BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Munasabah
Menurut bahasa, Al-Munasabah berarti keserasian dan
kedekatan. Selanjutnya Queaish Shihab menyatakan ( menggarisbawahi As-Suyuti)
bahwa munasabah adalah adanya keserupaan dan kedekatan di antara berbagai ayat,
surah, dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan.[1] Hubungan
tersebut dapat berbentuk keterkaitan makna antar ayat dan macam-macam hubungan
atau kemestian dalam pikiran (nalar).
Makna tersebut dapat dipahami, bahwa apabila suatu
ayat atau surah sulit ditangkap maknanya secara utuh, maka menurut metode munasabah
ini mungkin dicari penjelasannya di ayat atau di surat lain yang mempunyai
kesamaan atau kemiripan. Karena pemahaman ayat secara parsial (pemahaman ayat
tanpa melihat ayat lain) sangat mungkin terjadi kekeliruan.
Fazlurrahman mengatakan, apabila seseorang ingin
memperoleh apresiasi yang utuh mengenai Al-Quran, maka ia harus dipahami secara
terkait. Selanjutnya menurut beliau apabila Al-Quran tidak dipahami secara utuh
dan terkait, Al-Quran akan kehilangan relevansinya untuk masa sekarang dan masa
yang akan datang. Sehingga Al-Quran tidak dapat menyajikan dan memenuhi
kebutuhan manusia.[2] Jadi
tidak heran dalam berbagai karya dalam bidang Ulumul Quran memang munasabah
hamper tidak pernah terlewatkan.
Pengertian Munasabah menurut beberapa ahli adalah
sebagai berikut:
1. Menurut Az-Zarkasyi
Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami.
Tatkala diahadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
2. Menurut Manna’ Al-Qaththan
Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa
ungkapan di dalam suatu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar
surat (di dalam Alquran)
3. Menurut Ibn Al-Arabi
Munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat Alquran sehingga
seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna dan
kekuatan redaksi. Munasabah merupakan ilmuyang sangat agung.
4. Menurut Al-Biqa’i
Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui
alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Alquran, baik ayat
dengan ayat, atau surah dengan surah.
Jadi menurut Ulum Al-Qur’an munasabah berarti
menjelaskan korelasi makna antarayat atu antarsurah, baik korelasi bersifat
umum atau khusus, rasional (‘aqli), persepsi (hassiy), atau imajinatif
(khayali), atau korelasi berupa sebab akibat, ‘illat dan ma’lul,
perbandingan dan perlawanan.
B. Pendapat-Pendapat
Sekitar Munasabah
1. Tertib Surah dan Ayat
Para ulama sepakat bahwa tertib ayat-ayat dalam
Alquran adalah tauqifiy, artinya penetapan dari Rasul. Sementara tertib surah
dalam Alquran masih terjadi perbedaan pendapat.
Ada tiga pendapat yang berbeda mengenai tertib surah
dalam Alquran, yaitu:
a. Tauqifiy
Menurut jumhur ulama bahwa tertib surah sebagaimana
dijumpai dalam mushaf sekarang ini adalah tauqifiy.
Kelompok ini mengajukan alasan sebagai berikut:
1) Setiap tahun Jibril datang menemui Nabi dalam rangka mendengarkan atau
menyimak bacaan Alquran yang dilakukan oleh Nabi, selain itu pada mu’aradlah
yang terakhir dihadiri oleh Zaid bin Tsabit dan di saat itu Nabi membacanya
sesuai dengan tertib surah sekarang.
2) Nabi sekarang membaca Alquran dengan tertib surah seperti yang ada
sekarang.
b. Ijtihady
Kelompok ini mengatakan bahwa tertib surah dalam
Alquran adalah Ijtihady. Alas an mereka adalah:
1) Tidak ada petunjuk langsung dari Rasulullah tentang tertib surah dalam
Alquran.
2) Sahabat pernah mendengar Rasul membaca Alquran bebeda dengan susunan
surah yang sekarang, hal ini dibuktikan dengan munculnya empat buah mushaf dari
kalangan sahabat yang berbeda susunannya antara satu dengan yang lainnya, yaitu
mushaf Ali, mushaf ‘Ubay, mushaf Ibn Mas’ud, mushaf Ibnu Abbas.
3) Mushaf yang ada pada catatan sahabat berbeda-beda. Ini menunjukan bahwa
susunan surah tidak ada petunjuk resmi dari Nabi.
Dari dua pendapat dan alas an di atas, maka boleh jadi
susunan surah itu sebagian bersifat tauqify Dan sebagian lagi bersifat ijtihady. Akibat dari dua pendapat diatas
muncul pendapat yang ketiga.
c. Tauify dan Ijtihady
Pendapat ketiga ini menyatakan bahwa tertib sebagian
surah dalam Al Quran adalah tauqify dan sebagian lagi adalah ijtihady. Alasannya:
1) Ternyata tidak semua nama-nama surah itu diberikan oleh Allah, tapi
sebagian diberikan oleh Nabi dan bahkan ada yang diberikan oleh para sahabat.
Adapun yang diberikan oleh Allah misalnya Al-Baqarah, At-Taubah, Ali Imran, dan
lain-lain. Nama surah yang diberikan oleh Nabi adalah yang Nabi sendiri menyebutkan surah
tersebut, seperti surah Thaha dan Yasin. Surah yang diberikan nama oleh para
sahabat adalah Al-Baro’ah, yaitu surah yang tidak diawali dengan lafadz
basmallah.
2) Seseorang bertanya kepada Utsman mengapa Surah Al-Baro’ah tidak memakai
basmallah? Utsman menjawab: “saya lihat isinya sama dengan surah sebelumnya (Al
Anfal). Rasul tidak sempat menjelaskan dimana diletakkan surah tersebut sampai
beliau wafat. Akhirnya saya meletakkan sesudah surat Al Anfal”. Ungkapan ini
menunjukkan bahwa dari Rasul tidak ada petunjuk mengenai urutan-urutan surah
Alquran.
Namun demikian alas an yang dikemukakan tersebut
dipertanyakan. Ternyata riwayat tersebut, menurut sebagian ulama adalah lemah,
baik dari sisi sanad maupun matan. Dari sisi sanad bahwa Yazid yang
meriwayatkan hadist tersebut tidak dikenal oleh Bukhari dan Ibnu Katsir. Dari
sisi matan ternyata Rasul wafat satu tahun tiga bulan setelah turunnya Surah Al
Baro’ah, jadi tidak mungkin sekiranya tidak dijelaskan oleh Rasul.
2. Tentang Munasabah
Pendapat para ulama mengatakan bahwa munasabah itu
tidak ada akan tetapi, sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa munasabah itu
ada.
Argument pendapat pertama bahwa: suatu kalimat baru
memiliki munasabah apabila ia diucapkan dalam konteks yang sama. Karena ayat
Alquran turun dalam berbagai konteks, maka tidak mesti ia memiliki munasabah.
Pendapat tersebut dikemukakan oleh seorang mufassir yang bernama Izzudin ibn
Abdul Aslam.
Disinilah kelihatan bahwa Izzudin seakan ingin
mengatakan bahwa susunan ayat mesti berdasarkan masa turunnya. Bilamana
susunannya sudah diubah, kalaupun mau mengatakan bahwa itu ada munasabahnya,
berarti itu terlalu dipaksakan.
Sementara argument pendapat kedua mengatakan bahwa
ketidakberurutan itulah menunjukkan adanya rahasia. Disinilah relevansi
pembicaraan munasabah. Pendapat adanya munasabah dalam Alquran dikemukakan oleh
muffasir, di antaranya As-Sayuthi, Al-Qaththan, Fazlulrrahman, dan
lain-lainnya.
C. Cara Mngetahui
Munasabah
a. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surah yang menjadi objek
pencarian.
b. Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas
dalam surah.
c. Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau
tidak.
d. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memerhatikan ungkapan-ungkapan
bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.
D. Macam-Macam Munasabah
1. Munasabah Antara Suatu
Surah dengan Surah Lainnya
Pada bagian ini ada babarapa macam munasabah, yaitu:
a. Munasabah antara kandungan suatu ayat dalam suatu surah dengan suatu
ayat pada suarah sesudahnya.
Surah-surah yang ada di dalam Alquran mempunyai
munasabah, sebab surah yang datang kemudian menjelaskan beberapa hal yang
disebutkan secara global pada surah sebelumnya (As-Suyuthi). Misalnya surah
Al-Baqarah memberikan perincian serta penjelasan terhadap surah Al Fatihah.
b. Munasabah antara surah dalam bentuk tema sentral
Selain dari itu, munasabah dapat mebentuk tema Sentral
yang ada dalam berbagai surah. Misalnya dalam surah Al Fatihah tema sentralnya
adalah ikrar ketuhanan. Dan surah Al Baqarah tema sentralnya adalah
kaidah-kaidah agama.sedangkan dalam surah Ali Imran tema sentralnya adalah
dasar-dasar agama. Kesemua itu merupakan pondasi bagi umat Islam dalam beramal,
baik amal dalam makna sempit maupun makna dalam makna luas.
c. Munasabah antara ayat terakhir dalam suatu surah dengan ayat pertama
dalam surat berikutnya.
Contoh dari munasabah model ini antara lain ayat
terakhir dari surah Al Ahqaf dengan ayat pertama dari surah Muhammad. Dalam
ayat terakhir surah Al Ahqaf tersebut dijelaskan tentang ancaman siksa bagi
orang-orang fasiq. Selanjutnya penjelasan siapa sebenarnya orang-orang fasiq
itu, ada pada ayat pertama surah Muhammad, yaitu orang-orang kafir dan
orang-orang yang menghalangi manusia dari berbuat kebaikan. Dengan demikian
apabila suatu ayat belum jelas maknanya, maka pasti ada penjelasan itu pada
surah lain.
d. Munasabah karena ada keterkaitan atau adanya suatu peristiwa.
Contoh munasabah dalam bentuk ini adalah seperti
terdapat dalam surah Al Baqarah ayat 245 dengan surah Ali Imran ayat 181. Untuk
memahami dan mengetahui mengapa Allah mengatakan: Sesungguhnya Allah mendengar
perkataan orang-orang yang mengatakan: Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya
adalah harus dimunasabahkan dengan ayat 245 surah Al Baqarah. Dalam ayat
tersebut Allah mengatakan: Siapa saja yang member pinjaman kepada Allah dengan
pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya”.
Mendengar firman tersebut orang-orang Yahudi mengatakan: Hai Muhammad, ternyata
Tuhan kamu itu miskin sehingga minta pinjaman kepada hamba-Nya”. Dengan
perkataan Yahudi itu, maka Allah menurunkan surah Ali Imran ayat 181. Dan dapat
dilihat bahwa keduanya memiliki peristiwa dan isi yang saling terkait. Dengan
demikian akan diketahuilah tentang diturunkan-Nya ayat dari surah tersebut.
2. Munasabah dalam Satu
Surah
a. Munasabah kalimat dengan kalimat
Munasabah antara kalimat dalam Alquran adakalanya
memakai huruf athof, dan adakalanya tidak memakai huruf athof. Yang memakai
huruf athof biasanya mengambil bentuk berlawanan (mutadhodhat). Sedang
munasabah yang tidak memakai huruf athof sandarannya adalah qarinah ma’nawiyah.
Aspek ini dapat mengambil bentuk:
1) At-Tanzir, yaitu membandingkan dua hal yang sebanding, menurut kebiasaan
orang yang berakal. Misalnya dalam QS. Al Anfal ayat 5: ”kama akhrajaka
robbuka min baitika bi al-haqq” jelas-jelas
mengiri ayat sebelumnya QS. Al Anfal ayat 4: “ula’ika hum
al-mu’minuna haqqan la hum darajatun indarobbihim wama’firotun warizqun karim”.
Disini ada dua keadaan yang sebanding, yaitu mereka yang mengikuti perintah
Tuhannya akan mendapat imbalan sesuai dengan kerjanya. Imbalan tersebut adalah
kebaikan dunia dalam bentuk materi dalam bentuk rampasan, dan imbalan akhirat
adalah pahala yang berlipat ganda serta keampunan dari pemberi perintah
(Allah).
2) Al-Mudhodhat artinya berlawanan. Misalnya dalam QS. Al Baqarah ayat 5
yaitu “ula’ika ala hudan
mir robbihim wa ula’ika hum al-muflihun” dan
ayat 6 yaitu “ina aladzina kafaru
sawaun alihim a-anzartahum am lam tundzirhum la yukminun”. Ayat ini menerangkan watak orang
kafir yang pembangkang, keras kepala, tidak percaya kepada kitab-kitab Allah.
Sedangkan pada ayat sebelumnya Allah menerangkan watak orang mukmin yang sangat
berlawanan dengan watak orang-orang kafir. Watak orang-orang mukmin adalah
memiliki kepercayaan yang kuat. Dia percaya adanya yang gaib, melaksanakan
shalat, memiliki sifat kebersamaan yaitu tidak senang jika melihat saudaranya
kesulitan, dan percaya akan adanya kitab-kitab Allah sebelum Alquran, apalagi
Alquran.
3) Al-Istithrad artinya peralihan kepada penjelasan lain. Misalnya dalam
QS. Al A’raf ayat 26 yaitu “ya bani adama qod
andzalna ‘alaikum libasan yuwari sau atikum warisyan walibasutt taqwa dzalika
khoirun, dzalika min ayatillahi lailahum yatadzakkarun”. Ayat tersebut
menjelaskan tentang nikmat Allah, sedang ditengahnya dijumpai kata yang
mengalihkan perhatian pada penjelasan ini (pakaian). Dalam hal ini munasabah
yang dapat dilihat adalah antara menutup tubuh atau aurat dengan kata-kata
taqwa.
4) At-Takhollus (peralihan)
Peralihan disini adalah peralihan terus menerus dan
tidak kembali lagi pada pembicaraan pertama.
b. Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surah
Munasabah dalam bentuk ini secara jelas dapat dilihat
dalam surah-surah pendek. Misalnya surah Al Ikhlas, masing-masing ayat dalam
dalam surah tersebut saling menguatkan tema pokoknya, yaitu tentang keesaan
Tuhan.
c. Munasabah antara penutup ayat dengan isi ayat dalam satu surah
Munasabah ini dapat bertujuan:
1) Tamkin (memperkukuh). Misalnya surah Al Ahzab ayat 25. Dari ayat ini
dapat dipahami bahwa Tuhan menghindarkan orang mukmin dari perang disebabkan
kelemahan mereka (orang-orang kafir), karena angin kencang atau malaikat yang
dikirim oleh Allah. Pemahaman yang kurang lurus ini diluruskan dengan fashilah artinya Allah berkuasa memisahkan
antra dua golongan dalam perang tersebut. Kejadian ini menguatkan orang-orang
beriman agar merasa bahwa merekalah yang menang.
2) Ighal (penjelasan tambahan untuk mempertajam makna). Misalnya dalam
surah An Naml ayat 80. Dalam ayat ini sudah jelas dipahami, jadi ighal sekedar
penjelasan makna.
d. Munasabah antara uaraian awal ayat dengan akhir ayat dalam satu surah
Munasabah ini dapat dijumpai, misalnya dalam surah Al
Qashash. Permulaan surah ini (ayat 1-32) menjelaskan perjuangan Nabi Musa,
sementara di akhir surah (ayat 83-88) memberikan kabar gembira kepada Nabi
Muhammad yang menghadapi tekanan dari kaumnya, dan akan mengembalikan ke Mekah
(di awal surah tidak menolong orang yang berdosa. Dan di akhir surah, Muhammas
dilarang menolong orang-orang kafir). Munasabah terletak pada kesamaan situasi
yang dihadapi, dan sama-sama mendapat jaminan dari Allah.
3. Munasabah Antara Ayat,
Surah dengan Isi yang Dikandungnya
Nama-nama surah yang
ada dalam Alquran mempunyai kaitan dengan pembahasan yang ada pada isi surah
ini. Misalnya Surah Al Baqarah, isinya banyak menceritakan lembu. Contoh lain
Surah Al Fatihah yang mempunyai dua nama: Pertama disebut Al Fatihah, karena posisinya
di awal Alquran. Kedua disebut Ummul Kitab, karena isinya
memuat berbagai tujuan Alquran dan seterusnya.
Ilmu ini dapat berperan
mengganti ilmu Azbabun Nuzul, apabila kita dapat mengetahui sebab turunya
surat, tetapi kita bisa mengetahui adanya relevensi ayat itu dengan ayat
lainnya. Sehinggga dikalangan ulama timbul masalah: mana yang didahulukan
antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat
itu dengan ayat lain.
Ada pula yang
berpendapat, bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Hanya memang sebagian besar
ayat-ayat dan surat-surat ada hubungannya satu sama lain. Disamping itu, ada
yang berpendapat bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain,
tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat dengan surat lain.
1. Abu Bakar al-Naisabury (wafat tahun 324 H) adalah ulama yang
pertama-tama memperkenalkan” ilmu tana subul ayati wasuwar” di Baghdad Iraq. Ia
mencela/mengeritik Ulama Baghad, karena mereka tidak tahu adanya relevensi
antara ayat-ayat dan antara surat-surat. Ia selalu berkata (apabila dibacakan
kepadanya suatu ayat atau suatu surat.
2. Muhammad ‘Izah daruzah menyatakan, bahwa semula orang mengira tidak ada
hubungan antara satu ayat/surat dengan atau ayat/surat lainnya. Tetapi
sebenarnya ternyata, bahwa sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat itu ada
hubungan antara satu dengan yang lain.
3. Dr.Shubhi al- Shalih dalam kitabnya mengemukakan bahwa mencari hubungan
antara satu surat dengan surat lainnya adalah sesuatu yang sulit dan sesuatu
yang dicari-cari tanpa ada pedoman/petunjuk, kecuali hanya didasarkan atas
tertib tidaklah berarti surat-surat yang tauqifi itu.
Contoh surah yang
dipandang ada munasabah/relevansi antara satu surah dengan yang lain sebagai
berikut:
1. Ahli tafsir ada yang berpendapat bahwa permulaan surat al-baqarah:
“alif lam
mim, dzalikal ktabula roibafih”, adalah merupakan asyaroh kepada lafadz yang
ada di surat Al-afatihah ayat keenam:
“ihdinasyirotol mustaqim” seolah-olah ketika mereka
petunjuk ke jalan yang lurus, maka diterangkan kepada mereka, bahwa jalan yang
lurus yang mereka itu adalah al-Qur’an.
2. Mereka juga berpendapat, bahwa antara surat al-isra’ yang dimulai dengan
tasbih ada munasabah/relevansi dengan surat al-Kahfi yang dimulai dengan
tahmid. Sebab tasbih biasanya didahulukan atas tahmid.
3. Mereka juga mengatakan, bahwa surat al-Kautsar merupakan dengan surat
al-Maun. Karena itu, relevanlah kalau surat al-kautsar terletak sesudah surat
al-maun, sebab yang terdahulu (al-Maun) terdapat sifat-sifat orang-orang
munafik sebanyak empat, ialah: kikir, tidak sembahyang, melakukan salat dengan
riya dan enggan mengeluarkan zakat.
4. Lebih hebat lagi bagaimana al-Akhfasy mencari-cari hubungan antara surat
Quraisy engan dengan surat al-Fil. Dengan analisa al-Akhfasy, sebagaimana Allah
telah menjadikan pengambilan Musa sebagai anak pungut oleh oleh keluarga
Fir’aun sebagai sebab timbulnya kesedihan bagi mereka, maka demikian pula Allah
menjadikan tipu muslihat pasukan gajah dibawah pimpinan Abrabah Gubernur dari
Yaman yang hendak menghancurkan ka’bah sebagai sebab timbulnya kebiasaan
orang-orang Quraisy seperti yang tersebut didalam surat Quraisy.
Akhirnya, berkah ketekunan para ulama tafsir yang luar
biasa itu mereka sendiri merasa puas dan juga member kepuasan kepada umat islam
yang mempelajari al-Qur’an dan Tafsirnya,bahwa al_Qur’an telah diturunkan dalam
waktu 20 tahun lebih itu mengandung berbagai macam hokum dan peraturan. Dan
karena sebab-sebab yang berbeda-beda, maka tersusunlah ayat-ayat al-Qur’an
dengan sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya dalam tiap-tiap surat.
Sehingga apabila kita bisa mengetahi adanya
munasabah/relevansi antara suatu ayat dengan ayat lain, maka menyebabkan kita
tidak perlu lagi mencari sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an satu persatu.
Kemudian tampaklah Al-Qur’an yang terdiri dari 114 surat dengan seluruh
ayat-ayatnya yang tersusun dengan rapid an indah itu, bagaikan sebuah kalung
yang sangat indah, terdiri 114 untaian mutiara yang mentabjubkan.
E. Kedudukan Munasabah
dalam Penafsiran Al-Qur’an
Pendapat para mufassir
tentang munasabah, secara garis besar terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok
pertama menampung dan mengembangkan munasabah dalam menafsirkan ayat, sedangkan
kelompok lainnya tidak memperhatikan munasabah sama sekali dalam menafsirkan
sebuah ayat. Ar-Razi adalah orang yang sangat menaruh perhatian terhadap
munasabah penafsiran, baik hubungan antar ayat maupun antar surat. Sebaliknya,
Nizhamuddin an-Naisaburi dan Abu Hayyan al-Andalusi hanya menaruh perhatian
besar kepada munasabah antar ayat. Az-Zarqani, seorang ulama ahli ilmu
Al-Qur’an yang hidup pada abad 14 H menilai bahwa kitab-kitab tafsir yang
beliau jumpai penuh dengan pembahasan munasabah.
Salah seorang musafir
kontemporer yang kurang setuju kepada analis munasabah adalah Syeh Mahmud
Syaltut, mantan rector universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Yang memiliki karya
tulis diberbagai cabang ilmu, termaksud tafsir al-Qur’an. Beliau kurang setuju
terhadap seorang mufassir yang membawa kontak munasabah dalam penafsiran
Al-Qur’an. Tokoh yang paling keras dalam upaya menentang penggunaan munasabah
adalah Ma’ruf Dualibi dengan menyatakan: “Termasuk usaha yang
sia-sia untuk mencaari hubungan apa diantara ayat-ayat dalam surat sebagaimana
jika urusah itu dalam satuhal saja dalam topik tentang aqidah, atau
kewajiban-kewajiban atau urusan budi-pekerti atau mengenai hak-hak. Sebenarnya
kita mencari hubungannya atas dasar satu atau beberapa prinsip.”
Menurut ma’ruf Dualibi,
dalam berbagai ayat Al-Qur’an hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat prinsip
(mabda) dan normative yang bersifat umum (qaidah). Jadi, tidaklah tetap bila
orang bersikeras dan mengharuskan adanya keterkaitan antar ayat yang bersifat
tafsil. Pendapat beliau ditampung oleh As-Sayatibi dalam kitab al-Muwafaqat.
Al-Qur’an menggariskan prinsip-prinsip, terutama masalah hubungan antar manusia
dan kaidah-kaidah umum, ia membutuhkan penjelasan Rasulullah SAW. dan ijtihad.
Keberadaan as-sunnah justru untuk mengemban fungsi: meluruskan apa yang
ringkas, merinci apa yang masih global, serta menjelaskan hal-hal yang sulit
untuk dipahami.
F. Fungsi Ilmu
Al-munasabah
Ada empat fungsi utama
dari ilmu al-Munasabah, yaitu:
1. Untuk menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan
kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam al-Qur’an.
2. Untuk menjadikan bagian-bagian dalam al-Qur’an saling berhubungan
sehingga tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
3. Ada ayat baru dapat dipahami apabila melihat ayat berikutnya.
4. Untuk menjawab kritikan orang luar terhadap sistematika al-Qur’an.
BAB III
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Dari uraian yang telah disampaikan dapat disimpulkan
bahwa munasabah adalah adalah adanya keserupaan dan kedekatan di antara
berbagai ayat, surah, dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan. Hubungan
tersebut dapat berbentuk keterkaitan makna antar ayat dan macam-macam hubungan
atau kemestian dalam pikiran (nalar).
Macam-macam munasabah
yakni, munasabah antarsurah satu dengan surah lainnya, munasabah antarnama
surah dengan tujuan turunnya,
munasabah antarbagian suatu
surah, munasabah antarayat yang letaknya berdampingan, munasabah antarsuatu
kelompok ayat dengan kelompok ayat disampimgnya, munasabah antarFashilah
(pemisah) dan isi ayat, munasabah antarawal surah dengan akhir surah yang sama,
munasabah antarpenutup surah
dengan awal surah berikutnya.
Adapun fungsi utama
dari ilmu al-Munasabah yaitu, untuk menemukan arti yang tersirat dalam susunan
dan urutan kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam al-Qur’an dan
untuk menjadikan bagian-bagian dalam al-Qur’an saling berhubungan sehingga
tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
2. Saran
a. Sebaiknya mahasiswa hendaknya lebih memahami makna munasabah sehinggga
mampu mendalami makna al-Qur’an dengan sebaik-baiknya.
b. Sebaiknya mahasiswa lebih kritis dalam menanggapi makna al-Qur’an yang
memiliki rahasia dan kandungan yang luar biasa.
[2] Fazlurrahman,
Major Times of the Alquran, Alih Bahasa: Arab Mahyudin, (Bandung, Pustaka,
cet.III, 1966), hlm.X-XI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar