BAB II
PEMBAHASAN
Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: الخلفاء الراشدون) atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah ia wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran
yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut
dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama
umat Islam.
Rasulullah SAW wafat tanpa meninggalkan
wasiat kepada seseorang untuk meneruskan kepemimpinannya (kekhalifahan). Khalifah adalah pemimpin
yang diangkat sesudah Nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan
tugas-tugas sebagai
pemimpin agama dan kepala pemerintahan.[1]
Sekelompok orang berpendapat bahwa Abu
Bakar lebih berhak atas kekhalifahan Karena Rasulullah meridhainya dalam
soal-soal agama, salah satunya dengan memintanya mengimami shalat berjamaah
selama beliau sakit.
Kelompok yang lain berpendapat bahwa orang
yang paling berhak atas kekhalifahan adalah dari Ahlul bait Rasulullah SAW
yaitu Abdullah bin Abbas atau Ali bin Abi Thalib. Selain itu, ada kelompok lain
berpendapat bahwa yang paling berhak atas kekhalifahan adalah salah seorang
dari kaum Quraisy yang termasuk di dalam kaum Muhajirin gelombongan pertama.
Kelompok lainnya berpendapat bahwa yang paling berhak atas kekhalifahan ialah
kaum Anshar.[2]
Masalah suksesi mengakibatkan suasana
politik umat Islam menjadi sangat tegang. Padahal semasa hidupnya Nabi bersusah
payah dan berhasil membina persaudaraan sejati yang kokoh diantara sesama
pengikutnya, yaitu antara kaum Muhajirin dan Anshar. Dilambatkannya pemakaman
jenazah beliau menggambarkan betapa gawatnya krisis suksesi itu. Ada tiga
golongan yang bersaing keras dalam perebutan kepemimpinan ini, Anshar,
Muhajirin, dan keluarga Hasyim.[3]
Masing-masing golongan merasa paling berhak
menjadi penerus Nabi. Namun berkat tindakan tegas dari tiga orang yaitu Abu
Bakar, Umar bin Khaththab dan Abu
Ubaidah bin Jarrah yang dengan melakukan semacam kudeta (coup d’etat) terhadap
kelompok, memaksa Abu Bakar sendiri sebagai deputi Nabi.[4] Besar
kemungkinan, tanpa intervensi mereka persatuan
umat yang menjadi modal utama bagi hari depan komunitas. Muslim yang masih muda itu berada dalam tanda
tanya besar.
1. Abu Bakar
Setelah Nabi muhammad wafat
sejumlah kaum Muhajirin
dan Anshar melaksanakan musyawarah
di kota bani sadah untuk membicarakan siapa
yang akan dipilih untuk menggntikan Nabi dan melalui musyawarah akhirnya Abu
Bakar dipilih menjadi khalifah, ia dijuluki khalifah Rasulullah (penggnti rasul).
Abu Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-Tamimi. Di
zaman pra Islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi
Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama. Dijuluki Abu Bakar
karena dari pagi-pagi betul (orang yang paling awal) memeluk Islam. Gelar
Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan Nabi dalam
berbagai peristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj bahkan ia merupakan kelompok as-sabiqun al-awwalun.[5]
Abu Bakar menjadi khalifah
hanya 2 tahun pada tahun 634 M, yang dihabiskannya terutama untuk
mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi karena mereka mengangap perjanjian yang dibuat Nabi tidak berlaku lagi ketika beliau wafat, karna masalah ini Abu Bakar
menyelsaikan dengan perang riddah (perang melawan kemudhorotan). Merka melakukan riddah yaitu gerakan pengingkaran terhadap Islam.
Riddah berarti murtad, beralih agama Islam ke kepercayaan semula, secara
politis merupakan pembangkangan (distortion) terhadap lembaga khalifah.
Ia menyadari bahwa kekuatan kepemimpinanya bertumpu pada komunitas
yang bersatu ini, yang pertama kali menjadi perhatian khalifah adalah
merealisasikan keinginan Nabi yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirim
ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah pimpinan Usamah.
Dalam memerangi kaum murtad, dari kalangan kaum muslimin banyak hafizh
(penghafal Alquran) yang tewas. Dikarenakan merupakan penghafal bagian-bagian
Alquran, Umar cemas jika angka kematian itu bertambah, yang berarti beberapa
bagian Alquran akan musnah. Oleh karena itu, ia menasihati Abu bakar untuk
membuat suatu “kumpulan” Alquran. Mulanya khalifah agak raagu karena tidak melakukan otoritas dari Nabi, tetapi
kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan
Zaid bin Tsabit. Menurut Jalaluddin As-Suyuti bahwa pengumpulan Alquran ini
termasuk salah satu jasa besar dari khalifah Abu Bakar.[6]
Pemerintahan Abu Bakar sama
dengan pemerintahan Nabi semua berpusat di sentral. Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, Abu Bakar melanjutkan persoalan ini dengan mengirim Khalid Ibn Walid dikirim ke Irak dan dapat menguasai al-Hirah. Abu Bakar meninggal dunia pada hari Senin, 23 Agustus 624 M, setelah lebih kurang 15 hari
terbaring di tempat tidur. Ia berusia 63 tahun dan kekhalifahannya berlangsung
2 tahun 3 bulan 11 hari.
Pendapat penulis :
Dalam masa
pemerintahan Abu Bakar beliau banyak menyelsaikan masalah yang timbul akibat
Nabi meninggal, beliau adalah khalifah pertama yang dipercaya menggntikan
rasullah untuk memimpin roda pemerintahan dalam hal ini kekuasaan yang di
terapka Abu Bakar masih sama dengan Nabi yanitu bersifat sentral jadi dalam hal
ini kekuasaan legistatif,eksekutif dan yudikatif hanya berpusat pada khalifah
saja.
2. Umar bin Khaththab
Umar bin Khaththab nama lengkapnya adalah
Umar bin Khaththab bin Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisy dari suku Adi. Umar merupakan khalifah yang menggntikan Abu Bakar setelah beliau
wafat, ia di angkat menjadi khalifah karna kesepakatan Abu Bakar yang
kemudian diserahkan kepada persetujuan umat Islam.[7] Ia mendapat julukan khalifah khalifati Rasulluh (pengganti
dari pengganti Rasullah), ia juga mendapat julukan amir al-muminin (komandan dari orang-orang
beriman) suhubungan dengan penaklukan-penaklukan yang berlangsung pada masa
pemerintahannya.[8]
Di zaman Umar perluasan wilayah terjadi
dengan sangat cepat, ibu kota Syira pertama kali jatuh dalam kekuasaan Islam setelah tentara Bizantium
kalah oleh tentara Islam, ekspansi diteruskan di Mesir di bawah kepemimpinan Amr Ibn Ash ke Irak setelah Mesir
selanjutnya jazirah Arab.
Pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami perkembangan yang sangat
pesat, bersamaan dengan keberhasilan dalam perluasaan kekuasaan. Khalifah Umar
telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk
melayani tuntutan masyarakat baru yang terus berkembang. Umar mendirikan
beberapa dewan, mambangun baitul mal, mencetak mata uang, membentuk kesatuan
tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji, mangangkat para
hakim dan menyelenggarakan “hisbah” (pengawasan pasar, mengontrol timbangan dan
takaran dan sebagainya).[9]
Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-prinsip demokratis dalam
pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil dan paripurna).[10] Umar dikenal bukan saja pandai
menciptakan peraturan-peraturan baru, dia juga memperbaiki dan mengkaji ulang
terhadap kebijaksanaan yang telah ada, jika itu diperlukan oleh panggilan zaman demi tercapainya
kemaslahatan umat Islam.
Pemerintahan Umar wilayah kekuasaan Islam
mencakup jazirah Arab, Palestina, Syria, dan sebagian wilayah Palestina dan Mesir. Karena perluasan wilayah yang semakin
baik Umar segera menyusun dan mengatur
administrasi. Khalifah Umar memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4 hari. Masa jabatannya habis karna meninggal, ia dibunuh oleh seorang
budak dari Persia
yang bernama Fairuz atau Abu Lu’lu’ah, beliau ditikam dengan pisau tajam ketika
hendak mendirikan shalat subuh yang telah ditunggu oleh jama’ahnya di masjid
Nabawi. Khalifah
Umar wafat tiga hari setelah peristiwa penikaman atas dirinya, yakni 1 Muharam
23 H/644 M.[11]
Aspek ekonomi Islam: Dalam pemerintahan Umar sebagai khalifah ketika
perluasaan wilayah semakin baik maka ia mulai membuat administrasi dalam hal
ini umar mencontoh administrasi di Persia.
Administrasi di bagi menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syiah, Jaziriah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.
Bebrapa departemen didirikan dan mulai diterbitkan pembayarn gaji dan pajak,
kantor kepolisian dan
jawatan, Umar juga mendirikan bait
al-mal.
Pendapat penulis :
Dalam masa pemerintahan umar
sebagai khalifah beliau sangat baik dan jaya dalam memimpin terbukti dalam
pemerintahannya beliau mampu menguasai wilayah-wilayah dan memperluas ekpansi,
selain itu aspek ekonomi dalam hal ini terlihat dalam masa pemerintahan umar
beliau sudah menetapkan pajak dam gaji dan mendirikan bait al-Mal.
3. Utsman bin Affan
Utsman terpilih atas persaingan
yang ketat karna pada saat umar meninggal ia menunjuk 6 orang sahabat yang
dapat dipilih salah satu, akhirnya Utsman terpilih melalui musyawarah. Namanya lengkapnya ialah Utsman bin affan bin Abdil-As bin Umaiyah
dari puak Quraisy. Ia memeluk Islam lantaran ajakan Abu Bakar, dan menjadi
salah seorang sahabat Nabi. Ia mendapat julukan zun nurain karena mengawini dua putrid Nabi,
secara berurutan setelah satu meninggal.
Di masa pemerintahan Utsman
(644-655) Armenia, Tusinia, Cypurs, Rhodes dan bagian Persia berhasil di rebut,
ekspasi Islam pertama berhenti disini. Beliau
memimpin selama 12 tahun dan pada masa terakhir pemerintahannya muncul
permasalahn yang tidak puas dari kalangan umat Islam ini karana banyak
kebijaksaannya yang tidak sesuai.[12] Selain itu, juga karna usianya yang lanjut
terpilih pada usia 70 tahun yang berpengaruh pada
sifatnya yang sangat lemah lembur berbeda dengan umar, selain itu juga Utsman
yang mengangkat keluarganya
dalam kedudukan yang tinggi membuat umat semakin kecewa.
Karya besar Utsman yang dipersembahkan kepada umat Islam ialah susunan
kitab suci Al-Quran. Penyusunan Al-Quran dimaksudkan untuk mengakhiri
perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan Al-Quran. Tetapi di luar hal ini pada masa pemerintahannya terdapat banyak hal
penting ia berhasil membangun bendungan arus banjir untuk kota
Madinah, ia juga membangun mesjid dan jembatan-jembatan di kota Madinah.
Utsman terpilih karena sebagai calon konservatif, ia adalah orang yang
baik dan saleh. Namun dalam banyak hal kurang menguntungkan, karena Utsman
terlalu terikat dengan kepentingan-kepentingan orang Makkah, khususnya kaum
Quraisy dari puak Umaiyah. Kemenangan Utsman adalah sekaligus adalah suatu
kesempatan yang baik bagi sanak saudaranya dari keluarga besar Bani Umaiyah.
Oleh karena Utsman berada dalam pengaruh dominasi seperti itu maka satu
persatu kedudukan tinggi kekhalifahan diduduki oleh anggota-anggota keluarga
itu.[13] Kelemahan dan nepotisme[14] telah membawa khalifah ke puncak
kebencian rakyat, yang pada beberapa waktu kemudian meletus menjadi pertikaian
yang mengerikan di kalangan
umat Islam. Hal tersebut yang akhirnya menyebabkan terbunuhnya khlifah yang
sedang membaca Al-Quran, pada tahun 35H/17 Juni 656. Dan kemudian kekhalifahan
di gantikan oleh Ali bin Abi Thalib.
Pendapat penulis :
Utsman merupakan khalifah yang
terpilih setelah umar atas persaingan yang ketat dengan Ali bin abi tholib,
dalam masa pemerintahannya terdapar beberapa persoalan yang membuat
umat kecewa karna kebijaksaannya yang nepotisme dan juga sikapnya yang
tidak tegas dan lemah lembut, tetapi beliau juga berhasil membangun
masjid-masjid dan juga jembatan di Madinah, terdapat sisi positif dan juga
negatif dalam masa pemerintahannya.
4. Ali bin Abi Thalib
Setelah Utsman wafat maka
masyarakat beramai-ramai menjadikan Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah.[15] Ia adalah putera Abi Thalib bin Abdul
Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi
yang telah ikut bersamanya sejak bahaya kelaparan mengancam kota Makkah, demi
untuk membantu keluarga pamannya yang mempunyai banyak putera.
Beberapa hari setelah pembunuhan Utsman, stabilitas keamanan kota
Madinah menjadi rawan. Gafiqy ibn Harb memegang keamanan ibu kota Islam selama lima hari sampai
terpilihnya Khalifah yang baru. Yang pertama diselesaikan oleh Khalifah Ali
ialah menghidupkan
cita-cita Abu Bakar dan Umar[16],
menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah dibagikan oleh Utsman kepada
kaum kerabatnya ke dalam kepemilikan Negara.[17] Selama masa pemerintahannya selalu terdapat pergolakan tidak ada sedikitpun yang
dapat dikatakan stabil, setelah ia memerintah ia memecat semua gurbenur yang merupakan
keluarga dari Utsman.
Oposisi terhadap Khalifah secara terang-terangan dimulai oleh Aisyah,
Talhah, dan Zubair. Meskipun masing-masing mempunyai alasan pribadi sehubungan
dengan pertentangan terhadap Ali.[18] Mereka sepakat menuntut Khalifah
segera menghukum para pembunuh Utsman.
Tetapi tuntutan mereka tidak mungkin dikabulkan Khalifah. Pertama,
karena tugas utama yang mendesak
dilakukan dalam situasi kritis yang penuh intimidasi seperti saat itu ialah
memulihkan ketertiban dan mengkonsolidasikan kedudukan kekhalifahan. Kedua,
menghukum para pembunuh bukanlah perkara mudah, Khalifah Utsman tidak dibunuh
oleh hanya satu orang saja, melainkan banyak orang dari Mesir, Irak, dan Arab
secara langsung terlibat dalam perbuatan maker tersebut.
Karena usaha kompromi damai tidak membuahkan hasil, akhirnya terjadi
peperangan yang disebut “perang unta” (jamal) yang terjadi pada tahun 36 H,
yang dipimpin oleh Aisyah, istri Nabi Saw. Dalam peperangan tersebut menewaskan
20.000 kaum Muslimin.[19]
Dalam masa
pemerintahan Khalifah Ali terus terjadi pemberontakan dan pada akhirnya menyebabkan 3
golongan: yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut Ali) dan Al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan
Ali).[20] Hal ini tidak menguntungkan Ali karena aliran kontra
yang akhirnya Ali terbunuh oleh salah
seorang Khawarij.
Ia memerintah
selama 6 tahun. Kedudukan Ali dijabat oleh
anaknya Hasan namun karena ia juga lemah maka Hasan membuat perjanjian damai dan ingin
mempersatukan kembali dalam perjanjian damai dan dengan ini Mu’awiyah menjadi penguasa
absolut. Tahun 41 H (661 M) tahun persatuan ini kenal dengan tahun
jama’ah dengan demikian berakhirlah masa yang disebut Khulafa Rasyidin.
Pendapat penulis :
Dalam masa pemerintahan Ali
bin Abi Thalib banyak terjadi pergolakan politik dan persoalan-persoalan besar,
dan dalam masa pemerintahannya tidak pernah stabil selalu mengalami pergolakan
hinnga terjadi perpecahan agama umat Islam, seperti munculnya 3 Aliran yang pro
dan kontra dengan pemerintahannya.
5. Kemajuan Peradaban pada Masa Khulafaur
Rasyidin
Masa kekuasaan khulafaur rasyidin yang dimulai sejak Abu Bakar
Ash-Shiddiq hingga Ali bin Abi Thalib, merupakan masa kekuasaan Khalifah Islam
yang berhasil dalam mengembangkan wilayah Islam lebih luas. Nabi Muhammad SAW
yang telah meletakkan dasar-dasar agama Islam di Arab, setelah beliau wafat,
gagasan dan ide-ide diteruskan oleh para Khulaur Rasyidin.
Pada masa kekuasaan Khulafaur Rasyidin, banyak kemajuan peradaban yang
telah dicapai. Diantaranya adalah munculnya gerakan pemikiran dalam Islam.
Gerakan pemikiran yang paling menonjol pada masa Khulafaur Rasyidin adalah
sebagai berikut:
1. Menjaga
keutuhan Alquran Al-Karim dan mengumpulkannya dalam bentuk mushaf pada masa Abu
Bakar.
2. Memberlakukan
mushaf standar pada masa Utsman bin Affan.
3. Keseriusan
mereka untuk mencari serta mengajarka ilmu dan memerangi kebodohan berislam
pada penduduk negeri. Oleh sebab itu, para sahabat pada masa Utsman dikirim
diberbagai pelosok untuk menyiarkan Islam. Mereka mengajarkan Alquran dan
As-Sunnah kepaa banyak penduduk negeri yang sudah dibuka.
4. Sebagian
orang yang tidak senang kepada Islam, terutama dari piahak orientalis abad
ke-19 banyak yang memepelajari fenomena futuhat
al-Islamiah dan menafsirkan
dengan motif bendawi.
5. Islam
pada masa awal tidak mengenal pemisahan antara dakwah dan Negara, antara da’i
maupun panglima. Para khalifah adalah penguasa, imam shalat, mengadili orang
yang berselisih, da’i, dan juga panglima perang.
Disamping itu, dalam hal peradaban juga terbentuk organisasi Negara atau
lembaga-lembaga yang dimiliki pemerintah kaum muslimin sebagai pendukung
kemaslahatan kaum muslimin. Organisasi Negara tersebut telah dibina lebih
sempurna, telah dijadikan suatu nizham yang mempunyai alat-alat perlengkapan
dan lembaga-lembaga yang menurut ukuran zamannya telah cukup baik. [21]
Dr. Hasan Ibrahim dalam bukunya “Tarikh Al-Islam As-Siyasi”, menjelaskan
bahwa organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga Negara yang ada pada masa
Khulafaur Rasyidin, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Lembaga
Politik
Termasuk dalam lembaga politik khilafah (jabatan kepala negara), wizarah
(kementrian negara), dan kitabah (sekretaris negara).
2. Lembaga
Tata Usaha Negara
Termasuk dalam urusan lembaga tata usaha Negara, Idaratul Aqalim
(pengelolaan pemerintah daerah) dan diwan (pengurusan departeman) seperti diwan
kharaj (kantor urusan keuangan), diwan rasail (kantor urusan arsip), diwanul
barid (kantor urusan pos), diwan syurthah (kantor urusan kepolisian) dan
departeman lainnya.
3. Lemabaga
Keuangan Negara
Termasuk kedalam lembaga keuangan Negara adalah urusan-urusan keuangan
dalam masalah ketentaraan, baik angkatan perang maupun angkatan laut, serta
perlengkapan dan persenjataannya.
4. Lembaga
Kehakiman Negara
Termasuk ke dalam lembaga kehakiman Negara, urusan-urusan mengenai Qadhi
(pengadilan negeri), Madhalim (pengadilan banding), dan Hisabah (pengadilan
perkara yang bersifat lurus dan terkadang juga perkara pidana yang memerlukan
pengurusan segera).
Sumber: Dr.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT
Grafindo Persada, 2010.
Dr. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan, Jakarta: Logos, 1997.
www.wikipedia.Khulafaur_Rasyidin.htm
[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2010, hlm. 35.
[2] Ahmad Amin, Islam dari Masa ke
Masa (terjemahan dari Yaumul
Islam), Bandung: Rosda, 1987, hal. 80.
[3] Amin Said, Nasy’atud, Daulat Al-Islamiyah,
Isa Al-Halabi, Mesir. t.t., hlm. 193.
[4] Bernad Lewis, Bangsa Arab dalam
Lintasan Sejarah, Pedoman
Ilmu, 1988, hlm. 38.
[5] Hassan Ibrahim, Tarikhul-Islam, As-Siyasi Ad-Dini As-Saqafi
Al-Ijtima’I, Jilid I, Kairo: Makhtabah An-Nahdah Al-Misriyah, Cetakan ke-9,
1979, hlm. 205.
[6] Jalaluddin As-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, Beirut: Darul Fikr, 1978, hlm. 67
dan 72.
[7] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan
Kebudayaan, Jakarta: Logos,
1997, hlm. 53.
[8] Mun’im Majeed, Tarikh Al-Hadarah
Al-Ialamiyah, Jilid III, Mesir:
Angelo, 1965, hlm. 28.
[9] Philip K. Hitti, History of the Arabs
, London: Macmillan, 1970, hlm.59.
[10] Syalabi, Sejarah dan
Kebudayaan Islam, Jilid I,
Jakarta: Pustaka Alhusna, 1987, cet. V, hlm. 263.
[11] Hassan Ibrahim Hasan, Sejarah dan
Kebudayaan Islam , Yogyakarta:
Kota Kembang,1989, hlm. 53.
[12] Al-Baladzuri, Futuhul Buldan, Jilid V, Mesir: Makhtabah
An-Nahdah Al-Misriyah, t.t., hlm. 26-27. Syed Mahmudunnasir, Islam, Konsep dan
Sejarahnya, hlm. 185-186.
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata
Negara, Jakarta: UI Press,
cetakan ke-3, 1991, hlm. 25-27.
[13] Dr. Ali Murodi, Islam di Kawasan
Kebudayaan Arab, Jakarta:
Logos, 1997, hlm.
61.
[14] Misalnya memberikan pekerjaan dan
pengangkatan pejabat dari kalangan anggota keluarganya.
[15] Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, Jakarta: PT Grafindo
Persada cet. 22, 2010, hlm. 39.
[16] Hasan Ibrahim Hassan, op. cit., hlm. 62.
[17] Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, hlm. 39.
[18] At-Tabari, op. cit.. hlm. 460-470 dan
Syalabi, op. cit., hlm. 288-289.
[19] Ali Mufrodi, op. cit., hlm. 65.
[20] Badri Yatim, op. cit., hlm. 40.
[21] Prof. A. Hasymi, Dustur Dakwah menurut
Alquran, Jakarta: Bulan
Bintang, hlm. 334.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar