PEMBAHASAN
A. Pentingnya
Akuntansi Bank Syariah
Akuntansi
secara umum mempunyai fungsi sebagai alat untuk menyajikan informasi khususnya
yang bersifat keuangan dalam kaitannya dengan kegiatan sosial ekonomi dalam
suatu komunitas masyarakat tertentu. Adapun proses akuntansi berupa tindakan
mencatat, mengklarifikasi, menganalisis, dan melaporkan berbagai transaksi
sehingga dapat dipahami oleh para pengguna informasi.
Akuntansi Syariah adalah ilmu sosial profetik yang menurunkan
ajaran normatif Al-Quran dalam bentuk yang lebih konkret. Dengan langkah
derivasi ini, maka untuk melakukan pencatatan transaksi dapat dilakukan dengan
baik pada tataran praktis. Dengan demikian, akuntansi syariah merupakan bagian
tak terpisahkan dari trilogi iman, ilmu, dan amal. Artinya, wujud keberimanan
seseorang harus diekspresikan dalam bentuk perbuatan (amal atau aksi). Di mana
perbuatan tadi harus didasari dan dituntun oleh ilmu (dalam hal ini
adalah ilmu sosial profetik, yaitu akuntansi syariah). Dalam hal ini
manfaat akuntansi dalam perbankan syariah adalah:
1. Menyediakan
informasi ekonomi mengenai keuangan yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.
2. Pertangungjawaban
manajemen kepada pemilik perbankan atau investor.
3. Untuk
mengetahui tren perkembangan perbankan dari tahun ke tahun. [1]
Untuk
mewujudkan terealisaasinya penggunaan akuntansi yang berbasis syariah maka
standar yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan yakni Generally Accepted
Accounting Principles yang tidak bisa terlepas dari cara pandang masyarakat (
dimana kegiatan ekonomi itu diselenggarakan ) terhadap nilai-nilai kehidupan
sosialnya. Ini terbukti dari tidak mudahnya melakukan harmonisasi standar
akuntansi secara internasional meskipun upaya ke arah sana selalu diusahakan
dengan adanya International Accounting Standard.
Adanya organisasi akuntansi dan audit untuk lembaga keuangan islam
(Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution),
lembaga profesi akuntansi dan central bank dari negara-negara yang mengizinkan
beroperasinya lembaga keuangan islam, telah menerbitkan standar akuntansi bagi
lembaga keuangan islam /bank yang tentunya sangat diharapkan dapat diadopsi
oleh organisasi profesi akuntansi dan bank sentral negara-negara penyelenggara bank
islam.
Pendekatan dalam penyusunan standar akuntansi tsb, menggunakan
International Accounting Standard sebagai basis utama dalam pengkajian
kebutuhan standar yang sesuai dengan operasi bank syariah sehingga secara
praktis akan menerima IAS sepanjang tidak bertentangan dengan syariah dan
otomatis akan menolak bila tidak sejalan dengan tuntunan syariah dengan
konsekwensi menciptakan suatu standar baru sesuai dengan syariah. [2]
Adapun pentingnya akuntansi syariah mendukung bank syariah dalam
upaya pengembangan perbankan syariah yakni tercapainya beberapa sasaran sebagai
berikut:
1. Terpenuhinya
prinsip syariah dalam operasional perbankan
Hal ini ditandai dengan tersusunnya norma-norma keuangan syariah
terstandarisasi, terwujudnya mekanisme kerja yang efisien bagi pengawasan
prinsip syariah operasional perbankan, baik instrument maupun badan yang
terkait, dan rendahnya tingkat keluhan masyarakat dalam hal penerapan prinsip
syariah dalam setiap transaksi.
2. Diterapkannya
prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan syariah
Hal ini ditandai dengan terwujudnya kerangka pengaturan dan
pengawasan yang berbasis risiko sesuai dengan karakteristiknya dan didukung
oleh sumber daya insane yang andal, diterapkannya konsep corporate governance
dalam operasi perbankan syariah,diterapkannya kebijakan exit dan entry yang
efisien, serta terwujudnya real time supervision dan self regulation system.
3. Terciptanya
sistem perbankan syariah yang kompetitif dan efisien
Hal ini ditandai dengan terciptanya pemain-pemain yang mampu
bersaing secara global, terwuujudnya aliansi strategis yang efektif, dan
terwujudnya mekanisme kerja sama dengan lembaga-lembaga pendukung.
4. Terciptanya
stabilitas sistemik serta terealisasinya kemanfaatan bagi masyarakat luas
Hal ini ditandai dengan terwujudnya safety net yang merupakan
kesatuan dengan konsep operasional perbankan yang berhati-hati, terpenuhinya
kebutuhan masyarakat yang menginginkan layanan bank syariah diseluruh Indonesia
dengan target mangsa sebesar 5 persen dari total asset perbankan nasional,
terwujudnya fungsi perbankan syariah yang kafah dan dapat melayani seluruh
segmen masyarakat, dan meningkatkan proporsi pola pembiayaan secara bagi hasil.[3]
Metodologi
konstruksi akuntansi syariah sedapat mungkin adalah metodologi yang paling
dekat dengan syariah, yaitu metodologi yang lebih holistik dibandingkan dengan
yang lainnya. Sebagai contoh misalnya, perspektif Khalifatullah fil
Ardh tidak melihat realitas dalam bentuk yang paling sederhana yaitu
relitas materi. Tetapi melihatnya dalam perspektif yang lebih luas, yaitu
meliputi: realitas materi, realitas psikis, realitas spiritual, dan realitas
absolut (Tuhan). Realitas yang tidak terpisah dengan realitas
lainnya yakni dari realitas yang paling rendah hingga yang paling
tinggi, yaitu realitas Absolut (Tuhan). [4]
Pemahaman realitas yang demikian akan sangat berpengaruh terhadap
bentuk akuntansi syariah. Konsekuensi yang harus diterima adalah bahwa
akuntansi syariah tidak saja merefleksikan realitas materi, tetapi juga
realitas non-materi. Konsekuensi ini tentu saja tetap konsisten dengan tujuan
dari akuntansi syariah itu sendiri, yaitu: menstimulasi perilaku manusia pada
kesadaran Ketuhanan yang pada akhirnya akan menghantarkan manusia untuk
kembali kepada Realitas Absolut dari mana manusia itu berasal.
Mempelajari
Akuntansi Islam sudah merupakan keharusan dalam ekonomi yang semakin global
ini. Hal ini misalnya didorong oleh:
1. Munculnya
kesadaran orang membayar zakat baik zakat pribadi maupun zakat perusahaan.
2. Munculnya
berbagai yayasan atau organisasi islam yang memerlukannya.
3. Semakin
banyaknya lembaga bisnis yang menerapkan syariat islam akan memerlukan Akuntansi
Islam dan tenaga yang menguasainya.
4. Keberadaan
lembaga ini tentu membuka peluang untuk masyarakat luas bekerja sama dengan
lembaga ini. Misalnya jika ada bank yang dijalankan secara syariah seperti bank
Muamalat maka bank lain atau perusahaan lain yang ingin meminjam atau ingin
kerja sama, join financing, pinjaman, atau sindikasi maka mau
tidak mau perlu mengetahui sistem akuntansi lembaga yang ingin
bekerja sama ini.
5. Demikian
juga skala internasional, maka semakin banyak negara yang akan menerapkan
model akuntansi ini. [5]
Jika
dilakukan suatu perbandingan antara akuntansi syariah dan konvensional maka
akan ditemukan beberapa perbedaan yang sifatnya sangat mendasar antara lain
sebagai berikut:
1. Dalam akuntansi
konvensional Assets (harta) dibedakan atas dua hal yakni harta lancar (current
assets) dan harta tetap (fixed assets), sedangkan dalam akuntansi syariah harta
terbagi atas harta berupa uang (cash), harta berupa barang (stock) yang
kemudian dibagi kembali menjadi harta dagang dan harta milik
2. Dalam
akuntansi Syariah mata uang seperti emas, perak dan barang lainnya
memiliki kedudukan yang sama, dan tidak dibedakan atas tujuan tertentu,
sebagaimana yang ada pada akuntansi konvensional
3. Akuntansi
Konvensional senantiasa menerapakan prinsip ketelitian dan pencadangan yang
berlebihan atas kemungkinan terjadinya kerugian dari kesalaha pencatatan
sehingga mengesampingkan perhitungan laba yang masih mungkin terjadi. Sedangkan
dalam akuntansi syariah juga berlaku demikian namun tidak berlebihan dan selalu
memperhatikan akan adanya laba yang masih mungkin terjadi.
4.
Akuntansi konvensional menerapkan prinsip laba yang universal sehingga
laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram
tercampur menjadi satu. Sedangkan dalam akuntansi syariah laba dipisahkan
pencatatanya atas laba hasil aktivitas pokok, laba modal pokok yang hasil
transaksi dan juga wajib menjelaskan dan mencatat pendapatn dari sumber yang
haram jika ada.[6]
B. Akuntansi
Syariah dan Epistemologi Islam
Kerangka
konseptual akuntansi syariah menggunakan pendekatan epistimologi Islam. Epistimologi
adalah cabang filsafat yang secara khusus membahas teori ilmu pengetahuan,
secara harfiah epistimologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti
pengetahuan (Suria Sumantri, 1991). Dalam lingkup filsafat ilmu, epistimologi
mengandung pengertian sebagai metode memperoleh pengetahuan agar memiliki
karakteristik, kebenaran, dan
nilai-nilai tertentu sebagai ilmu
(Chalmers,1991).
Dalam konteks epistimologi sebagai metode memperoleh pengetahuan
ilmu, epistimologi Islam diperlukan guna memperoleh pengetahuan yang diharapkan
memiliki karakteristik, kebenaran dan nilai-nilai Islami. Epistimologi Islam
adalah metode memperoleh pengetahuan ilmu yang Islami melalui proses penalaran
yang sistematis, logis dan sangat mendalam menggunakan “ijtihad” yang dibangun
atas kesadaran sebagai khalifatullah fii-ardl.
Prinsip dasar paradigma syariah merupakan multi paradigma yang
mencakup keseluruhan dimensi wilayah mikro dan makro dalam kehidupan
manusia yang saling terkait. Diantaranya dimensi tersebut adalah sebagai
berikut:
Pertama, dimensi
mikro prinsip dasar paradigma syariah adalah individu yang beriman kepada Allah
SWT (tauhid) serta mentaati segala aturan dan larangan yang tertuang dalam
Al-Qur’an,Al Hadits, Fiqh, dan hasil ijtihad. Landasan tauhid diperlukan untuk
mencapai tujuan syariah yaitu menciptakan keadilan sosial (al a’dl dan al
ihsan) serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Pencapaian tujuan syariah
tersebut dilakukan menggunakan etika dan motal iman (faith), taqwa (piety),
kebaikan (righteoneus/birr), ibadah (worship), tanggungjawab (responsibility/fardh),
usaha (free will/ikhtiyar), hubungan dengan Allah dan manusia (Habluminallah
dan Habluminannas), serta
barokah (blessing).
Kedua, dimensi
makro prinsip syariah adalah meliputi wilayah politik,ekonomi dan sosial. Dalam
dimensi politik, menjunjung tinggi musyawarah dan kerjasama. Sedangkan dalam
dimensi ekonomi, melakukan usaha halal, mematuhi larangan bunga, dan memenuhi
kewajiban zakat. Selanjutnya dalam dimensi sosial yaitu mengutamakan kepentingan
umum dan amanah.
Dalam kerangka konseptual akuntansi syariah tersebut di atas,
dinyatakan bahwa tujuan diselenggarakannya akuntansi syariah adalah mencapai
keadilan sosialekonomi dan sebagai sarana ibadah memenuhi kewajiban kepada
Allah SWT, lingkungan dan individu melalui keterlibatan institusi dalam
kegiatan ekonomi. Produk akhir teknik akuntansi syariah adalah informasi
akuntansi yang akurat untuk menghitung zakat dan pertanggungjawaban kepada
Allah SWT dengan berlandaskan moral, iman dan taqwa.
Dengan
demikian dalam hal akuntansi syariah sebagai alat pertanggungjawaban, diwakili
informasi akuntansi syariah dalam bentuk laporan keuangan yang sesuai dengan
syariah yaitu mematuhi prinsip full disclousure. Laporan keuangan akuntansi
syariah tidak lagi berorientasi pada maksimasi laba, akan tetapi membawa pesan
modal dalam menstimuli perilaku etis dan adil terhadap semua pihak. Jenis
laporan keuangan akuntansi syariah yang memenuhi kriteria ini menurut
Harahap (2000) meliputi:
Neraca,
yang menyajikan pula Laporan Sumberdaya Manusia. Laporan Nilai Tambah (Value
Added Reporting) yang menyajikan semua hasil yang diperoleh perusahaan
darikontribusi semua pihak yang terkait dengan entitas, dan kemudian
mendistribusikannya secara adil. Laporan Arus Kas (Cash Flow). Laporan
Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (Socio Economy Accounting Reporting).
Catatan atas Laporan Keuangan, mengenai implementasi syariah misalnya zakat,
infaq, shodaqoh, transaksi haram, dan laporan dewan syariah. Melaporkan good
governance, mengenai produksi, efisiensi, produktivitas, dan laporan lainnya
yang relevan.
C. Prinsip
Akuntansi Bank Syariah
Dengan
prinsip operasi yang berbeda dengan bank konvensional memberikan implikasi
perbedaan pada prinsip akuntansi baik dari segi penyajian maupun pelaporannya.
Laporan akuntansi bank Islam akan terdiri dari :
· Laporan
posisi keuangan / neraca
· Laporan
laba-rugi
· Laporan
arus kas
· Laporan
perubahan modal
· Laporan
perubahan investasi tidak bebas /terbatas
· Catatan
atas laporan keuangan
· Laporan
sumber dan penggunaan zakat
· Laporan
sumber dan penggunaan dana qard/qardul hasan
Beberapa
hal yang menonjol dalam akuntansi bank Islam adalah :
1. Giro
dan tabungan wadiah dicatat / disajikan sebagai hutang dalam neraca.
2. Rekening
investasi mudharabah bebas / deposito dicatat/disajikan sebagai rekening
tersendiri antara hutang dan modal (bukan hutang).
3. Rekening
investasi tidak bebas dicatat terpisah sebagai off
balance sheet account dalam bentuk laporan perubahan posisi
investasi tidak bebas.
4. Piutang
murabahah dicatat sebesar sisa harga jual yang belum tertagih dikurangi dengan
margin yang belum diterima.
5. Investasi
mudharabah dan musyarakah disajikan sebesar sisa nilai modal yang disertakan
atau diinvestasikan
6. Aset
yang disewakan dicatat sebesar harga perolehan dikurangi dengan akumulasi
penyusutan.
7. Pendapatan
pada umumnya diakui secara cash basis sedang
beban tetap secara accrual basis.
8. Bagi
hasil antara mudharib dan sahibul mal dilakukan atas profit
loss sharing atau revenue sharing, sedangkan pendapatan bank
yang berasal dari investasi dana sendiri atau dari dana yang bukan berasal dari
rekening investasi sepenuhnya menjadi pendapatan bank, disamping itu pendapatan
jasa bank sepenuhnya menjadi pendapatan bank yang tidak dibagi hasilkan.
Prinsip
akuntansi bank Islam mengacu pada Accounting and Auditing Standard for Islamic
Financial Institution yang diterbitkan oleh Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institution yang berpusat di Bahrain yang
didirikan pada tahun 1991 atas prakarsa IDB dan beberapa lembaga keuangan Islam
besar dan sekarang telah mempunyai anggota hampir seluruh lembaga keuangan
Islam. Bank Indonesia bersama IAI sedang dalam proses untuk mengadopsi standard
tersebut menjadi standar akuntansi bank syariah di Indonesia yang diharapkan
selesai tahun ini.
D. Prinsip
Filosofis Akuntansi Syariah
Teori
Akuntansi Syariah tidak terlepas dari konteks faith, knowledge, dan action. Ini
artinya adalah bahwa teori akuntansi syariah ( dalam hal ini adalah
knowledge) digunakan untuk memandu praktik akuntansi (action) dari keterkaitan
ini kita bisa melihat bahwa teori Akuntansi Syariah (knowledge) dan
praktik Akuntansi Syariah (action) adalah dua sisi dari satu uang logam yang
sama. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Keduanya tidak boleh lepas dari bingkai
keimanan/tauhid (faith) yang dalam hal ini bisa digambarkan sebagai sisi
lingkaran pada iang logam yang membatasi dua sisi lainnya untuk tidak keluar
dari keimanan.
Dari teori diatas akuntansi syariah memiliki prinsip sebagai
berikut:
· Humanis
· Emansipatoris
· Trasendental,
dan
· Teologikal
Humanis memberikan suatu pengertian bahwa
teori Akuntansi Syariah bersifat manusiawi, sesuai dengan fitrah manusia, dan
dapat dipraktikan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh manusia sebagai
makhluk yang selalu berinteraksi dengan orang lain (dan alam) secara
dinamis dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini berarti akuntansi
syariah di bangun berdasarkan budaya manusia itu sendiri.
Emansipatoris mempunyai
pengertian bahwa teori Akuntansi Syariah mampu melakukan perubahan-perubahan
yang signifikan terhadap teori dan praktik akuntansi modern yang eksis saat
ini. Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah perubahan membebaskan
(emansipasi). Pembebasan dari ikatan-ikatan semu yang tidak perlu diikuti,
pembebasan dari kekuatan semu (pseudo power), dan pembebasan dari
ideologi semu.
Transendental mempunyai
makna bahwa teori akuntansi syariah melintas batas disiplin ilmu akuntansi itu
sendiri. Bahkan melintas batas dunia materi (ekonomi). Dengan prinsip
filosofis ini teori akuntansi syariah dapat memperkaya dirinya dengan
mengadopsi disiplin ilmu lainnya (selain ilmu ekonomi), seperti : sosiologi,
psikologi, etnologi, fenomenologi, antropologi, dan lain-lainnya. Aaspek
transendental ini sebetulnya tidak terbatas pada disiplin ilmu, tetapi juga
menyangkut aspek ontologi, yaitu yaitu tidak terbatas pada objek yang bersifat
materi (ekonomi) tetapi juga aspek non-materi (mental dan
spiritual).
Teologikal memberikan
suatu dasar pemikiran bahwa akuntansi tidak sekedar memberikan informasi untuk
pengambilan keputusan ekonomi, tetapi juga memiliki tujuan transendental
sebagai bentuk pertanggung jawaban manusia terhadap Tuhannya, kepada sesama
manusia, dan kepada alam semesta. Prinsip ini mengantarkan manusia pada tujuan
hakikat kehidupan, yaitu falah (kemenangan). Falah disini dapat diartikan
keberhasilan manusia kembali ke sang pencipta dengan jiwa yang tenang dan suci
(muthmainah).
size=1 width="33%" align=left>
[2] Yaya, Rizal dkk.
Akuntansi Perbankan Syariah ; teori dan praktik kontemporer. Jakarta: Salemba
Empat. 2009. Hlm 5
[5] Sofyan
Syafri Harahap. Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2002. Hlm 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar