Khawarij

PEMBAHASAN

1.      Latar Belakang Kemunculan
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak.[1] Ini yang mendasari Syahrastani untuk menyebut khawarij terhadap orang yang memberontak iman yang sah.[2] Berdasarkan etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.[3]
Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam Perang Siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah.[4] Kelompok khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada dipihak yang benar karena Ali merupakan khalifah yang telah dibai’at mayoritas umat islam, sementara Muawiyah berada dipihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagipula berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.[5]
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan dibalik ajakan damai kelompok Muawiyah sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi, dan Zaid bin Husein Ath-Tha’I, dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukannya) menghentikan peperangan.[6]
 Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)nya, tetapi oaring-orang Khawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan takhim, yakni Ali ditirunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Muawiyah menjadi khalifah pengganti Ali sangat mengecawakan orang-orang Khawarij. Mereka menolak dengan mengatakan, “Mengapa kalian berhukum kepada manusia. Tidak ada hokum selain hukum yang ada disisi Allah.” Imam Ali menjawab,” Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan degan keliru.” Pada saat itu juga orang-orang Khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Itulah sebabnya Khawarij disebut juga dengan nama Hururiah.[7] Kadang-kadang mereka disebut dengan syurah[8] dan Al-Marikah.[9]
Dengan demikian Abdullah Al-Kiwa, mereka sampai di Harura. Di Harura, kelompok Khawarij itu melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah dan juga kepada Ali. Mereka mengangkat seorang pimpinanyang bernama Abdullah bin Syahab Ar-Rasyibi.[10]

2.                  Khawarij dan Doktrin-doktrin Pokoknya
Diantara doktrin-doktrin pokok Khaawarij adalah sebagai berikut:

a.                   Khalifah atau iman harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
b.                  Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
c.                   Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan  syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman.[11]
d.                  Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah,  tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng.
e.                   Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (takhim), ia dianggap telah menyeleweng.
f.                   Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir.[12]
g.                  Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.[13]
h.                  Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula.
i.                    Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-islam (negara Islam).[14]
j.                    Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
k.                  Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk neraka).
l.                    Amar ma’ruf nahi munkar.
m.                Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tammpak mutasabihat (samar).
n.                  Qur’an adalah makhluk.[15]
o.                  Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.[16]
Meskipun kebenaran adanya doktrin ini dalam wacana kelompok Khawarij patut dikaji lebih mendalam. Dapat diasumsikan bahwa orang-orang yang keras dalam pelaksanaan ajaran agama, sebagaimana dilakukan kelompok Khawarij, cenderung berwatak tekstualis/skriptualis sehingga menjadi fundamentalis. Kesan skriptualis dan fundamentalis[17] itu tidak tampak  pada doktrin-doktrin Khawarij. Namun, bila doktrin teologis sosial ini benar-benar merupakan doktrin Khawarij, dapat diprediksikan bahwa kelompok Khawarij pada dasarnya merupakan orang-orang baik. Hanya saja, keberadaan  mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis keras, yang aspirasinya dikucilkan dan diabaikan penguasa, ditambah oleh pola pikirnya yang simplistic, telah menjadikan mereka bersikap ekstrim.

3.                  Perkembangan Khawarij

Sebagaimana telah dikemukakan, Khawarij telah menjadikan imamah-khilafah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lainnya. Para pengamat berbeda pendapat tentang jumlah sekte yang terbentuk akibat perbedaan yang terjadi dalam tubuh Khawarij, Al-Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah terpecah menjadi 8 subsekte. Adapun, Al-Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 sekte.
Terlepas dari berapa banyak subsekte pacahan Khawarij, tokoh-tokoh yang disebutkan di atas sepakat bahwa subsekte Khawarij yang besar terdiri dari delapan macam, yaitu:

a.                   Al-Muhakkimah                                  e.     Al-Ajaridah
b.                  Al-AzAriqah                                       f.     As-Saalabiyah
c.                   An-Nadjat                                           g.    Al-Abadiyah
d.                  Al-Baihasiyah                                      h.     As-Sufriyah
Dalam uraian ini akan disebutkan beberapa saja dari aliran tersebut sebagai berikut:
a.                  Al-Muhakkimah
Al-Muhakkimah adalah mereka yang keluar dari barisan Ali ketika berlangsung peristiwa tahkim dan kemudian berkumpul di suatu tempat yang bernama Harura, bagian dari negeri Kufah. Pimpinan mereka diantaranya Abdullahbin Al-Kawa, Utab bin al-A’war, Abdullah bin Wahab al-Rasiby. Al-Muhakkimah ini adalah Khawarij pertama yang terdiri dari pengikut-pengikut Ali. Merekalah yang berpendapat bahwa Ali, Muawiyah, kedua pengantara-‘Amr Ibnu al-Ash dan Abu Musa al-Asy’ari serta semua orang yang menyetujui tahkim sebagai orang-orang yang bersalah dan menjadi kafir.

b.                  Al-Azariqah
Al-Azariqah adalah bagian dari golongan Khawarij yang dapat menyusun barisan baru yang besar dan kuat. Daerah kekuasaannya terletak di perbatasan Irak dan Iran. Jika nama Muhakkimah dinisbahkan pada peristiwa tahkim, maka nama Azariqah dinisbahkan pada tokohnya bernama Nafi’ Ibn al-Azraq. Khalifah yang pertama mereka pilih adalah Nafi’ sendiri, dan kepadanya mereka member gelar Amir al-Mu’minin.
Sub sekte al-Azariqah ini sikapnya lebih radikal dari al-Muhakkimah. Mereka mengubah term kafir menjadi term musyrik atau polytheis dan term yang disebut terakhir ini lebih tinggi kedudukannya daripada kufur. Keradikalan sub sekte ini antara lain terlihat pendapat-pendapatnya, seperti boleh membunuh anak kecil yang sealiran dengan mereka, menghukum anak-anak orang musyrik di dalam neraka bersama orang tuanya, orang-orang yang melakukan dosa besar disebut kafir millah, keluar dari Islam secara total dan kekal dalam neraka beserta orang-orang kafir.

c.                  Al-Nadjat
Al-Nadjat adalah golongan Khawarij ketiga. Nama golongan ini diambil dari nama pimpinannya yang bernama Nadjat Ibn ‘Amir al-Hanafi dari Yamamah. Mereka ini pada mulanya ingin bergabung dengan kaum Azariqah. Namun rencana ini tidak terwujud, karena terjadi selisih paham antara pengikut al-Zariqah dengan al-Nadjat. Mereka juga tidak menyetujui pendapat al-Azariqah yang memperbolehkan membunuh anak istri orang-orang Islam yang tak sepadan dengan mereka. Selanjutnya  mereka memisahkan diri dari Nafi’ dan pergi ke Yaman. Disinilah mereka dapat menarik Nadjat ke pihak mereka dalam upaya menentang paham yang dikemukakan Nafi’.
Berlainan dengan al-Azariqah, Najdah berpendapat bahwa orang yang berdosa besar dan dapat menjadi kafir serta kekal dalam neraka hanyalah orang Islam yang tak sepaham dengan golongannya. Sedangkan pengikutnya jika mengerjakan dosa besar, akan mendapatkan balasan siksa, tetapi bukan dalam neraka dan  kemudian akan masuk surga.
Seterusnya mereka berpendapat bahwa yang diwajibkan bagi setiap orang Islam adalah mengetahui Allah dan Rasul-Nya, mengetahui haram membunuh orang Islam dan percaya kepada seluruh apa yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya itu. Orang yang tidak mengetahui semua ini tidak dapat diampuni dosanya.
Dari pendapat ketiga aliran Khawarij, terlihat bahwa pendapat mereka itu memperlihatkan keadaan yang kaku, keras dan ekstrim sehingga pendapat-pendapat itu kurang berkembang dalam masyarakat.

d.                  Al-Bahaiyyah
Aliran Bahaiyyah ini, pertama kali muncul di Iran, negeri tempat asal agama Majusi dan Zoroaster. Daerah ini merupakan lahan subur tumbuhnya berbagai pemikiran batiniyah dan Syiah, juga ideologi sesat lainnya.
Aliran Bahaiyyah ini digagas oleh kolonial Rusia dengan ditunggangi Zionisme internasional dan penjajah Inggris. Dari buruknya latar belakang pemimpinnya, nampak jelas adanya niat buruk yang tersimpan, bahwa gerakan ini bertujuan merusak aqidah kaum Muslimin, yang kemudian memalingkan umat Islam.
Penggagas aliran Bahaiyyah ini ialah Mirza Ali Muhammad Ridha Asy Syairazi (1819-1850 M). Saat berumur enam tahun, ia memperoleh pengetahuan dari para juru dakwah kelompok Syikhiyah. Hanya saja, ia lebih banyak menyibukkan diri dengan perniagaan. Baru pada usia tujuh belas tahun, ia kembali menghayutkan diri menelaah buku-buku Sufi, melakukan riyadhah ruhaniyah (olah jiwa) dan amal-amal batiniyah yang sangat berat.
Di sinilah, di tengah kesibukannya di majelis sang guru, ia berkenalan dengan seorang mata-mata pasukan Rusia yang bernama Kenneth Ghorki, yang ditemani oleh seseorang yang mengaku dirinya Islam, yaitu ‘Isa Nakrani. Begitu melihat pada diri Mirza ada potensi untuk mewujudkan tujuan busuk kolonial Rusia, maka ia diproklamirkan sebagai Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu kedatangannya, dan satu-satunya pintu (al bab) menuju hakikat ketuhanan.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Jumadil Ula tahun 1260 H, bertepatan dengan bulan Maret 1844 M, yang ia sendiri mendirikan gerakan keagamaan baru ini dan memproklamirkan dirinya sebagai Al Bab. Dari sini lahir firqah Babiyah.
Pada tahun 1266 H, ia mengklaim bahwa Dzat Ilahi bersemayam pada dirinya. Namun setelah berhadapan dengan para ulama dalam perdebatan, ia pura-pura menunjukkan sikap penyesalan dan taubat. Para ulama tidak mempercayainya. Sebab sebelum ini, dia juga pernah menyatakan taubat dan penyesalan di mimbar Masjid Al Wakil atas kesesatan dan keganasan para pengikutnya. Namun taubatnya hanya merupakan bualan belaka.
Di samping dua tokoh yang berpengaruh ini, masih ada beberapa tokoh terkenal lainnya, yaitu Qurratul ‘Ain Ummu Salma. Dia seorang wanita yang dikenal sebagai orator ulung, namun bermoral bejad, sehingga suaminya terpaksa menceraikannya. Tokoh lainnya, Mirza Yahi ‘Ali, ‘Abbas Affandi, Syauqi Affandi dan Mirza Husain ‘Ali yang mendapat gelar Bahaullah. Nama terakhir inilah yang kemudian merubah nama aliran ini menjadi Bahaiyyah.

e. Al- Ajjaridah
            Pendiri ajaran Al- Jarridah ialah Abd Al – Karim Ibn Ajrad, menurut Syah Rastani ia adalah teman dari Atiyah Al-Hanafi.
Sifat ajarannya lebih lunak dibandingkan dengan apa yang diajarkan Nafi Ibn Al-Azraq dan Najdah. Bagi golonagannya, berhijrah bukan kewajiban tetapi kebajikan. Kaum ajjaridah tidak wajib hidup dilingkungannya. Dia bias hidup diluar kekuasaan ajjaridah. Dan dia tidak dijuluki/dianggap kafir. Harta rampasan perang yang boleh diambil adalah harta orang yang telah mati terbunuh. Tidak ada dosa turunan bagi anak, apabila ayah/ibu musyrik.
Bagi ajjaridah surat Yusuf dikatakan bukan bagian dari Al-Qur’an. Mereka beralasan bahwa surat  Yusuf membawa cerita cinta, dan Al-Qur’an meurutnya tidak mungkin mengandung cerita cinta. Oleh karena itu, mereka todak mengakui surat Yusuf sebagai bagian dari Al-Qur’an. Kaum ajjaridah juga terpecah menjadi beberapa golongan antara lain:
a.       Golongan Maimuniyah
Golongan maimuniyah berpendapat bahwa baik dan buruknya perbuatan manusia yang timbul dari kemauan dan kekuasaan manusia sendiri.
b.      Golongan Al-Syu’aibiyah dan Al-Hazimiyah
Golongan ini berpendapat bahwa Tuhan adalah sebab dari semua perbuatan atau perilaku manusia. Dengan demikian, manusia dalam hal perbuatan tidak bias menolak kehendak Allah. Manusia seolah-olah henya melakukakn yang Allah kehendaki.

f. Al-Sufriyah
            Golongan ini dinamakan demikian, karena pemimpin golongan ini ialah Ziad ibn al-Asfar. Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, golongan Al-Sufriyah ini mempunyai paham yang agak ekstrim dibandingkan dengan yang lain. Di antara pendapat-pendapat mereka itu ialah:
1.      Orang Al-Sufriyah yang tidak berhijrah tidak dianggap menjadi kafir.
2.      Mereka tidak sependapat, bahwa anak-anak orang yang  musyrik itu boleh dibunuh.
3.      Selanjutnya tidak semua orang Al-Sufriyah sependapat bahwa orang yang melakukan dosa besar itu telah menjadi musyrik. Ada di antara mereka yang membagi dosa besar menjadi dua golongan, yaitu dosa besar yang diancam dengan hukuman dunia, seperti membunuh dan berzina, dan dosa yang tidak diancam dengan hukuman dunia, tetapi diancam dengan hukuman di akhirat, seperti dosa karena meninggalkan shalat atau puasa bulan Ramadhan. Orang yang berbuat dosa besar golongan pertama, tidak dipandang kafir, tetapi orang yang berbuat dosa golongan kedua itulah yang dipandang kafir.
4.      Daerah golongan Islam yang tidak sepaham dengan mereka, tidaklah dianggap sebagai dar al-harb, yaitu daerah yang harus diperangi. Menurut mereka, daerah yang boleh diperangi itu hanyalah daerah ma’askar, yaitu markas-markas pasukan musuh. Anak-anak dan wanita-wanita tidak boleh dibunuh atau dijadikan tawanan.
5.      Menurut mereka kufur itu ada dua macam, yaitu: kufr bi inkar al-ni’mah, yaitu kufur karena mengingkari rahmat Tuhan, dan kufr bin inkar al-rububyiah, yaitu kufur karena mengingkari adanya Tuhan. Karena itu menurutu mereka, tidak selamanya sebutan kafir itu mesti diartikan keluar dari Islam.
6.      Menurut mereka, taqiyah hanya dibolehkan dalam bentuk perkataan saja, dan tidak boleh dalam bentuk perbuatan. Tetapi sungguhpun demikian, untuk menjaga keamanan dirinya, seorang wanita Islam boleh kawin dengan laki-laki kafir, apabila dia beradadi  daerah bukan Islam.

g. Al-Ibadiyah
            Nama golongan ini diambil dari nama seorang pemuka mereka, yaitu Abdullah ibn Ibad. Pada mulanya dia adalah pengikut golongan al-Azariqah, tetapi pada tahun 686 M, ia memisahkan diri dari golongan Al-Azariqah.
            Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, golongan Al-Ibadiyah ini merupakan golongan yang paling moderat dibandingkan dengan golongan-golongan khawarij lainnya. Paham moderat mereka ini dapat dilihat dari ajaran-ajaran mereka sebagai berikut:
1.      Orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka, mereka itu bukanlah mukmin dan bukan pula musyrik, mereka itu adalah kafir. Dengan orang Islam yang demikian boleh diadakan hubungan perkawinan dan hubungan warisan. Syahadat mereka dapat diterima. Membunuh mereka haram hukumnya.
2.      Daerah orang Islalm yang tidak sepaham dengan golongan Al-Ibadiyah, kecuali markas pemerintah, merupakan akar Al-Tawhid, yaitu daerah orang yang mengesakan Tuhan, karena itu daerah seperti itu tidak boleh diperangi. Sedangkan daerah ma’asqar pemerintah, bagi mereka merupakan afar al kufr, karena itu harus diperangi.
3.      Orang Islam yang berbuat dosa besar, mereka sebut orang muwahid, yaitu orang yang mengesakan Tuhan, tetapi ia bukan orang mukmin. Dengan demikian orang Islam yang mengerjakan dosa besar, perbuatan itu tidak membuatnya keluar dari islam.
4.      Harta yang boleh dijadikan ghanimah (harta rampasan), hanyalah kuda dan senjata saja. Emas dan perak harus dikembalikan kepada yang empunya.
Tidak mengherankan kalau paham moderat seperti yang digambarkan diatas membuat Abdullah ibn Ibad tidak mau turut dengan golongan Al-Azariqah dalam melawan khalifah Bani Umayah. Bahkan sebaliknya ia mempunyai hubungan yang baik dengan khalifah Abdul Malik ibn Marwan. Demikian pula Jabir ibn Zaid Al-Azdi, memimpin golongan Al-Ibadiyah sesudah Ibn Ibad, mempunyai hubungan yang baik dengan Al-Hajjaj, yang pada waktu itu sedang giat-giatnya memerangi golongan khawarij yang ekstrim.

4.      Ciri-Ciri Khawarij
Khawarij mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat yang menonjol. Sebaik-baik orang yang meluruskan sifat-sifat ini adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan sifat-sifat kaum ini dalam hadits-haditsnya yang mulia.
Disini akan dipaparkan penjelasan sifat-sifat tersebut dengan sedikit keterangan, hal itu mengingat terdapat beberapa perkara penting, antara lain :
  • Dengan mengetahui sifat-sifat ini akan terbukalah bagi kita ciri-ciri ghuluw (berlebih-lebihan) dan pelampauan batas mereka, dan tampaklah di mata kita sebab-sebab serta alasan-alasan pendorong yang menimbulkan hal itu. Dalam hal yang demikian itu akan menampakkan faedah yang tak terkira.
  • Keberadaan mereka akan tetap ada hingga di akhir zaman, seperti dikabarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu riwayat. Oleh karenanya mengetahui sifat-sifat mereka adalah merupakan suatu perkara yang penting.
  • Dengan mengetahui sifat mereka dan mengenali keadaannya akan menjaga diri dari terjatuh ke dalamnya. Mengingat barang siapa yang tidak mengetahui keburukan mereka, akan terperangkap di dalamnya. Dengan mengetahui sifat mereka, akan menjadikan kita waspada terhadap orang-orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut, sehingga kita dapat mengobati orang yang tertimpa dengannya.
Berkenan dengan hal ini akan kami paparkan sifat-sifat tersebut berdasarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia.
1.      Suka Mencela dan Menganggap Sesat
2.      Berprasangka Buruk (Su’udzan)
3.      Berlebih Dalam Beribadah
4.      Keras Terhadap Kaum Muslimin
5.      Sedikitnya Pengetahuan Mereka Tentang Fiqih
6.      Muda Umurnya dan Berakal Buruk


BAB III
KESIMPULAN

1.      Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Khawarij adalah aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase. Khawarij juga mencakup beberapa doktrin pokok yang mana seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh.
Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan Khawarij, bila tidak mau bergabung ia wajib diperangi karena hidup di dalam Negara musuh sedangkan golongan mereka sendiri dianggap berada di dalam Negara Islam.
Khawarij mempunyai delapan golongan yang besar yaitu, Al-Muhakkimah, Al-Azriqah, An-Nadjat, Al-Baihasiyah, Al-Ajaridah, As-Saalabiyah, Al-Abadiyah, As-Sufriyah.
Adapun ciri-ciri Khawarij adalah  yang tercermin di dalam diri Rasulullah yang dipanuti oleh kaum muslimin. Berkenan dengan hal ini akan kami paparkan sifat-sifat tersebut berdasarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, yaitu suka mencela dan menganggap sesat, berprasangka buruk (su’udzan), berlebih dalam beribadah, keras terhadap kaum muslimin, sedikitnya pengetahuan mereka tentang fiqih, muda umurnya dan berakal buruk.

2.      Saran
Kita sebagai mahasiswa generasi Islam memulai langkah dengan membedakan aliran yang telah diajarkan agama Islam. Agar mengikuti sunah Rasul dan hadis. Dan sifat-sifat yang telah ada didalam diri Rasul yang akan menjadi cerminan dari diri kita sendiri.





[1] Abdul Al-Qahir bin Thahir bin Muhammad Al-Bagdadi. Al-Farq bain Al-Firaq. Al-Azhar. Mesir. 1037. Hlm. 75.
[2] Abi Al-Fath Muhammad Abd Al-Karim bin Abi Baskar Ahmad Asy-Syahrastani. Al-Milalwa An-Nihal. Dar Al-Fikr. Libanon. Beirut. t.t. hlm. 114.
[3] Ali Musthafa Al-Ghurabi.tarikh Al-Firaq Al-Islamiyah wa nasy’atu ‘Ilmi Al-Kalami Inda Al-Muslimin. Maktabah wa mathba’ah Muhammad Ali Shabih wa auladuhu. Haidan Al-Azhar. Mesir.cet. II. 1958. hlm.264.
[4] Harun Nasution. Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. UI. Pres. cet. I. 1985. hlm. 11.
[5] Rahman op. cit. hlm. 245.

[6] Amir An-Najjar. Al-Khawarij: Aqidatan wa fikratan wa falsafatan terj. Afif Muhammad dkk. Lentera. cet. 1. Bandung. 1993. hlm. 5.
[7] Al-Bagdadi. Op. Cit. hlm. 75:  Bandingkan dengan nNasution Loc. Cit.: Bandingkan pula dengan An-Najjar. Op.cit. hlm. 52. Hururia ini dibangsakan dengan nama kampung ini sehingga bernama Hururia
[8] Al-Ghurabi. Op. cit. hlm. 256.: Bandingkan dengan Nasution. Loc. Cit.: Bandingkan pula dengan An-Najjar. Loc. Cit. Syurah artinya golongan yang mengorbankan dirinya untuk kepentingan keridaan Allah sebagaimana tercantum dalam surat Al-Baqoroh ayat 207.
[9] Al-Ghurobi. Loc.cit. Al-Mariq yang artinya lepas. Sangat  tidak disenangi oleh sekte khawarij. Karena mereka menganggap diri mereka tetap beriman. Meskipun kelompok lain menganggap mereka kafir.
[10] Ibrahim Madzkur. Fi Al-Falsafah Al-Islamiah. Manhaj wa Tathbiquh. Juz II. Dar Al-Maarif. Mesir 1997. Hlm. 109: bandingkan dengan Nasution  op. cit. hlm 53. Al-Baghdadi. Op. cit. hlm. 75.
[11] Nasution. Op. cit. hlm. 12.
[12] Al-Baghdadi. Op. cit. hlm. 72.
[13] Nur Cholis Madjid. (Ed). Khazanah Intelektual Islam. Bulan Bintang. Cet. II. Jakarta 1985. Hlm. 12.
[14] Ibid. hlm. 13.
[15] Madzkur. Op. cit. hlm. 110.
[16] Madjid loc. Cit.
[17] Madzkur. Loc. Cit.: Bandingkan dengan Rahman op. cit. hal. 247.


0 komentar:

Copyright © 2012 Memo of Me.