Pages

Rabu, 01 Mei 2013

Hal yang Terkait dengan Etika Bisnis Islam dipandang dari Ketuhanan, Keseimbangan, Kebebasan dan Pertanggung Jawaban





BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Etika Bisnis Islam
Etika didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dan yang buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh seorang individu. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan keuntungan. kata bisnis dari bahasa Inggris business, yaitu kata dasar bussy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu maupun komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan yang bayak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa etika bisnis Islam merupakan cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan  individu,  perusahaan, industri dan juga masyarakat menurut syariat Islam. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan  bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum. Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi.

B.     Prinsip Dasar Etika Bisnis Islam
1.          Tauhid
Tauhid merupakan dimensi vertikal Islam yang dipahami sebagai sebuah ungkapan keyakinan (syahadat) seorang Muslim atas keesaan Tuhan. Tauhid dikonstruksi dari kata wahada yang secara etimologi yang berati satu (esa) yaitu dasar kepercayaan yang menjiwai manusia atas segala aktivitasnya. Konsep tauhid menggabungkan ke dalam sifat homogen semua aspek yang berbeda-beda dalam kehidupan seorang Muslim yakni aspek ekonomi, politik, agama, dan masyarakat, serta menekankan gagasan mengenai konsistensi dan keteraturan.
Tauhid merupakan konsep serba eksklusif dan serba inklusif. Pada tingkat absolut ia membedakan Khalik dengan makhluk, memerlukan penyerahan tanpa syarat kepada kehendak-Nya, tetapi pada eksistensi manusia memberikan suatu prinsip perpaduan yang kuat sebab seluruh umat manusia dipersatukan dalam ketaatan kepada Allah semata. Oleh sebab itu, segala aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.
Secara kontekstual, tauhid dipersepsi oleh individu dalam pengertian iman, akidah dan tanggung jawb terhadap amanah. Ketiga makna tersebut, dalam konteks ekonomi memberikan suatu kesadaran pembebasan terhadap para pelaku ekonomi dari ketundukan dan kecendrungan yang berlebihan terhadap materi, dan membentuk pemikiran yang bertanggung jawab dalam mengelola aset-aset ekonomi sesuai dengan aturan-aturan (syari’at) Tuhan.
Pemahaman yang baik dan benar terhadap tauhid berimplikasi terhadap cara pandang manajemen/pengolaan harta benda dalam kerangka amanah dari Allah. Pendapatan dan penggunaan harta tidak hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pragmatis yang bersifat temporal, tetapi juga berimplikasi transendental, pertanggungjawaban kembali kepada Tuhan. Bukan hanya itu, pemahaman tauhid juga menimbulkan kesadaran pentingnya kerja sama dalam pengelolaan harta sebagai amanah dalam kerangka ekonomi untuk menciptakan kerja produktif, meningkatkan kesejahteraan manusia dan mencegah penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan pada segelintir orang.
Jadi dapat dipahami dari uraian di atas bahwa kita sebagai manusia ciptaan Tuhan, harus benar-benar sepenuhnya percaya kepada Sang Maha Pencipta serta meyakini bahwa Tuhan itu ada, dan Dia lah yang mengatur segala hal dalam Kehidupan kita di dunia ini. Kemana pun kita pergi, apapun yang kita pikirkan atau kerjakan tidak terlepas dari Nya, sehingga bisa dikatakan bahwa hidup dan mati kita ada ditangan Tuhan Yang Maha Kuasa. Begitu juga dalam pelaku ekonomi atau bisnis, semuanya harus selalu memperhatikan etika yang baik dan dari sudut apapun.
Konsep tauhid memiliki pengaruh yang paling mendalam terhadap diri seorang Muslim dikarenakan sebagai berikut:
1.      Seorang Muslim memandang apapun yang ada di dunia sebagai milik Allah SWT, pemikiran dan perilakunya tidak dapat dibiaskan oleh apapun juga. Pandangannya menjadi lebih luas dan pengabdiannya tidak lagi terbatas kepada kelompok atau lingkungan tertentu. Segala bentuk pandangan rasisme ataupun sistem kasta menjadi tidak sejalan dengan pemikirannya.
2.      Hanya Allah yang Maha Kuasa dan Maha Esa, maka kaum Muslim tidak akan takut pada semua kekuasaan lain kecuali Allah SWT. Ia tidak pernah disilaukan oleh kebesaran orang lain, dan tidak membiarkan dirinya dipaksa untuk bertindak tidak etis oleh siapa pun. Karena Allah SWT dapat mengambil dengan mudah apapun yang telah ia berikan, maka kaum Muslim akan bersikap rendah hati dan hidup sederhana.
3.      Percaya bahwa hanya Allah SWT yang dapat menolongnya, ia tidak pernah merasa putus asa akan datanganya pertolongan dan kemurahan Allah SWT sehingga ia akan bertindak penuh keyakinan dan keberanian untuk apa yang ia anggap etis dan Islami.
4.      Pengaruh paling besar dari ucapan la ilaha illa Allah adalah kaum Muslim akan mentaati dan melaksanakan hukum-hukum Allah SWT. Ia mempercayai bahwa Allah mengetahui segalanya yang terlihat ataupun yang tersembunyi, dan bahwa ia tidak dapat menyembunyikan apapun, niat ataupun tindakan dari Allah SWT. Sebagai konsekuensinya, ia akan menghindarkan diri dari apa yang dilarang, dan berbuat hanya dalam kebaikan.

Penerapan Konsep Tauhid dalam Etika Bisnis
Seseorang yang menerapkan kaidah Tauhid di dalam dirinya maka apabila menjadi seorang pengusaha Muslim tidak akan:
·           Berbuat diskriminasi terhadap pekerja, pemasok, pembeli atau siapapun pemegang saham perusahaan atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, ataupun agama. Hal ini sesuai dengan tujuan Allah SWT untuk menciptakan manusia:
“Hai manusia! Sesungguhnya telah Kami ciptakan kalian sebagai laki-laki dan perempuan, dan membuat kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kalian saling mengenal satu sama lain”.
·           Dapat dipaksa untuk berbuat tidak etis, karena ia hanya takut dan cinta kepada Allah SWT. Ia selalu mengikuti aturan perilaku yang sama dan satu, dimanapun apakah itu di masjid, di dunia kerja atau aspek apapun dalam kehidupannya, ia akan selalu merasa bahagia.
·           Menimbun kekayaannya dengan penuh keserakahan. Konsep amanah dan kepercayaan memiliki makna yang sangat penting baginya karena ia sadar bahwa semua harta dunia bersifat sementara, dan harus dipergunakan secara bijaksana. Tindakan seorang Muslim tidak semata-mata dituntun oleh keuntungan, dan tidak demi mencari kekayaan dengan cara apapun. Ia menyadari bahwa:
“Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan di dunia, namun amalan-amalan yang kekal dan saleh adalah lebih baik pahalanya di mata Allah SWT, dan lebih baik sebagai landasan harapan-harapan”.

2.          Keseimbangan
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) merupakan konsep yang menunjukkan adanya keadilan sosial. Keseimbangan atau ‘adl menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam, dan berhubungan dengan harmoni segala sesuatu yang ada di alam semesta. Hukum dan ketentuan yang kita lihat di alam semesta merefleksikan konsep keseimbangan yang rumit ini. Sebagaimana difirmankan Allah SWT,
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”.
Konsep keseimbangan ini lebih dari sekedar karakteristik alam, ia merupakan karakteristik dinamik yang harus diperjuangkan oleh setiap Muslim dalam kehidupannya. Kebutuhan akan keseimbangan dah kesetaraan ditekankan Allah SWT ketika ia menyebut kaum Muslim sebagai ummatun wasatun. Dengan demikian keseimbangan, kebersamaan, kemoderatan merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis yakni untuk menjaga keseimbangan antara mereka yang berpunya dan mereka yang tak berpunya, Allah SWT menekankan arti penting sikap saling memberi dan mengutuk tindakan mengkonsumsi yang berlebih-lebihan.
Keseimbangan atau keadilan adalah mengunakan dan menempatkan harta yang dimiliki individu sebagai amanah dari Allah pada tempatnya yang wajib dikelola dengan cara-cara yang baik untuk kemaslahatan diri, seperti dalam bentuk infak, shadaqah, zakat dan sumbangan sosial lainnya serta untuk mendekatkan diri pada Allah.
Dalam perspektif sistem ekonomi Islam, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu atau lembaga hanya dapat bernilai guna jika di arahkan untuk kemaslahatan manusia dan didedikasikan untuk memuaskan kebutuhan spritual (taqwa) pada Allah. Keadilan dalam Islam merupakan mata rantai dan turunan dari nilai tauhid. Tauhid dan keadilan, keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Masing-masing dari nilai tersebut menjadi nilai yang mendasari teori dan praktik ekonomi dalam berbisnis. Keadilan berarti seseorang memperoleh bagiannya sesuai dengan kemampuannya. Adil bukan berati seseorang memperoleh sesuatu persis dengan yang diperoleh orang lain baik ukurannya, takarannya, jenis barangnya maupun jumlahnya, melainkan seseorang mempunyai kesempatan yang sma untuk mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya.
Artinya pada pemerolehan kesempatan yang sama bagi tiap individu untuk hak-hak secara layak, sehingga setiap orang berada pada posisi yang sama dan setara satu dengan yang lainnya. Yang dimaksud hak disini adalah hak-hak sosial ekonomi, hak yang perlu dimiliki dan dinikmati oleh setiap individu. Namun standar keadilan yang digunakan dalam perkembangan ekonomi global syarat dengan bias-bias subyektif dan kepentingan suatu negara sehingga tidak representatif untuk memayungi hak semua orang melainkan memberikan peluang kepada segelintir orang yang memiliki kecerdasan rasional dan kemampuan finansial untuk mengeksploitasi yang lain.

Penerapan Konsep Keseimbangan dalam Etika Bisnis
Agar keseimbangan ekonomi dapat terwujud maka harus terpenuhi syarat-syarat berikut:
 (1) Produksi, konsumsi dan distribusi harus berhenti pada titik keseimbangan tertentu demi menghindari pemusatan kekuasaan ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang.
(2) Setiap kebahagiaan individu harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial, karena manusia adalah makhluk teomorfis yang harus memenuhi ketentuan keseimbangan nilai yang sama antara nilai sosial marginal dan individual dalam masyarakat.
 (3) Tidak mengakui hak milik yang tak terbatas dan pasar bebas yang tak terkendali.
Prinsip keseimbangan atau kesetaraan berlaku baik secara harfiah maupun kias dalam dunia bisnis karena sebuah transaksi yang seimbang adalah juga setara dan adil. Secara keseluruhan, Islam sebenarnya tidak ingin menciptakan sebuah masyarakat pedagang-syahid, yang berbisnis semata demi alasan kedermawanan. Akan tetapi, Islam ingin mengekang kecenderungan sikap serakah manusia dan kecintaannya untuk memiliki barang-barang. Sebagai akibatnya, baik sikap kikir maupun boros keduanya dikutuk dalam Qur’an maupun Hadist.

3.       Kehendak Bebas
Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.
Pada tingkat tertentu, manusia diberikan kehendak bebas untuk mengendalikan kehidupannya sendiri manakala Allah SWT menurunkannya di bumi. Dengan tanpa mengabaikan kenyataan bahwa ia sepenuhnya dituntun oleh hukum yang diciptakan Allah SWT, ia diberikan kemampuan untuk berpikir dan membuat keputusan, untuk memilih apapun jalan hidup yang ia inginkan dan yang paling penting untuk bertindak berdasarkan aturan apa pun yang ia pilih. Tidak seperti halnya ciptaan Allah SWT yang lain di alam semesta, ia dapat memilih perilaku etis atau tidak etis yang akan ia jalankan.
Sekali ia memilih untuk menjadi seorang Muslim, ia harus tunduk kepada Allah SWT. Ia menjadi bagian umat secara keseluruhan dan menyadari kedudukannya sebagai wakil Allah SWT di muka  bumi. Ia setuju untuk berperilaku berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah SWT demi kehidupan pribadi maupun sosialnya. Konsep kehendak bebas berkedudukan sejajar dengan konsep kesatuan dan keseimbangan.
Dalam kerangka etika, kebebasan adalah syarat khusus yang harus ada agar manusia bisa bertindak scara etis. Hanya karena ia mempunyai kebebasan, maka ia bisa dituntut untuk bertindak secara etis. Dalam kerangka bisnis, kegiatan bisnis hanya mungkin dilaksanakan kalau ada kebebasan. Seorang pengusaha atau menejer bisa mengembangkan kegiatan bisnisnya, hanya kalau ada kebebasan untuk itu.
Penerapan Konsep Kehendak Bebas dalam Etika Bisnis
Berdasarkan konsep kehendak bebas, manusia memiliki kebebasan untuk membuat untuk membuat kontrak dan menepatinya ataupun mengingkarinya. Seorang Muslim, yang telah menyerahkan hidupnya pada kehendak Allah SWT, akan menepati semua kontrak yang telah dibuatnya.
 “Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah semua perjanjian itu”?
Penting untuk dicatat bahwa Allah SWT memerintahkan ayat diatas secara eksplisit kepada kaum Muslim. Sebagaimana dikemukakan oleh Yusuf ‘Ali, kata ‘uqud yang mengandung arti sebgai berikut:
a)      Kewajiban suci yang muncul dari  kodrat spiritual dan hubungan kita dengan Allah SWT
b)      Kewajiban sosial kita seperti misalnya dalam perjanjian perkawinan
c)      Kewajiban politik kita seperti misalnya perjanjian hukum
d)     Kewajiban bisnis kita seperti misalnya kontrak formal mengenai tugas-tugas tertentu yang harus dilakukan ataupun kontrak tak tertulis menenai perlakuan layak yang harus diberikan kepada para pekerja.
Kaum Muslim harus mengekang kehendak bebasnya untuk bertindak berdasarkan aturan-aturan moral seperti yang telah digariskan Allah SWT. Dari sudut pandang ekonomi, Islam menolak prinsip laissez-faire dan keyakinan Barat terhadap konsep “Tangan yang Tak Terlihat”. Karena aspek kunci dalam diri manusia adalah nafs ammarah, maka ia akan cenderung menyalahgunakan sistem seperti ini. Prinsip homo Islamicus yang dituntun oleh hukum Allah SWT harus dipilih agar dapat bertindak secara etis.

4.       Tanggung Jawab
Tanggung Jawab (Responsibility) terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup tidak sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat, tapi tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun hukum non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.
Kebebasan yang tak terbatas adalah sebuah absurditas yang mengaplikasikan tidak adanya sikap tanggung jawab atau akuntabilitas. Untuk memenuhi konsep keadilan dan kesatuan seperti yang kita lihat dalam ciptaan Allah SWT, manusia harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya. Islam adalah agama yang adil, apabila seseorang tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya jika (a) ia belum mencapai usia dewasa, (b) ia sakit jiwa, (c) ia berbuat sesuatu ketika sedang tidur.
Dalam konsep tanggung jawab, Islam membedakan antara fard al’ayn (tanggung jawab individu yang tidak dapat dialihkan dan fard al kifayah (tanggung jawab kolektif yang bisa diwakili oleh sebagia kecil orang). Sebagai contoh, fard al kifayah menggariskan bahwa jika seseorang yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara cukup dan ingin belajar tentang ilmu agama namun merasa bahwa pekerjaannya tidak akan memungkinkan untuk melakukan hal tersebut, maka ia dapat diberi zakat karena mencari ilmu dianggap sebagai kewajiban kolektif.
Sementara bagi seseorang  yang melakukan ibadah yang berlebihan (nawafil) atau seseorang yang ingin melakukan nawafil tanpa ada waktu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, ia mungkin justru tidak mendapat zakat. Hal ini karena pahala ibadahnya hanya untuk dirinya sendiri, berbeda dengan orang yang sedang mencari ilmu. Sementara itu, fard al’ayn berarti perintah atau peraturan yang bersifat tanpa syarat, secara umum diterapkan kepada setiap orang. Dengan demikian, berpuasa atau melaksanakan shalat adalah fard al’ayn, dan seorang Muslim tidak dapat mengalihkan tanggung jawab pribadinya terhadap kewajiban melakukan shalat.
Seorang pengusaha dan manajer yang tulen adalah yang mampu mengambil inisiatif, terobosan, inovasi dan resiko dalam melakukan bisnis. Tapi dipihak lain, ia tetap dituntut untuk bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya itu, yaitu:
1)   Kepada dirinya sendiri, atau dalam bahasa etika; kepada nuraninya yang mungkin saat menuntut pertanggung jawaban atas segala yang telah dilakukannya.
2)   Kepada orang-orang yang mempercayakan seluruh kegiatan bisnis dan manejemen itu kepadanya. Kepada mereka inilah si pengusaha atau menejer memepertanggung jawabkan segala keputusan dan tindakanya secar jujur. Kepercayaan kepadanya akan diuji dan diukur berdasarkan kadar tanggung jawab yang diperlihatkannya.
3)   Kepada pihak-pihak yang terlibat dengannya dalam urusan bisnis. Disini tanggung jawab telah menemukan bentuknya yang semakin konkret berupa kesediaan mengganti barang dan jasa yang memenuhi persayaratan, kontrak atau harapan mereka. Bertanggung jawab disini berarti bersedia memperbaiki mutu barang dan jasa, bahkan pada saat itu juga.
4)   Kepada pihak ketiga, yaitu masyarakat seluruhnya yang secara tidak langsung terkena akibat dari keputusan dan tindakan bisnisnya. Wujud dari sikap ini adlah menawarkan barang dan jasa yang bermutu, menjaga lingkungan hidup yangbersih dan sehat terbebas dari polusi bahkan bersedia memperbaikinya kalau ternyata mereka ikkut merusaknya dan bertanggung jawab atas kelangsungan hidup masyarakat seluruhnya.

Penerapan Konsep Tanggung Jawab dalam Etika Bisnis
Jika seseorang pengusaha Muslim berperilaku secara tidak etis, ia tidak dapat menyalahkan tindakannya pada persoalan tekanan bisnis ataupun pada kenyataan bahwa setiap orang juga berperilaku tidak etis. Ia harus memikul tanggung jawab tertinggi atas tindakannya sendiri. Berkaitan dengan hal ini, Allah SWT berfirman:
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”.
Karenanya, konsep ini bertalian erat dengan konsep kesatuan, keseimbangan dan kehendak bebas. Semua kewajiban harus dihargai kecuali jika moral salah. Sebagai contoh, Ibrahim as menolak kewajiban keluarganya ketika ayahnya menginginkannya untuk membuat shirk atau menuja berhala. Disisi lain, Rasulullah Saw melaksanakan kesepakatan dalam perjanjian Hudaybiyah meskipun hal itu berarti bahwa Abu Jandal, seorang yang baru menjadi Muslim, harus dikembalikan kepada suku Quraish. Sekali seorang Muslim mengucapkan janjinya atau terlibat dalam sebuah perjanjian yang sah, maka ia harus menepatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar