai hubungan apa-apa sebelum mereka bersama menjadi pemilik ssesuatu barang; sedangkan dalam hak milik bersama yang terikat pemilikan bersama atas suatu benda itu justru sebagai akibat dari hubungan mereka satu sama lain yang telah ada sebelumnya. Perbedaan yang lain adalah bahwa di dalam hak milik bersama yang bebas terdapat kehendak bersama dari beberapa orang untuk memiliki suatu benda; sedangkan di dalam hak milik bersama yang terikat, kehendak untuk bersama sama menjadi pemilik hampir tidak ada, yang semata-mata ada diantara mereka adalah karena hubungan hukum yang telah ada sebelumnya.
Secara umum para ahli hukum mengatakan perbedaan antara hak milik bersama yang bebas dengan hak milik bersama yang terikat sebagai berikut :
a. Para pemilik dalam hak milik bersama yang bebas dapat meminta pemisahan dan pembagian atas benda yang merupakan milik bersama, sedangkan para pemilik di dalam hak milik bersama yang terikat tidak dapat meminta pemisahan dan pembagian terhadap benda milik bersama itu. Dalam hal ini terdapat keberatan / sanggahan dari para ahli hukum yang lain oleh karena mengenai “harta peninggalan”, para ahli waris dapat meminta pemisahan dan pembagian harta peninggalan tersebut.
b. Di dalam hak milik bersama yang bebas, masing-masing orang mempunyai bagian yang merupakan harta kekayaan yang berdiri sendiri, sehingga masingmasing berwenang untuk menguasai atau berbuat apa saja terhadap benda tersebut tanpa memerlukan izin dari pemilik yang lain; sedangkan di dalam hak milik bersama yang terikat, hal yang demikian tidak mungkin sebab harus mendapat izin dari pemilik-pemilik yang lain.
c. Di dalam hak milik bersama yang bebas, tiap-tiap pemilik mempunyai bagian atas benda milik bersama itu; sedangkan dalam hak milik bersama yang terikat tiap-tiap pemilik berhak atas seluruh bendanya.
Sebab-sebab yang mengakibatkan hapusnya hak milik adalah :

a. Karena ada orang lain yang memperoleh hak milik atas suatu benda yang sbelumnya menjadi hak milik seseorang, dengan salah satu cara untuk memperoleh hak milik seperti telah diuraikan di atas.
b. Karena musnahnya benda yang dimiliki.
c. Karena pemilik melepaskan benda yang dimilikinya dengan maksud untuk melepaskan hak miliknya.
-ranggiwirasakti-



Pengertian
Hak guna usaha (HGU) adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara, meliputi bidang pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan yang luas minimum 5 hektar untuk perorangan dan luas maksimum 25 hektar untuk badan usaha. Luas maksimum ditetapkan oleh menteri negara agraria/kepala BPN.
2. Objek tanahnya Tanah negara.
3. Subjek hak Warga Negara Indonesia (WNI) dan badan hukum Indonesia.
4. Jangka waktu HGU diberikan untuk jangka maksimum 35 tahun dan dapat diperpanjang maksimum 25 tahun. Permohonan perpanjangan tersebut diajukan selambat-lambatnya 2 tahun sebelum berakhirnya HGU tersebut.
5. Terjadinya HGU, HGU terjadi karena penetapan pemerintah. Caranya, melalui permohonan pemberian HGU oleh pemohon kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Apabila semua persyaratan dipenuhi maka BPN menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH). SKPH tersebut wajib didaftarkan ke kantor pertanahan kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya. Pendaftaran SKPH tersebut menandai lahimya HGU.
Kepala kantor wilayah BPN provinsi berwenang menerbitkan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 hektar. Kalau luas tanah HGU lebih dari 200 hektar maka yang berwenang menerbitkan SKPH-nya adalah kepala BPN.
6. Kewajiban pemegang HGU Pemegang HGU berkewajiban untuk:

a.  Membayar uang pemasukan kepada negara.
b. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan, serta peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya.
c. Mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis.
d. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan area HGU.
e. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam, dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan HGU.
g. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada negara sesudah HGU tersebut hapus.
h. Menyerahkan sertifikat HGU yang telah hapus kepada kepala kantor pertanahan.
7. Pembebanan HGU dengan hak tanggungan.
Prosedur hak tanggungan atas HGU, antara lain:

a. Adanya perjanjian utang piutang yang dibuat dengan akta notariil atau akta di bawah tangan sebagai perjanjian pokoknya.

b. Adanya penyerahan HGU sebagai jaminan utang yang dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh PPAT sebagai perjanjian ikutan.
c. Adanya pendaftaran akta pemberian hak tanggungan kepada kantor pertanahan kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat hak tanggungan.
Hak tanggungan atas HGU hapus dengan hapusnya HGU, namun tidak menghapuskan utang piutangnya.
8. Peralihan HGU
HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. HGU dapat beralih dengan cara pewarisan, yang harus dibuktikan dengan adanya surat wasiat atau surat keterangan sebagai ahli waris yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, surat keterangan kematian pemegang HGU yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, bukti identitas para ahli waris, dan sertifikat HGU yang bersangkutan.

Bentuk peralihan lain dari hak tersebut adalah jual beli, tukar-menukar, hibah, dan penyertaan dalam modal perusahaan yang harus dibuktikan dengan akta PPAT khusus yang ditunjuk oleh kepala BPN, sedangkan lelang harus dibuktikan dengan berita acara lelang yang dibuat oleh pejabat dari kantor lelang.
Peralihan HGU wajib didaftarkan kepada kantor pertanahan kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertifikat dari pemegang HGU yang lama kepada HGU yang baru.
9. Hapusnya HGU
HGU hapus karena:
a. Jangka waktunya berakhir.
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat tidak dipenuhi.
c.Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.
d. Dicabut untuk kepentingan umum.
e. Ditelantarkan.
f. Tanahnya musnah.
g. Ketentuan dalam Pasal 30 Ayat (2).

Jenis – jenis Hak atas tanah di Indonesia

Pembentukan HTN (Hukum Tanah Nasional) yang diawali lahirnya UUPA berusaha melakukan unifikasi hukum tanah adat dan barat menjadi hukum tanah yang bersifat tunggal. Tanah disini dimaknai secara filosofis yang cenderung diartikan sebagai land dan bukan soil. Sehingga tanah dipandang dari multi dimensional dan multi aspek.
Bahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak tanggal 24 September 1960 dan sejak itu untuk seluruh wilayah Republik Indonesia hanya ada satu hukum agraria, yaitu hukum agraria berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria atau UUPA.
Unifikasi hukum tanah dalam UUPA berupaya melembagakan hak-hak atas tanah yang baru. Pembentukan HTN kemudian diikuti dengan dikeluarkannya berbagai peraturan perundang-undangan baru. Hasilnya, hak-hak atas tanah yang baru dapat dibuat dalam hierarki yang berjenjang.
Urutan vertikal mengenai hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional (UUPA) menurut Boedi Harsono yang dikutip oleh Noor (2006) dalam susunan berjenjang yaitu sebagai berikut :
1.     Hak bangsa, sebagai yang disebut dalam Pasal 1 UUPA, merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah dalam wilayah negara, yang merupakan tanah bersama. Hak bangsa ini dalam penjelasan Umum Angka II UUPA dinyatakan sebagai hak ulayat yang dingkat pada tingkat yang paling atas, pada tingkat nasional, meliputi semua tanah di seluruh wilayah negara.
2.     Hak menguasai dari negara sebagaimana yang disebut dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, merupakan hak penguasaan atas tanah sebagai penugasan pelaksanaan hak bangsa yang termasuk bidang hukum publik, meliputi semua tanah bersama bangsa Indonesia.
Makna dikuasai oleh negara tidak terbatas pada pengaturan, pengurusan, dan pengawasan terhadap pemanfaatan hak-hak perorangan. Akan tetapi negara mempunyai kewajiban untuk turut ambil bagian secara aktif dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan rakyat. Dalam hal dikuasai oleh negara dan untuk mencapai kesejahteraan rakyat menurut Bagir Manan yang dikutip oleh Warman (2006), negara Indonesia merdeka adalah negara kesejahteraan sebagaimana termaksud dalam Pembukaan UUD 1945. Dasar pemikiran lahirnya konsep hak penguasaan negara dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, merupakan perpaduan antara teori negara hukum kesejahteraan dan konsep penguasaan hak ulayat dalam persekutuan hukum adat. Makna penguasaan negara adalah kewenangan negara untuk mengatur (regelen), mengurus (bestuuren), dan mengawasi (tozichthouden) (Abrar, 1993). Substansi dari penguasaan negara adalah dibalik hak, kekuasaan atau kewenangan yang diberikan kepada negara terkandung kewajiban negara untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah sebagai sumber daya ekonomi bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
1.     Hak ulayat, dari masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataan masih ada, hak ulayat merupakan hak penguasaan atas tanah bersama masyarakat hukum adat tertentu.
2.     Hak perorangan yang memberikan kewenangan untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan, dan atau mengambil manfaat tertentu dari suatu bidang tanah tertentu, yang terdiri dari :
1.     Hak atas tanah, berupa hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai,  hak milik atas satuan rumah susun, hak sewa, hak membuka tanah, dan hak memungut hasil hutan yang ketentun pokoknya terdapat dalam UUPA, serta hak lain dalam hukum adat setempat, yang merupakan hak penguasaan atas tanah untuk dapat memberikan kewenangan kepada pemegang haknya, agar dapat memakai suatu bidang tanah tertentu yang dihaki dalam memenuhi kebutuhan pribadi atau usahanya (Pasal 4, 9, 16, dan BAB II UUPA).
2.     Hak atas tanah wakaf, yang merupakan penguasaan atas suatu bidang tanah tertentu, bekas hak milik (wakaf) yang oleh pemiliknya dipisahkan dari harta kekayaannya dan melembagalan selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran agama islam (Pasal 49 UUPA jo Pasal 1 PP No. 28 tahun 1977).
3.     Hak tanggungan, sebagai satu-satunya lembaga jaminan hak atas tanah dalam hukum tanah nasional, merupakan hak penguasaan atas tanah yang memberi kewenangan kepada kreditor tertentu untuk menjual lelang bidang tanah tertentu yang dijadikan jaminan bagi pelunasan piutang tertentu dalam hal debitor cidera janji dan mengambil pelunasan dari hasil penjualan tersebut, dengan hak mendahului dari hak-hak kreditor (rechts prevelijk) yang lain (Pasal 57 UUPA jo Pasal 1 UU No. 4 tahun 1996).
Menurut Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), sistem penguasaan tanah di Indonesia yang merupakan hak perorangan mengakui adanya berbagai hak atas tanah berikut:
1.     Hak milik, hak milik digambarkan sebagai “hak yang paling penuh dan paling kuat yang bisa dimiliki atas tanah dan yang dapat diwariskan turun temurun”. Suatu hak milik dapat dipindahkan kepada pihak lain. Hanya warga negara Indonesia (individu) yang bisa mendapatkan hak milik, sedangkan jika menyangkut korporasi maka pemerintah akan menentukan korporasi mana yang berhak mendapatkan hak milik atas tanah dan syarat syarat apa yang harus dipenuhi oleh korporasi untuk mendapatkan hak ini.
Terjadinya dan cara mendapatkan hak milik bisa diakibatkan karena (Sarah, 1978) :
1.     Peralihan, beralih atau dialihkan (warisan, jual beli, hibah).
2.     Menurut hukum adat, karena penetapan pemerintah dan undang-undang (konversi).
Hak atas tanah menurut hukum adat yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional setelah mendengar kesaksian dari masyarakat setempat, dikonversi menjadi hak milik.
1.     Hak guna usaha, suatu hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikontrol secara langsung oleh negara untuk waktu tertentu, yang dapat diberikan kepada perusahaan yang berusaha dibidang pertanian, perikanan atau peternakan. Suatu hak guna usaha hanya dapat diberikan atas tanah seluas minimum 5 ha, dengan catatan bahwa jika tanah yang bersangkutan lebih luas dari 25 hektar, investasi Sistem Penguasaan Tanah dan Konflik yang cukup akan dilakukan dan pengelolaan usaha secara baik akan diberlakukan. Hak guna usaha bisa dipindahkan ketangan pihak lain. Jangka waktu pemberian hak guna usaha diberlakukan dengan ketat (maksimum 25 tahun). Hanya warga negara Indonesia dan badan usaha yang dibentuk berdasar undang undang Indonesia dan berdomisili di Indonesia dapat memperoleh hak guna usaha. Hak guna usaha dapat digunakan sebagai kolateral pinjaman dengan menambahkan hak tanggungan (security title).
2.     Hak guna bangunan, hak guna bangunan digambarkan sebagai hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan diatas tanah yang dimiliki oleh pihak lain untuk jangka waktu maksimum 30 tahun. Suatu hak guna bangunan dapat dipindahkan kepada pihak lain. Kepemilikan hak guna bangunan juga hanya bisa didapatkan oleh warga negara Indonesia dan perusahaan yang didirikan dibawah hukum Indonesia yang berdomisili di Indonesia.
3.     Hak pakai, hak pakai adalah hak untuk memanfaatkan, dan/atau mengumpulkan hasil dari tanah yang secara langsung dikontrol oleh negara atau tanah yang dimiliki oleh individu lain yang memberi pemangku hak dengan wewenang dan kewajiban sebagaimana dijabarkan didalam perjanjian pemberian hak. Suatu hak pakai dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, atau selama tanah dipakai untuk suatu tujuan tertentu, dengan gratis, atau untuk bayaran tertentu, atau dengan imbalan pelayanan tertentu. Selain diberikan kepada warga negara Indonesia, hak pakai juga dapat diberikan kepada warga negara asing yang tinggal di Indonesia. Dalam kaitannya dengan tanah yang langsung dikontrol oleh negara, suatu hak pakai hanya dapat dipindahkan kepada pihak lain jika mendapatkan ijin dari pejabat yang berwenang.
4.     Hak milik atas satuan bangunan bertingkat, adalah hak milik atas suatu bangunan tertentu dari suatu bangunan bertingkat yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah untuk keperluan tertentu dan masing-masing mempunyai sarana penghubung ke jalan umum yang meliputi antara lain suatu bagian tertentu atas suatu bidang tanah bersama. Hak milik atas satuan bangunan bertingkat terdiri dari hak milik atas satuan rumah susun dan hak milik atas bangunan bertingkat lainnya.
5.     Hak sewa, suatu badan usaha atau individu memiliki hak sewa atas tanah berhak memanfaatkan tanah yang dimiliki oleh pihak lain untuk pemanfaatan bangunan dengan membayar sejumlah uang sewa kepada pemiliknya. Pembayaran uang sewa ini dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, baik sebelum maupun setelah pemanfaat lahan tersebut. Hak sewa atas tanah dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia, warga negara asing, badan usaha termasuk badan usaha asing. Hak sewa tidak berlaku diatas tanah negara.
6.     Hak untuk membuka tanah dan hak untuk memungut hasil hutan, hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan hanya bisa didapatkan oleh warga negara Indonesia dan diatur oleh Peraturan Pemerintah. Menggunakan suatu hak memungut hasil hutan secara hukum tidaklah serta merta berarti mendapatkan hak milik (right of ownership) atas tanah yang bersangkutan. Hak untuk membuka lahan dan memungut hasil hutan merupakan hak atas tanah yang diatur didalam hukum adat.
7.     Hak tanggungan, hak tanggungan tercantum dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1996 sehubungan dengan kepastian hak atas tanah dan objek yang berkaitan dengan tanah (Security Title on Land and Land-Related Objects) dalam kasus hipotek.

0 komentar:

Copyright © 2012 Memo of Me.