Peradaban Islam pada Masa KhulafaurRasyidin



BAB II
PEMBAHASAN

Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: الخلفاء الراشدون) atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah ia wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam.
Rasulullah SAW wafat tanpa meninggalkan wasiat kepada seseorang untuk meneruskan kepemimpinannya (kekhalifahan). Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah Nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas  sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.[1]
Sekelompok orang berpendapat bahwa Abu Bakar lebih berhak atas kekhalifahan Karena Rasulullah meridhainya dalam soal-soal agama, salah satunya dengan memintanya mengimami shalat berjamaah selama beliau sakit.
Kelompok yang lain berpendapat bahwa orang yang paling berhak atas kekhalifahan adalah dari Ahlul bait Rasulullah SAW yaitu Abdullah bin Abbas atau Ali bin Abi Thalib. Selain itu, ada kelompok lain berpendapat bahwa yang paling berhak atas kekhalifahan adalah salah seorang dari kaum Quraisy yang termasuk di dalam kaum Muhajirin gelombongan pertama. Kelompok lainnya berpendapat bahwa yang paling berhak atas kekhalifahan ialah kaum Anshar.[2]
Masalah suksesi mengakibatkan suasana politik umat Islam menjadi sangat tegang. Padahal semasa hidupnya Nabi bersusah payah dan berhasil membina persaudaraan sejati yang kokoh diantara sesama pengikutnya, yaitu antara kaum Muhajirin dan Anshar. Dilambatkannya pemakaman jenazah beliau menggambarkan betapa gawatnya krisis suksesi itu. Ada tiga golongan yang bersaing keras dalam perebutan kepemimpinan ini, Anshar, Muhajirin, dan keluarga Hasyim.[3]
Masing-masing golongan merasa paling berhak menjadi penerus Nabi. Namun berkat tindakan tegas dari tiga orang yaitu Abu Bakar, Umar bin Khaththab dan  Abu Ubaidah bin Jarrah yang dengan melakukan semacam kudeta (coup d’etat) terhadap kelompok, memaksa Abu Bakar sendiri sebagai deputi Nabi.[4] Besar kemungkinan, tanpa intervensi mereka  persatuan umat yang menjadi modal utama bagi hari depan komunitas. Muslim yang  masih muda itu berada dalam tanda tanya besar.
1.                 Abu Bakar
Setelah Nabi muhammad wafat sejumlah kaum Muhajirin dan Anshar melaksanakan musyawarah di kota bani sadah untuk membicarakan  siapa yang akan dipilih untuk menggntikan Nabi dan melalui musyawarah akhirnya Abu Bakar dipilih menjadi khalifah, ia dijuluki khalifah Rasulullah (penggnti rasul).
Abu Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-Tamimi. Di zaman pra Islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama. Dijuluki Abu Bakar karena dari pagi-pagi betul (orang yang paling awal) memeluk Islam. Gelar Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan Nabi dalam berbagai peristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj bahkan ia merupakan kelompok as-sabiqun al-awwalun.[5]
Abu Bakar menjadi khalifah hanya 2 tahun pada tahun 634 M, yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi karena mereka mengangap perjanjian yang dibuat Nabi tidak berlaku lagi ketika beliau wafat, karna masalah ini Abu Bakar menyelsaikan dengan perang riddah (perang melawan kemudhorotan). Merka melakukan riddah yaitu gerakan pengingkaran terhadap Islam. Riddah berarti murtad, beralih agama Islam ke kepercayaan semula, secara politis merupakan pembangkangan (distortion) terhadap lembaga khalifah.
 Ia menyadari bahwa kekuatan kepemimpinanya bertumpu pada komunitas yang bersatu ini, yang pertama kali menjadi perhatian khalifah adalah merealisasikan keinginan Nabi yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirim ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah pimpinan Usamah.
Dalam memerangi kaum murtad, dari kalangan kaum muslimin banyak hafizh (penghafal Alquran) yang tewas. Dikarenakan merupakan penghafal bagian-bagian Alquran, Umar cemas jika angka kematian itu bertambah, yang berarti beberapa bagian Alquran akan musnah. Oleh karena itu, ia menasihati Abu bakar untuk membuat suatu “kumpulan” Alquran. Mulanya khalifah agak raagu karena tidak  melakukan otoritas dari Nabi, tetapi kemudian ia memberikan persetujuan dan  menugaskan Zaid bin Tsabit. Menurut Jalaluddin As-Suyuti bahwa pengumpulan Alquran ini termasuk salah satu jasa besar dari khalifah Abu Bakar.[6]
Pemerintahan Abu Bakar sama dengan pemerintahan Nabi semua berpusat di sentral. Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, Abu Bakar melanjutkan  persoalan ini dengan mengirim Khalid Ibn Walid  dikirim ke Irak dan dapat menguasai al-Hirah. Abu Bakar meninggal dunia pada hari Senin, 23 Agustus 624 M, setelah lebih kurang 15 hari terbaring di tempat tidur. Ia berusia 63 tahun dan kekhalifahannya berlangsung 2 tahun 3 bulan 11 hari.
Pendapat penulis :
Dalam masa pemerintahan Abu Bakar beliau banyak menyelsaikan masalah yang timbul akibat Nabi meninggal, beliau adalah khalifah pertama yang dipercaya menggntikan rasullah untuk memimpin roda pemerintahan  dalam hal ini kekuasaan yang di terapka Abu Bakar masih sama dengan Nabi yanitu bersifat sentral jadi dalam hal ini kekuasaan legistatif,eksekutif dan yudikatif hanya berpusat pada khalifah saja.

2.                 Umar bin Khaththab
Umar bin Khaththab nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisy dari suku Adi. Umar merupakan khalifah yang menggntikan Abu Bakar setelah beliau wafat, ia di angkat menjadi khalifah karna kesepakatan Abu Bakar yang kemudian diserahkan kepada persetujuan umat Islam.[7] Ia mendapat julukan khalifah khalifati Rasulluh (pengganti dari pengganti Rasullah), ia juga mendapat julukan amir al-muminin (komandan dari orang-orang beriman) suhubungan dengan penaklukan-penaklukan yang berlangsung pada masa pemerintahannya.[8]
Di zaman Umar perluasan wilayah terjadi dengan sangat cepat, ibu kota Syira pertama kali jatuh dalam kekuasaan Islam setelah tentara Bizantium kalah oleh tentara Islam, ekspansi diteruskan di Mesir di bawah kepemimpinan Amr Ibn Ash ke Irak setelah Mesir selanjutnya jazirah Arab.
Pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami perkembangan yang sangat pesat, bersamaan dengan keberhasilan dalam perluasaan kekuasaan. Khalifah Umar telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk melayani tuntutan masyarakat baru yang terus berkembang. Umar mendirikan beberapa dewan, mambangun baitul mal, mencetak mata uang, membentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji, mangangkat para hakim dan menyelenggarakan “hisbah” (pengawasan pasar, mengontrol timbangan dan takaran dan sebagainya).[9]
Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-prinsip demokratis dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil dan  paripurna).[10] Umar dikenal bukan saja pandai menciptakan peraturan-peraturan baru, dia juga memperbaiki dan mengkaji ulang terhadap kebijaksanaan yang telah ada, jika itu diperlukan oleh  panggilan zaman demi tercapainya kemaslahatan umat Islam.
Pemerintahan Umar wilayah kekuasaan Islam mencakup jazirah Arab, Palestina, Syria, dan sebagian wilayah Palestina dan Mesir. Karena perluasan wilayah yang semakin baik Umar segera menyusun dan mengatur administrasi.  Khalifah Umar memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4 hari. Masa jabatannya habis karna meninggal, ia dibunuh oleh seorang budak dari Persia yang bernama Fairuz atau Abu Lu’lu’ah, beliau ditikam dengan pisau tajam ketika hendak mendirikan shalat subuh yang telah ditunggu oleh jama’ahnya di masjid Nabawi. Khalifah Umar wafat tiga hari setelah peristiwa penikaman atas dirinya, yakni 1 Muharam 23 H/644 M.[11]

Aspek ekonomi Islam: Dalam pemerintahan Umar sebagai khalifah ketika perluasaan wilayah semakin baik maka ia mulai membuat administrasi dalam hal ini umar mencontoh administrasi di Persia. Administrasi di bagi menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syiah, Jaziriah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Bebrapa departemen didirikan dan mulai diterbitkan pembayarn gaji dan pajak, kantor kepolisian  dan jawatan, Umar juga mendirikan bait al-mal.

Pendapat penulis :
Dalam masa pemerintahan umar sebagai khalifah beliau sangat baik dan jaya dalam memimpin terbukti dalam pemerintahannya beliau mampu menguasai wilayah-wilayah dan memperluas ekpansi, selain itu aspek ekonomi dalam hal ini terlihat dalam masa pemerintahan umar beliau sudah menetapkan pajak dam gaji dan mendirikan bait al-Mal.

3.                 Utsman bin Affan
Utsman terpilih atas persaingan yang ketat karna pada saat umar meninggal ia menunjuk 6 orang sahabat yang dapat dipilih salah satu, akhirnya Utsman terpilih melalui musyawarah. Namanya lengkapnya ialah Utsman bin affan bin Abdil-As bin Umaiyah dari puak Quraisy. Ia memeluk Islam lantaran ajakan Abu Bakar, dan menjadi salah seorang sahabat Nabi. Ia mendapat julukan zun nurain karena mengawini dua putrid Nabi, secara berurutan setelah satu meninggal.
Di masa pemerintahan Utsman (644-655) Armenia, Tusinia, Cypurs, Rhodes dan bagian Persia berhasil di rebut, ekspasi Islam pertama berhenti disini. Beliau memimpin selama 12 tahun dan pada masa terakhir pemerintahannya muncul permasalahn yang tidak puas dari kalangan umat Islam ini karana banyak kebijaksaannya yang tidak sesuai.[12] Selain itu, juga karna usianya yang lanjut terpilih pada usia 70 tahun yang berpengaruh pada sifatnya yang sangat lemah lembur berbeda dengan umar, selain itu juga Utsman yang  mengangkat keluarganya dalam kedudukan yang tinggi membuat umat semakin kecewa.
Karya besar Utsman yang dipersembahkan kepada umat Islam ialah susunan kitab suci Al-Quran. Penyusunan Al-Quran dimaksudkan untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan Al-Quran. Tetapi di luar hal ini pada masa pemerintahannya terdapat banyak hal penting ia berhasil membangun bendungan arus banjir untuk kota Madinah, ia juga membangun mesjid dan jembatan-jembatan di kota Madinah.
Utsman terpilih karena sebagai calon konservatif, ia adalah orang yang baik dan saleh. Namun dalam banyak hal kurang menguntungkan, karena Utsman terlalu terikat dengan kepentingan-kepentingan orang Makkah, khususnya kaum Quraisy dari puak Umaiyah. Kemenangan Utsman adalah sekaligus adalah suatu kesempatan yang baik bagi sanak saudaranya dari keluarga besar Bani Umaiyah.
Oleh karena Utsman berada dalam pengaruh dominasi seperti itu maka satu persatu kedudukan tinggi kekhalifahan diduduki oleh anggota-anggota keluarga itu.[13] Kelemahan dan nepotisme[14] telah membawa khalifah ke puncak kebencian rakyat, yang pada beberapa waktu kemudian meletus menjadi pertikaian yang  mengerikan di kalangan umat Islam. Hal tersebut yang akhirnya menyebabkan terbunuhnya khlifah yang sedang membaca Al-Quran, pada tahun 35H/17 Juni 656. Dan kemudian kekhalifahan di gantikan oleh Ali bin Abi Thalib.

Pendapat penulis :
Utsman merupakan khalifah yang terpilih setelah umar atas persaingan yang ketat dengan Ali bin abi tholib, dalam masa pemerintahannya terdapar beberapa persoalan yang membuat umat kecewa karna kebijaksaannya yang nepotisme dan juga sikapnya yang tidak tegas dan lemah lembut, tetapi beliau juga berhasil membangun masjid-masjid dan juga jembatan di Madinah, terdapat sisi positif dan juga negatif dalam masa pemerintahannya.

4.                 Ali bin Abi Thalib
Setelah Utsman wafat maka masyarakat beramai-ramai menjadikan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.[15] Ia adalah putera Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi yang telah ikut bersamanya sejak bahaya kelaparan mengancam kota Makkah, demi untuk membantu keluarga pamannya yang mempunyai banyak putera.
Beberapa hari setelah pembunuhan Utsman, stabilitas keamanan kota Madinah menjadi rawan. Gafiqy ibn Harb memegang keamanan ibu  kota Islam selama lima hari sampai terpilihnya Khalifah yang baru. Yang pertama diselesaikan oleh Khalifah Ali ialah  menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar[16], menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah dibagikan oleh Utsman kepada kaum kerabatnya ke dalam kepemilikan Negara.[17] Selama masa pemerintahannya selalu terdapat pergolakan tidak ada sedikitpun yang dapat dikatakan stabil, setelah ia memerintah ia memecat semua gurbenur yang merupakan keluarga dari Utsman.
Oposisi terhadap Khalifah secara terang-terangan dimulai oleh Aisyah, Talhah, dan Zubair. Meskipun masing-masing mempunyai alasan pribadi sehubungan dengan pertentangan terhadap Ali.[18] Mereka sepakat menuntut Khalifah segera menghukum para pembunuh Utsman.
Tetapi tuntutan mereka tidak mungkin dikabulkan Khalifah. Pertama, karena tugas utama yang  mendesak dilakukan dalam situasi kritis yang penuh intimidasi seperti saat itu ialah memulihkan ketertiban dan mengkonsolidasikan kedudukan kekhalifahan. Kedua, menghukum para pembunuh bukanlah perkara mudah, Khalifah Utsman tidak dibunuh oleh hanya satu orang saja, melainkan banyak orang dari Mesir, Irak, dan Arab secara langsung terlibat dalam perbuatan maker tersebut.
Karena usaha kompromi damai tidak membuahkan hasil, akhirnya terjadi peperangan yang disebut “perang unta” (jamal) yang terjadi pada tahun 36 H, yang dipimpin oleh Aisyah, istri Nabi Saw. Dalam peperangan tersebut menewaskan 20.000 kaum Muslimin.[19]
Dalam masa pemerintahan Khalifah Ali terus terjadi pemberontakan dan pada akhirnya menyebabkan 3 golongan: yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut Ali) dan Al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali).[20] Hal ini tidak menguntungkan Ali karena aliran kontra yang akhirnya Ali terbunuh oleh salah seorang Khawarij.
Ia memerintah selama 6 tahun. Kedudukan Ali dijabat oleh anaknya Hasan namun karena ia juga lemah maka Hasan membuat perjanjian damai dan ingin mempersatukan kembali dalam perjanjian damai dan dengan ini Muawiyah menjadi penguasa absolut. Tahun 41 H (661 M)  tahun persatuan ini kenal dengan tahun jamaah dengan demikian berakhirlah masa yang disebut Khulafa Rasyidin.

Pendapat penulis :
Dalam masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib banyak terjadi pergolakan politik dan persoalan-persoalan besar, dan dalam masa pemerintahannya tidak pernah stabil selalu mengalami pergolakan hinnga terjadi perpecahan agama umat Islam, seperti munculnya 3 Aliran yang pro dan kontra dengan pemerintahannya.

5.                 Kemajuan Peradaban pada Masa Khulafaur Rasyidin
Masa kekuasaan khulafaur rasyidin yang dimulai sejak Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga Ali bin Abi Thalib, merupakan masa kekuasaan Khalifah Islam yang berhasil dalam mengembangkan wilayah Islam lebih luas. Nabi Muhammad SAW yang telah meletakkan dasar-dasar agama Islam di Arab, setelah beliau wafat, gagasan dan ide-ide diteruskan oleh para Khulaur Rasyidin.
Pada masa kekuasaan Khulafaur Rasyidin, banyak kemajuan peradaban yang telah dicapai. Diantaranya adalah munculnya gerakan pemikiran dalam Islam. Gerakan pemikiran yang paling menonjol pada masa Khulafaur Rasyidin adalah sebagai berikut:
1.                  Menjaga keutuhan Alquran Al-Karim dan mengumpulkannya dalam bentuk mushaf pada masa Abu Bakar.
2.                  Memberlakukan mushaf standar pada masa Utsman bin Affan.
3.                  Keseriusan mereka untuk mencari serta mengajarka ilmu dan memerangi kebodohan berislam pada penduduk negeri. Oleh sebab itu, para sahabat pada masa Utsman dikirim diberbagai pelosok untuk menyiarkan Islam. Mereka mengajarkan Alquran dan As-Sunnah kepaa banyak penduduk negeri yang sudah dibuka.
4.                  Sebagian orang yang tidak senang kepada Islam, terutama dari piahak orientalis abad ke-19 banyak yang memepelajari fenomena futuhat al-Islamiah dan menafsirkan dengan motif bendawi.
5.                  Islam pada masa awal tidak mengenal pemisahan antara dakwah dan Negara, antara da’i maupun panglima. Para khalifah adalah penguasa, imam shalat, mengadili orang yang berselisih, da’i, dan juga panglima perang.
Disamping itu, dalam hal peradaban juga terbentuk organisasi Negara atau lembaga-lembaga yang dimiliki pemerintah kaum muslimin sebagai pendukung kemaslahatan kaum muslimin. Organisasi Negara tersebut telah dibina lebih sempurna, telah dijadikan suatu nizham yang mempunyai alat-alat perlengkapan dan lembaga-lembaga yang menurut ukuran zamannya telah cukup baik. [21]
Dr. Hasan Ibrahim dalam bukunya “Tarikh Al-Islam As-Siyasi”, menjelaskan bahwa organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga Negara yang ada pada masa Khulafaur Rasyidin, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.                  Lembaga Politik
Termasuk dalam lembaga politik khilafah (jabatan kepala negara), wizarah (kementrian negara), dan kitabah (sekretaris negara).
2.                  Lembaga Tata Usaha Negara
Termasuk dalam urusan lembaga tata usaha Negara, Idaratul Aqalim (pengelolaan pemerintah daerah) dan diwan (pengurusan departeman) seperti diwan kharaj (kantor urusan keuangan), diwan rasail (kantor urusan arsip), diwanul barid (kantor urusan pos), diwan syurthah (kantor urusan kepolisian) dan departeman lainnya.
3.                  Lemabaga Keuangan Negara
Termasuk kedalam lembaga keuangan Negara adalah urusan-urusan keuangan dalam masalah ketentaraan, baik angkatan perang maupun angkatan laut, serta perlengkapan dan persenjataannya.
4.                  Lembaga Kehakiman Negara
Termasuk ke dalam lembaga kehakiman Negara, urusan-urusan mengenai Qadhi (pengadilan negeri), Madhalim (pengadilan banding), dan Hisabah (pengadilan perkara yang bersifat lurus dan terkadang juga perkara pidana yang memerlukan pengurusan segera).


Sumber: Dr. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2010.
Dr. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan, Jakarta: Logos, 1997.
www.wikipedia.Khulafaur_Rasyidin.htm






[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 35.
[2] Ahmad Amin, Islam dari Masa ke Masa (terjemahan dari Yaumul Islam), Bandung: Rosda, 1987, hal. 80.
[3] Amin Said, Nasy’atud, Daulat Al-Islamiyah, Isa Al-Halabi, Mesir. t.t., hlm. 193.
[4] Bernad Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah, Pedoman Ilmu, 1988, hlm. 38.
[5] Hassan Ibrahim, Tarikhul-Islam, As-Siyasi Ad-Dini As-Saqafi Al-Ijtima’I, Jilid I, Kairo: Makhtabah An-Nahdah Al-Misriyah, Cetakan ke-9, 1979, hlm. 205.
[6] Jalaluddin As-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, Beirut: Darul Fikr, 1978, hlm. 67 dan 72.
[7] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan, Jakarta: Logos, 1997, hlm. 53.
[8] Mun’im Majeed, Tarikh Al-Hadarah Al-Ialamiyah, Jilid III, Mesir: Angelo, 1965, hlm. 28.
[9] Philip K. Hitti, History of the Arabs , London: Macmillan, 1970, hlm.59.
[10] Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1987, cet. V, hlm. 263.
[11] Hassan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam , Yogyakarta: Kota Kembang,1989,  hlm. 53.
[12] Al-Baladzuri, Futuhul Buldan, Jilid V, Mesir: Makhtabah An-Nahdah Al-Misriyah, t.t., hlm. 26-27. Syed Mahmudunnasir, Islam, Konsep dan Sejarahnya, hlm. 185-186. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Jakarta: UI Press, cetakan ke-3, 1991, hlm. 25-27.
[13] Dr. Ali Murodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997, hlm. 61.
[14] Misalnya memberikan pekerjaan dan pengangkatan pejabat dari kalangan anggota keluarganya.
[15] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Grafindo Persada cet. 22, 2010, hlm. 39.
[16] Hasan Ibrahim Hassan, op. cit., hlm. 62.
[17] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 39.
[18] At-Tabari, op. cit.. hlm. 460-470 dan Syalabi, op. cit., hlm. 288-289.
[19] Ali Mufrodi, op. cit., hlm. 65.
[20] Badri Yatim, op. cit., hlm. 40.
[21] Prof. A. Hasymi, Dustur Dakwah menurut Alquran, Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 334.

0 komentar:

Copyright © 2012 Memo of Me.